Prolog

155K 7.4K 267
                                    

"Apa yang kau katakan kepada orangtua ku?"

Sean Aldarict menahan amarahnya saat menerobos masuk menuju salah satu ruangan bagian bedah milik seorang wanita yang sudah mengacaukan setiap harinya.

Dia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Kesabarannya sudah habis, toleransinya sudah di ambang batas dan setiap sikap yang wanita itu lakukan padanya, sudah sangat keterlaluan.

Terlalu banyak masalah yang wanita itu perbuat, dan setiap masalah itu selalu berhasil menyinggung harga diri Sean, menghancurkan reputasi serta nama baik yang dia pertahankan mati-matian selama ini.

Sudah tidak ada cara lain lagi, mulai sekarang Sean harus menghentikannya.

"Hai dokter tampan."

Hera Travoltra, salah satu dokter bedah kardiotoraks yang terkenal punya citra buruk di hadapan semua orang itu, tersenyum melihat kedatangan Sean di ruangangannya.

Dia tengah sibuk mewarnai kukunya, menggantinya menjadi warna pink kesukaannya, mengabaikan tumpukan kertas yang memenuhi mejanya serta laporan koas dan alat-alat kedokteran yang berserakan di lantai.

Tidak ada yang tidak mengenalnya, sikapnya yang serampangan membuat hampir semua orang selalu membicarakannya.

Perayu, pemalas, besikap sesukanya, amibisius, dan—yang paling tidak disukai semua orang, berlagak paling berkuasa di rumah sakit ini hanya karena Ayahnya baru saja di angkat jadi dokter kepala.

Reputasi buruk itu belum berhenti disana, ada berberapa skandal yang belakang terus menyeretnya.

Sebagian orang berkata bahwa dia adalah wanita simpanan salah seorang dewan terkenal, sebagian lain berkata bahwa dia sedang bermain api dengan salah satu investor rumah sakit sehingga ayahnya bisa di promosikan langsung setelah dokter Arest turun jabatan, namun yang paling hangat adalah kabar tentang kelakuannya yang suka menghabiskan malam dengan keluarga pasien yang tampan sebagai bayaran lain karena dia telah menyelamatkan pasien itu.

Singkatnya, semua orang selalu menanggap dia adalah 'wanita liar'.

"Apa yang kau katakan kepada orangtua ku?" Sentak Sean, tiba-tiba saja menggebrak meja Hera, membuat wanita itu langsung mengernyitkan dahi bingung.

"Apa?"

Sean menggertakan rahangnya, dia selalu benci dengan wajah polos milik wanita itu, seolah-olah apa yang dikatakannya tidak benar meski dia yakin seribu persen bahwa di setiap masalah yang menimpahnya, wanita itu ada dibalik semuanya.

"Jangan berpura-pura tidak tau Hera Travoltra, katakan padaku apa yang kau katakan pada orangtuaku hingga mereka menyetujui perjodohan bodoh ini?!"

Hera tertawa, "Ah, itu."

Dia mengangguk-angguk. Tampak tidak begitu peduli karena dia malah kembali ke kegiatan awalnya, mewarnai kukunya.

"Aku hamil."

Sean tersentak, pikirannya seketika buntu, "A-apa?"

Hera mendesis, meletakan kuas pewarna kukunya ke meja dan menatap Sean dengan senyum penuh kemenangan.

"Aku sedang hamil, aku mengatakan itu kepada orangtuamu."

Suara Sean tertahan, pikirannya tanpa bisa tercegah menariknya kembali pada malam itu—malam yang paling di sesalinya, malam yang membuat segalanya hancur berantakan, serta malam dimana dia mendapati dirinya memeluk wanita di hadapannya ini... tanpa sehelai benangpun di tubuh mereka.

"Brengsek! Kau—"

"Kau lah yang memperkosaku malam itu. Aku sudah memintamu berhenti, tapi kau tetap memilih melanjutkannya kan?" Hera menyela perkataan Sean.

Senyumnya merekah semakin lebar.

Berbeda dengan Sean, wajah pria itu berubah frustasi, menyesali segalanya—menyesali dia yang setuju datang ke acara pesta lajang salah satu dokter yang satu bagian dengannya, menyesali dia yang melihat Hera yang mengenakan pakaian yang sangat terbuka malam itu.

Menyesali dia yang mendatangi Hera yang sedang di goda oleh pria lain malam itu, menyesali dia yang tidak suka pada pemberontakan Hera setelah dia membelanya.

Menyesali dia yang menarik Hera ke salah satu kamar di bar itu.... dan menyesali dia yang tidak bisa menahan rasa kesal yang membutakannya malam itu.

Dia menyesali segalanya.

Dan rasanya Sean akan segera gila karena orangtuanya justru menyambut hangat segala omong kosong dari wanita itu.

Brengsek!

"Kau menjebak ku."

Tuduh Sean tidak masuk akal. Dia menatap Hera dengan tatapan muak.

"Kau pasti memasukan sesuatu dalam minumanku."

Hera terkejut, mulutnya terbuka tidak terima.

"Maaf?"

Wanita itu mengeraskan rahangnya saat bangkit dari duduknya, berjalan menuju Sean dan mendorong bahu pria itu dengan salah satu telunjuknya.

"Aku mengakui kalau aku memang tertarik padamu, tapi itu tidak berarti aku sudi melakukan tindakan rendahan seperti itu untuk mendapatkanmu." Geramnya.

Dia menunjuk wajah Sean tidak senang, "Asal kau tau! Masih banyak pria yang menginginkanku diluar sana, jadi jangan terlalu besar kepala dasar brengsek!"

Sean menghela, dia mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, berusaha untuk tetap masuk akal dalam situasi gila ini.

"Baik." Katanya.

"Kita akan menikah."

Dia menatap Hera muak.

"Kau puas?! Kau puas sudah menghancurkan hidupku?"

Hera membuka mulut, bersiap untuk membalas perkataan Sean sebelum pria itu melanjutkan perkataannya dan membuat Hera terdiam.

"Aku benar-benar tidak menyukai wanita licik seperti mu."

Kemudian pria itu berbalik, meninggalkan ruangan Hera dengan gebrakan pintu yang membuat dada Hera bergemuruh kuat. Perkataan pria itu selalu menyakitinya, selalu saja membuatnya sangat terluka.

"Tidak."

Tangan wanita itu mengepal, tidak mempedulikan pewarna kukunya yang berantakan karena hal itu.

"Aku tidak akan puas menghancurkan hidupmu sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan."

Dia menatap pintu tempat pria itu menghilang dengan benci, tidak sadar bahwa air mata telah menuruni pipinya.

"Dan yang kuinginkan adalah hidupmu." Suaranya bergetar.

Dia menarik nafas kuat. Dia belum pernah merasa begitu ingin mengalahkan seseorang dalam hidupnya, sebelum ini.

"Aku menginginkan hidupmu Sean, aku menginginkan hidupmu menjadi milik ku... hanya milik ku."

***

With love,
nambyull

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang