25. Consequences

21.2K 2K 122
                                    

Mia pergi menggunakan taksi. Dadanya sesak. Ia benci ada seseorang yang menganggap bahagianya adalah kesalahan.

Tidak ada yang tahu arti Arsen bagi dirinya. Bahkan di waktu keduanya sempat berpisah dulu, tidak ada yang bisa merangkulnya dalam bahagia seperti yang Arsen lakukan padanya.

Arsen remaja menerobos dinding zona nyamannya demi mengenal Mia. Meski akhirnya kalah dengan keadaan, Arsen remaja sempat mengorbankan apa yang dimilikinya untuk Mia. Mulai dari memanfaatkan nama papanya agar Mia bisa diterima kerja paruh waktu di restoran, berbohong dan cabut dari les demi menemani Mia bekerja untuk melunasi hutang-hutang ibunya, sampai babak belur dihajar preman karena membela dirinya, yang kemudian secara ajaib membuat preman itu berbalik menjadi anak buahnya dan melindungi Mia. Segala yang dilakukan Arsen, cara sosok itu mengartikan hidupnya... sudah dimulai sejak mereka pertama kali bertemu.

Pikiran Mia berkelana ke masa lalu. Masa di mana ia merasa terlahir kembali, benar-benar tahu hidup untuk siapa, dan mengapa ia harus kuat berjalan dan tetap hidup meski melewati titian tajam. Kala itu di ruangan putih dengan tirai biru. Mia mengerjapkan matanya. Semakin jelas pandangannya, semakin terasa pula pandangannya yang berputar dan kepalanya yang masih terasa berat.

Ia kembali memejamkan matanya lagi. Setelah beberapa menit, ia kembali membuka mata. Dimensi ruang yang tadi sempat bergoyang-goyang, kini mulai stabil. Gadis itu pun turun dari tempat tidur. Dilihatnya jam hampir menunjuk pukul tiga sore. Ia akan kembali ke kelas lalu pulang.

Mia berjalan menuju pintu keluar UKS sambil memegangi kepalanya. Ia hendak berpamitan dengan penjaga, tapi sedang tidak ada di tempat, mungkin ke toilet atau ruang guru? Entahlah. Mia hanya meneruskan langkahnya.

Di sana, sebuah kaki terangkat seperti palang di tengah-tengah pintu. Menghalangi siapapun yang lewat. Dilihatnya sosok laki-laki bersedekap, tampak mengamatinya dari ujung atas sampai bawah.

"Minggir! Atau kaki lo gue patahin," ucap Mia, yang seketika memancing tawa cowok itu.

"Lo jalan aja susah, mau matahin kaki gue?" Cowok itu menurunkan kakinya.

Mia mendengus, lalu tanpa berkata-kata lagi melewati cowok itu.

"Seenggaknya lo bilang makasih dulu. Gue yang bawa lo ke UKS pas pingsan tadi."

Mia berbalik menatap cowok yang diketahuinya bernama Arsen. Cowok beberapa hari belakangan mengganggunya. "Mau lo apa, sih?"

"Tuh kan. Bilang makasih aja mahal ya."

Mahal, murah. Mia tidak suka kata itu. Mia tidak suka apa yang dari dirinya diukur dengan harga.

"Kalo lo mau ke kelas buat ngambil tas, nggak usah. Tas lo udah ada di mobil gue. Mbak Tika nitipin lo ke gue. Lo masih keliyengan gitu, mana bisa pulang sendiri."

"Gue bisa pulang sendiri." Mia bersikukuh.

Arsen tersenyum penuh makna. "Ya terserah. Dompet lo di tas. Tas lo di mobil gue. Kalo lo maksa naik angkot, nggak ada ongkos 'kan lo?"

Mia ingat jelas semua itu. Bagaimana akhirnya ia berakhir di mobil Arsen.

"Gue pesen paket makan siang tadi. Takut macet dan lo belum sempet makan." Arsen memberikan sepaket bento dari resto cepat saji ternama, lalu cowok itu meralat sendiri kalimatnya. "Ya emang udah telat sih, lo makannya. Dari siang lo tidur di UKS."

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang