16. The Kiss

Mulai dari awal
                                    

"Are you still painting?" tanya Arsen. Suaranya jauh lebih lirih dari sebelumnya.

"No." Mia memalingkan wajah. "A potrait of you... is the last painting I did."

Arsen menangkap raut yang coba disembunyikan oleh Mia. Jemarinya tergerak meraih wajah perempuan itu, hingga wajah itu menghadapnya lagi.

"Apa sedalam itu? Aku nyakitin kamu... sampai kamu setrauma ini."

Mia tidak suka pembicaraan ini. Ia hanya ingin menyusuri pelangi keindahan. Membuka kembali memorinya bersama Arsen, tanpa menyertakan luka yang ditorehkan laki-laki itu di masa lalu.

Tangan Mia bergerak menyambut jemari Arsen yang singgah di pipinya. "Can we stop talking about this? Buat aku, yang terpenting kamu ada sekarang."

Mia tersenyum pelan. Gerakan sudut bibirnya yang tertarik ke atas, membuat wajah yang terlampau jarang menunjukan ekspresi itu semakin manis. Arsen menyukai cara Mia tersenyum, terlebih tersenyum untuknya.

Tangannya masih berada di pipi Mia, dengan tangan wanita itu yang menangkupi punggung tangannya. Mia tak mengatakan apa pun lagi. Namun, ia dapat mendengar suara napas Mia yang teratur karena jarak di antara mereka berdua yang cukup dekat.

Perlahan, Arsen memajukan wajahnya. Tangannya yang masih berada di pipi Mia, menarik lembut wajah itu untuk memutus jarak di antara mereka. Saat jarak itu nyaris tak bersisa, Arsen menghentikan aksinya sesaat.

Dilihatnya mata Mia yang terpejam. Keraguan yang sempat menyelimutinya terkikis sudah. Arsen melanjutkan aksinya dengan mendaratkan bibirnya tepat di bibir wanita itu. Seperti sepasang merpati yang menanti waktu untuk bersua, keduanya larut dalam buaian perasaan yang mengempas resah dan nestapa.

Ciuman itu menumpahkan curah rasa yang tak lagi sanggup diwujudkan dalam padanan kata dan bahasa. Arsen merapatkan jarak dengan Mia. Kecupan lembut itu perlahan berubah menjadi ciuman dalam yang menyulut gairah.

Menerima Arsen, kedua tangan Mia kini melingkari leher pria itu. Tubuhnya perlahan menyatu dengan gravitasi bumi hingga berakhir terbaring di atas sofa. Tangan Arsen mulai turun ke bahu Mia. Berlanjut dengan menanggalkan beberapa kancing kemeja yang digunakan wanita itu. Bersama gerakan tangannya, bibirnya bergerak untuk menjelajah bagian tengkuk Mia. Dihirupnya campuran aroma citrus dan mawar yang tersisa di kulit Mia, bercampur dengan harum aroma tubuh wanita itu.

Telinganya dapat mendengar suara Mia melenguh beberapa kali, hingga panggilan itu mengiringi di sela-sela lenguhan Mia.

"Ngh... Sen...," panggil Mia, yang mulai menahan bibirnya untuk mengeluarkan lenguhan berikutnya.

"Hmm..." Arsen menyahut seadanya. Aktivitasnya di leher Mia terasa menyita perhatiannya, sehingga tak mampu untuk membagi perhatiannya dengan hal lain.

Tangan Arsen terus bergerak demi menemukan kulit punggung Mia yang tersembunyi di balik kain bajunya. Ia semakin merapatkan tubuh itu ke wajahnya yang kini sudah nyaris menuju area dada Mia.

"Arsen!" Panggilan Mia berikutnya diikuti tubuhnya yang bergerak. Tangannya sudah tidak lagi dikalungkan di leher lelaki itu.

Seolah baru tersadar akan suara Mia yang berhasil menariknya dalam luapan nafsu, Arsen menghentikan aksinya. Ia masih tak bergerak dari posisinya, menunggu reaksi Mia berikutnya.

Bersamaan dengan itu, suara Mia kembali terdengar. "Nggak sekarang."

Ucapan itu sukses menghantam Arsen telak. Mengembalikan akal sehatnya yang beberapa detik sebelumnya terlempar entah ke mana. Ia segera melepaskan diri dengan memundurkan tubuhnya.

"Mia, sorry... aku... maaf."

Keduanya kembali duduk di sofa dengan kepala tertunduk. Mencoba meredam napas dan detak jantung yang masih terasa memburu.

Dengan suara parau, Arsen memecah keheningan. "Is it your first time?"

Mia mengangguk.

Pertama kali. Arsen menerjemahnan makna kalimat itu. Seketika ia didera rasa bersalah, haru, namun juga rasa sayang yang berlipat-lipat. Ia pun meraih Mia ke dalam pelukan. Dalam dekapan itu, keduanya meresapi perasaan yang tanpa mereka sadari, tak pernah mati. Justru berkembang semakin besar.

Arsen mengeratkan pelukan. Ia mengecup kening Mia, lalu menyerah terpejam dalam kantuk yang membungkusnya dalam mimpi.

---------------------------------to be continued

Duhhh, nggak sekarang ya Arsen...

Pulang dulu yuk. Cetak undangan sama ngurusin WO buat nikahan sama Moza

Seperti yang aku bilang, cerita ini sudah upload di karyakarsa sampai BAB 35 ya... berkunjung aja ke akun aku, "ayurespati", link yang ada di bio

HEROINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang