37. It is Decided

19.6K 2.1K 5.1K
                                    

Whenever I call you friend
I begin to think I understand
Anything we are
You and I have always been ever and ever

Whenever I Call You "Friend" - Stevie Nicks

"Nggak bisa, Sen. Sabtu ini jadwalku lembur." Mia menghela napas berat, ketika melalui telepon, Arsen menyampaikan keinginannya untuk kencan malam minggu. "Kamu dateng aja kayak biasanya, ya?"

Arsen berdecak. Mana mungkin ia tiba-tiba pergi jauh tanpa ada momen perpisahan berarti dengan gadis yang sangat disayanginya? Jangankan perpisahan, menyampaikan rencana kepergiannya saja, Arsen tidak tahu caranya.

"Aku nggak cuma mau liat kamu kerja. Aku mau ngomong sama kamu. Ngabisin waktu sama kamu. Sehari aja, Mia. Aku bakal ganti gaji kamu, kalo emang itu yang kamu khawatirin. Yang penting kita bisa ketemu," bujuk Arsen.

Namun, kata-kata itu rupanya sangat sensitif di telinga Mia. Gadis itu pun langsung bersikap defensif. "Kamu mau beli waktu aku? Kamu mau bayar aku buat nemenin kamu? Gitu?"

"Nggak gitu... bukan itu maksud aku."

Mia yang terlanjur tersinggung, tidak melunak. "Aku nggak bisa, Sen. Kita ketemu di sekolah aja hari Senin."

Arsen mengeluh dalam hati. Andaikan bisa, andaikan bisa...

"Kamu tau Mia, aku cuma minta sehari dari kamu. Sehari, Mia. Aku nggak akan minta kalo kita punya waktu lain."

Arsen mendadak emosional. Perasaannya acak-acakan. Ia bahkan tidak tahu sedang kesal dengan siapa. Papanya, nasib, Tuhan yang melimpahkan nasib kepadanya dan Mia, orang-orang yang membocorkan apapun tentang dirinya dan Mia ke papanya, atau dirinya sendiri.

Yang Arsen tahu, ia butuh menemui Mia. Karena semuanya berkaitan dengan gadis itu.

"Sen, kamu tau kan--"

"Aku tau." Arsen memotong. "Lupain aja. Silakan kerja karena itu memang lebih penting buat kamu. Dari awal, aku cuma gangguin kamu, kan?"

Arsen memutus sambungan telepon. Membuat Mia bertanya-tanya dan berujung pada perasaan bersalah. Esok harinya, ia pun mengirimkan pesan kepada Arsen.

Mia : Sen, maafin aku. Kita jadi ketemu kan? Aku tunggu di taman biasa ya?

Tidak ada balasan apapun dari Arsen.

Sampai akhirnya hari itu tiba. Mia menunggu hingga larut. Namun, Arsen tidak kunjung datang. Bahkan ketika jerit ketakutan Mia disuarakan karena tangan-tangan menjijikkan mulai mengambil kesempatan untuk menyentuhnya, Arsen sama sekali tidak terlihat.

Berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan hingga hitungan tahun. Arsen tidak pernah datang. Mencipta kekosongan dalam relung hati Mia. Membelit Mia dalam penyesalan dan kerinduan yang lama kelamaan menyelipkan benci.

Hanya waktu yang bisa menjawab. Manakah yang lebih berkuasa dan perkasa antara rindu dan benci.

****

Sementara di tempat Arsen, ia menjalani hari di lingkungan baru. Bertumbuh dewasa dengan satu perasaan mengkristal dalam dadanya.

Arsen mengenal banyak teman wanita. Namun, tak satu pun bisa menggeser seseorang yang sudah memiliki mahkota di sana.

Arsen pernah mencoba. Namun, semua hanya berujung pelampiasan dan kesenangan sesaat semata.

Pada akhirnya, ia harus menempuh perpisahan berkali-kali. Baik karena tidak tega menyakiti, maupun tidak sanggup memberikan lebih.

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang