Chapter 65

46.7K 4.5K 791
                                    

Vote and comment please.
BGM : DAY6 - Letting Go
***

Sean tersenyum miris setelah mendengar semua penjelasan yang dikatakan oleh ayah dan juga ibunya.

Dia yang telah duduk di sofa ruangan kerja Roan, mengusap wajah, kemudian menyandarkan tubuhnya lalu tertawa pelan, masih benar-benar tidak percaya pada kenyataan yang baru saja dia terima dari kedua orang tuanya.

"Jadi semua ini rencana kalian? Kedatangan Aileen di pernikahanku dan kedatangannya sebelum dia menyakiti Hera adalah rencana kalian untuk menyadarkan perasaanku pada Hera?" Tanya Sean, suaranya menjadi sinis.

Dia meneggakan tubuhnya lalu kembali menatap kedua orang tuanya dengan tatapan kecewa.

Semua perkataan Irene dan Roan, orang tuanya, sangat mengguncang Sean. Seakan-akan dia baru saja mendapat tamparan keras,  tentang alasan kesialan yang terus menimpanya belakangan ini.

Bahwa kedua orang tuanya lah yang berada dibalik semuanya.

Perjodohan, pernikahan, kedatangan Aileen di pesta pernikahan Sean serta kedatangan Aileen di rumah sakit, melalui Helen dan juga Mina untuk mengganggu Hera... semua itu orang tuanya lakukan, hanya untuk sebuah alasan; agar Sean mau mengakui perasaannya.

"Omong kosong macam apa itu? Apa kalian tidak sadar bahwa hal itu sudah keterlaluan? Kami semua menderita karena itu." Desis Sean menggeram.

Rahangnya bergemeretak dan dia mengepalkan kedua tangannya dengan keras, mempertahankan kesabarannya dan mencegah dirinya untuk kelewatan batas.

Irene menatap Sean gelisah, "Sean ini tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Memangnya apalagi yang bisa aku pikirkan, Ma?" Ujar Sean, raut wajah menjadi frustasi.

"Semuanya hancur. Karena kejadian itu, pernikahanku sudah hancur, Aileen menderita dan Hera sudah pergi dariku... jadi tidak ada gunanya lagi menyadarkan perasanku pada Hera. Dia tidak mau menerimaku lagi."

Irene menghela, "Jika kami tidak melakukan hal itu untuk menyadarkan perasaanmu pada Hera, apa kamu akan akan mengakui perasaanmu dengan senang hati?"

Dia dan suaminya tahu benar, bahwa mereka melakukan semua ini semata-mata untuk kebaikan Sean, karena sampai kapanpun mereka tidak ingin Sean terjerumus dengan hubungan bersama Aileen... wanita yang tidak akan pernah mau mencintai Sean.

"Yang akan kamu lakukan adalah tetap mempertahankan Aileen sekaligus menginginkan Hera. Kamu tidak bisa memilih,  dan keegoisanmu akan membuat mereka berdua terluka. Tidak ada satupun wanita yang suka diperlakukan seperti itu, Sean." Kata Irene.

Sean tersenyum dingin mendengar perkataan ibunya, dan gemeretakan rahangnya semakin kuat.

"Lalu apa karena itu Mama dan Papa merasa berhak melakukan semua ini? Mama dan Papa merasa berhak ikut campur pada pernikahanku dan hubunganku?!"

Sean tiba-tiba berteriak dan Roan menggebrak meja dengan sangat keras.

"Sean!"

"Aku lelah Ma, Pa." ujar Sean, tidak memperdulikan orang tuanya yang mulai marah dengan pemberontakan yang dia lakukan.

"Bisakah kalian memberikan kebebasan padaku untuk menjalani hubungan yang kuinginkan, sekali saja? Aku bukan anak kecil yang harus didikte lagi."

"Aku bisa mengurusi hidupku."

Roan dan Irene tidak menjawab, mereka menatap putra tunggal mereka dengan hening. Tatapan kecewa yang di tunjukan Sean sama sekali tidak mereda, dia justru menatap kedua orang tuanya dengan marah dan juga letih.

"Dan ya, aku akan mengakui perasaanku tanpa Mama dan Papa melakukan ini semua." desah Sean.

"Aku hanya membutuhkan sedikit waktu untuk mempertimbangkannya dan menyiapkan perasaanku, karena bagaimanapun Aileen adalah wanita yang lebih dulu menjalani hubungan denganku daripada Hera."

"Aku tidak mungkin langsung mencampakannya setelah bertemu wanita lain. Aku pernah melakukan kesalahan, dan aku tidak mau melakukan kesalahan dua kali."

Sean menarik napas dengan susah payah, kemudian bernapas dengan pelan mencoba mengurangi perasaan sesak yang tahu-tahu mengekang dadanya begitu erat.

"Aku tidak mau pernikahanku dengan Hera  terjadi karena paksaan orang lain atau terpaksa. Aku mau pernikahan kami terjadi karena kami saling mencintai, aku menerimanya dan dia menerimaku." Ujar  Sean.

Dia menyeringai, tersadar karena merasa apapun yang sudah dilakukannya selama ini adalah omong kosong yang tidak ada artinya sama sekali.

"Tapi bukankah sekarang sudah terlambat? Dia meninggalkanku selama berbulan-bulan tanpa mau mendengarkan penjelasanku, dan semua orang terdekatnya tidak memberikanku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Sean tertawa pelan, "Dia mencampakanku, setelah mengatakan akan memberikanku kesempatan untuk memperbaiki diri. Tapi itu semua bohong, dia menipuku, lalu sekarang aku tau ternyata orang tuaku berada dibalik semua kekacauan yang terjadi diantara kami."

"Apa aku harus menyerah saja dan membiarkannya pergi?"

"Sean." Irene menyela, wajahnya berubah khawatir.

"Jika dia terluka karenaku, dan aku terluka karena menginginkannya, bukankah keputusanku sudah benar untuk melepaskannya?" Ucap Sean dan perasaan sesak itu semakin parah menggenggam dadanya.

"Sean." Panggil Irene lagi, kali ini suara wanita senja itu melembut.

Dia menatap anaknya yang kondisinya terlihat begitu tersiksa dan berantakan karena hubungan pernikahannya sendiri dengan tatapan prihatin.

"Aku akan mati karena terus merindukannya Ma, setiap hari aku memikirkannya, menyalahkan diriku sendiri atas apa yang terjadi diantara kami, dan bahkan mati-matian bertahan... tapi dia bahkan tidak peduli. Semua orang tidak peduli." Kata Sean, putus asa.

"Semuanya hanya menyalahkanku, mengatakan padaku bahwa ini salahku, kacaunya pernikahan kami adalah salahku dan dia yang melarikan diri adalah salahku."

"Padahal kenyataannya adalah Hera tidak memberikanku kesempatan, semua orang tidak bisa melihat dari sudut pandangku bahwa aku takut melangkah padanya karena aku tidak mau diperlakukan seperti Aileen memperlakukanku lagi, dan semua orang yang menuntutku untuk langsung mencampakan Aileen."

"Tidak semudah itu Ma, Pa... kumohon, kalian harus mengerti."

Sean menunduk, lalu mengusap wajahnya yang terasa kebas dan mati rasa dengan kasar... dia masih berusaha untuk membungkam kuat-kuat akal sehatnya yang terus menerus berkata agar Sean melepaskan semuanya, menghentikan usahanya dan mengabulkan apa yang Hera inginkan karena sudah muak dengan kesakitan yang Sean alami beberapa bulan ini.

Sudah terlalu lama.

Akah sehatnya selalu mengatakan hal itu.

Sean sudah terlalu lama menahan Hera, namun tidak mendapatkan kesempatan apapun untuk mempertahankan dan menjelaskan segalanya.

Jadi jika Hera sudah memutuskan untuk menghentikan semuanya, maka Sean yang selama ini bertahan, tidak ada artinya lagi.

Sean mengambil napas, "Hera pernah berkata padaku; Cinta itu mutual. Aku merasakannya, dia merasakannya. Aku menginginkannya dan dia mengingikanku."

Dia menatap ibu dan ayahnya dengan lelah.

"Tapi sekarang dia sudah tidak menginginkanku lagi dan semua orang sudah tidak menginginkan kami bersama lagi... jadi apa lagi yang harus aku perjuangkan?"

Kali ini, setelah sekian lama bertahan dan berpikir dia bisa memperbaiki segalanya... Sean merasa harus menyerah.

Jika dia terus memaksa untuk menggenggam Hera yang bahkan tidak menginginkannya, maka yang tersisa hanya kesakitan bagi mereka berdua.

Jadi dia harus melepaskan... mengabulkan apa yang diinginkan Hera, karena Sean rasa hanya itu satu-satunya cara agar mereka berdua bisa bahagia kembali.

***

With love.
Nambyull

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang