22. Bukan Ramayana

23.6K 2K 155
                                    

Mia berteriak ketika petugas mengayunkan ayunan raksasa atau populer disebut Bali Swing, salah satu wahana andalan di daerah Ubud. Tak mau kehilangan momentum, Arsen merekamnya dengan ponsel. Senyum lebar tercetak di wajahnya melihat ekspresi Mia.

Setelah puas berayun solo, Arsen dan Mia mencoba menaiki ayunan yang didesain untuk berpasangan. Saat sampai di titik tertinggi, sang fotografer profesional mengabadikan foto keduanya. Jepretan kilat yang banyak itu menangkap kilas ekspresi Mia yang awalnya mencoba memejamkan mata dan berpegang kaku di papan dan tali pada ayunan pertama, hingga Mia yang akhirnya tertawa dan rileks dengan satu tangannya merangkul Arsen. Sedangkan Arsen, sudah menampilkan ekspresi senang sejak pertama kali wahana tersebut diayunkan.

Puas merasakan suasana pedesaan di Ubud, bahkan mencoba pemandian alaminya, giliran pertunjukan seni desa adat menanti untuk dinikmati.

Nyala obor menjadi penerang gelapnya langit malam yang membentang di atas Pura Dalem Taman Kaja. Puluhan pria duduk dalam formasi melingkar, melantunkan kata-kata yang berirama sembari menceritakan kisah Ramayana.

Arsen dan Mia duduk di bangku penonton. Kuota penuh, semua penonton berjajar cukup rapat membentuk lengkungan di tepi pentas. Pertunjukan tari kecak Ubud memang merupakan salah satu tontonan wajib bagi turis yang bertandang ke Bali.

"Cak Cak Cak!" Begitu suara berat puluhan pria yang beramai-ramai menari sambil membunyikan lantunan mereka.

Keelokan pertunjukan semakin bertambah ketika penari wanita dengan kostum Dewi Sinta mulai memasuki arena. Gerakannya yang gemulai dan eksotis menyedot perhatian mata penonton.

Mia memgambil momen itu untuk nanti dibagikan melalui akun instagramnya. Seharian ini, ia hanya sesekali mengecek media sosialnya itu. Ia ingin menikmati waktu spesial bersama Arsen tanpa diganggu.

Sejak mengetahui keberadaannya di Bali, banyak pesan masuk untuk menawarkannya mampir di tempat makan, butik, atau bar mereka. Tidak hanya itu, banyak yang mencari-cari lokasi untuk bertemu dengannya. Itu sebabnya Mia hanya akan meng-update story-nya beberapa jam setelah ia singgah di tempat itu.

Di samping Mia, Arsen dengan khidmat menyaksikan Rahwana yang tengah mengejar-ngejar Sinta. "Aku suka bagian ini," katanya.

"Kenapa?" tanya Mia yang sudah mengembalikan ponselnya lagi ke dalam tas.

"Ramayana. Menurut aku inti cerita ini justru ada di Rahwana. His love. How that feeling drives him into this tragedy."

Melihat Arsen tampak menghayati, Mia mencoba larut dalam cerita. "Rama menikah sama Sinta karena dia memenangkan sayembara. Kalo aja Rahwana ikut sayembara itu, mungkin aja dia yang bakal jadi suami Sinta."

"Tapi takdir bicara lain," sahut Arsen.

Di arena, sosok Hanoman menari lincah sebagai penggambaran tengah mengacak-acak taman dan istana milik raja Alengka, setelah diminta pulang oleh Sinta. Sosok kera putih itu pun kembali ke kerajaan Ayodya, melapor kepada rajanya bahwa sang ratu hanya bersedia dijemput oleh sang raja sendiri.

"Kalo aku jadi Sinta, aku juga nggak mau dijemput sama utusan."

Mendengar Mia menjadikan dirinya sebagai perumpamaan, sudut bibir Arsen tertarik membentuk senyuman. "Aku tau. Makanya waktu itu aku dateng langsung ke apartemen kamu. Buat ngebujuk kamu makan dan keluar kamar. Berarti aku lebih pinter dari Rama, ya?"

Mendapati respons Arsen yang kelewat narsis, Mia melayangkan tatapannya ke laki-laki itu. "Kamu tuh bisa banget, ya?" Mia berkata sambil menahan tawa.

"Emang bener, kan? Kalo waktu itu aku nggak ngeberaniin diri nyamperin kamu... aku bakal buang-buang waktu kayak Rama. Ngebiarin istrinya diculik bertahun-tahun."

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang