19. Own You

5K 235 8
                                    

Mia membeku. Hampir kaku seperti kayu yang menjadi tumpuannya. Arsen melepaskan kecupan singkatnya yang terasa manis. Lelaki itu membuka mata dan menatap Mia, mencari sesuatu yang bisa dibahasakan dari sorot mata wanita itu.

Menatap Arsen dan merasakan embusan napas berat lelaki itu di kulit wajahnya, Mia memejamkan mata. Tubuhnya melunak. Tangannya yang semula bertumpu pada kayu di belakangnya, kini berpindah ke leher Arsen. Dan dengan hanya sedikit gerakan, Mia menghapus jarak antara dirinya dengan lelaki di hadapannya. Dibalasnya kecupan manis Arsen tadi. Dilepaskannya kerinduan yang selama ini membekapnya dalam bahagia semu.

Ada banyak perasaan yang terangkum dalam aksi keduanya yang terus saling memagut. Kerinduan akan perasaan yang luar biasa ini, keinginan untuk terus bersama yang setiap detiknya terus bertambah semakin besar, juga ketakutan akan kenyataan yang menunggu di garis depan. Selain itu, hasrat dan feromon sialan juga tak ketinggalam mengikuti setiap aksi mereka.

Keduanya tak saling mengelak, ketika perlahan pagutan itu kian berubah menjadi eksplorasi terhadap bagian tubuh lainnya.*

*Di sini aku nggak akan terlalu detail karena sepertinya banyak bocil. Buat yang mau full scene ini bisa melipir ke karyakarsa akun ayurespati dengan judul "HEROIN BAB 19-21". Sekalian baca duluan, karena di karyakarsa udah sampai BAB 50. (Kalo nggak juga nggak pa-pa, karena kita tau lah mereka ngapain :D )

****

Arsen tiba di sebuah hotel di Surabaya. Tidak terhitung berapa kali Arsen berkunjung ke kota ini, mengingat Surabaya merupakan salah satu lokasi penting dalam peta bisnis dan membuat Arsen sering kali bertolak ke kota ini.

Arsen memeriksa ponselnya dan mendapati panggilan tak terjawab dari Mia. Sambil melonggarkan kancing kemejanya, ia menelpon balik kekasihnya itu.

Ya, sejak malam itu, keduanya resmi menjalin hubungan kembali.

"Kenapa, Sayang?" sapa Arsen.

"Nggak pa-pa, tadi mau nanya sesuatu aja soalnya ada paket atas nama kamu. Aku... agak takut, itu beneran dari kamu atau orang iseng."

"Oh, dari marketplace ya? Itu alat aku pesen biar apartemen kamu lebih safety aja. Nanti aku tunjukin caranya pas dateng."

Di seberang sana, Mia tersenyum. "Makasih ya, Sen."

"Sama-sama."

"Kamu lagi dimana sekarang? Udah kelar agendanya?"

"Baru nyampe hotel nih. Tadi habis meeting, terus muter-muter butik nyari kado buat Moza. Lusa dia ulang tahun."

Mia terdiam, ia meremat tangannya demi menahan gejolak di dadanya.

"Oh... terus gimana? Udah dapet?"

"Udah. Sekalian aku minta kirim ke rumahnya juga."

"Hmmm... ya. Bagus deh."

Arsen merasakan adanya perubahan nada bicara dari Mia. Ia pun segera menambahkan. "Sama cari oleh-oleh buat kamu juga tadi," imbuhnya.

"Oh ya?" sahut Mia dengan nada ceria.

"Iya... besok malem aku usahain mampir. Can't wait to see you."

"Me too..."

Keduanya mengucap rindu yang sama sebelum sambungan mereka terputus.

****

"Ada kiriman buat Mbak Moza," kata Mbak Salma, asisten rumah tangga di rumah Moza, begitu pintu kamar Moza terbuka.

Moza yang tengah merapikan penampilannya di depan cermin, menoleh. Lalu menerima paket yang terbungkus dalam sebuah paper bag. Dibukanya paket itu setelah Mbak Salma keluar. Tampak sebuah kotak pipih warna merah beserta selembar kartu ucapan. Moza membaca kartu itu sekilas, tepat sebelum ponselnya berdering. Diliriknya nama yang terpampang di layar, kemudian mengangkatnya.

"Happy birthday, Moz!" sapa si penelpon yang tak lain adalah Arsen, bahkan sebelum Moza mengucap halo atau semacamnya. "Udah buka kadonya?"

"Ini lagi dibuka..." Moza diam sejenak, matanya melebar ketika mendapati delapan belas shades lipstick series keluaran brand ternama. "Banyak banget, Sen. Kamu kira aku mau buka salon? Pake ada shade ungu lagi."

Di seberang sana, Arsen terkekeh pelan. "Siapa tau kamu lagi mau pasang mode galak?"

Moza tersenyum. "Akhirnya bukan sepatu atau parfum lagi," sindir Moza, yang selama ini sudah hafal kado yang akan diberikan Arsen untuknya. Setiap tahun, ia seperti mendapat jatah rutin sepatu atau parfum dari Arsen, sehingga bukan surprise lagi karena sudah tertebak.

"Abis kamu bilang barang yang pasti kamu suka cuma dua itu doang. Daripada mubazir dan nggak kepake, ya mending cari aman," sahut Arsen yang sudah hafal wangi parfum kesukaan Moza, juga ukuran kaki wanita itu.

"Ya sekali-kali improve dong."

Arsen berdecak. "Selalu salah ya, jadi cowok. Ngasih yang jelas disukai salah, ngasih yang nggak cocok salah."

Moza tertawa renyah mendengar keluhan Arsen. "Derita kaum kamu..." Moza melanjutkan tawanya. "Anyway, thank you, ya..."

"Mau dirayain di mana?"

"Nggak tau. Bunda 'kan yang biasa heboh kalo soal ginian. Paling cuma garden party doang, makan sama keluarga. Itu pun kalo orangnya lengkap. UKamu udah balik dari Surabaya emang?" tanya Moza, mengingat tiga hari lalu Arsen bilang ada agenda bisnis ke Surabaya untuk beberapa hari.

"Udah. Agendanya dipadatin. Jadi bisa pulang cepet," jelas Arsen.

"Ya udah, nanti aku kabari kalo jadi," sahut Moza, yang kini sudah berjalan ke arah mobilnya. "Oh iya, Ayah titip pesan ke kamu. Katanya makasih banyak udah beresin soal kemarin. Kamu dulu kok bisa main baseball sama si brasta brasta itu sih? 'Kan kamu nggak jago olahraga."

"Dia junior kita waktu kuliah. Suka ngumpul bareng di kafenya Richie. Kamu kerjaannya di perpus mulu sih. Jadi nggak kenal sama geng elit," ledek Arsen.

"Kan udah ada kamu. Sayap aku yang ke mana-mana," balas Moza yang langsung membuat Arsen terkekeh pelan. "Eh iya, udah baca artikel dari majalah N&B? Pertunangan kita dimuat, muka kamu kaku banget pas difoto!"

"Udah. Udah banyak yang ngontak Papa juga untuk kasih lampu hijau buat dia maju malah."

"Bagus deh. Nggak sia-sia kamu gelagepan sambil megang mic gara-gara aku lamar."

"Moz! Kamu nih ya....Mau sejam kita telponan, yang ada aku abis kamu roasting!" keluh Arsen, yang disambut tawa oleh Moza. "By the way... Akhir minggu ini kita jadi jengukin Om Frans 'kan?"

"Yaps... banyak agenda kita. Aku udah list semua. Jengukin Om Frans, dateng buat support kampanye papa kamu, nongol di launching resortnya Mam Gina. Kamu siap-siap keok aja."

Arsen menghela napas, mengingat kewajiban mereka sebagai anak. Demi memuluskan apa yang ingin dicapai dan dipertahankan oleh keluarga, mereka mau tidak mau ikut terlibat. Keduanya pun mengakhiri percakapan pagi itu.

-----------------to be continued

Cielah, adil banget kamu Sen... Bisa perhatian ke dua2nya.

Arsen be like : Senangnya dalam hati... bila beristri dua~

 bila beristri dua~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang