Chapter 58

43.3K 4.6K 696
                                    

Vote and comment please.
***

Sudah tengah malam dan Hera masih tidak bisa tidur.

Dia memang kesulitan tidur semenjak trisemester kehamilannya terlewat, seperti sudah terbiasa, namun meski night sickness-nya telah berakhir tetapi selalu ada perasaan aneh yang terus menganggung Hera setiap malam.

Perasaan yang membuatnya tidak nyaman dan sesak seolah-olah ada bagian tubuhnya yang selama ini sudah terpenggal dan tertarik keluar darinya tanpa dia sadari.

Namun Hera selalu membiarkannya, dia mengabaikan perasaan itu dan akan jatuh tertidur pada pukul sepuluh atau sebelas malam setiap harinya.

Tapi kali ini dia sama sekali tidak bisa tidur, meski Hera sudah beberapa kali membalikan badannya ke samping, menutup matanya, berusaha untuk membuat tubuhnya relaks, dia sama sekali tidak berhasil.

Dia benar-benar tidak tenang, karena itu Hera menyerah, kemudian membuka matanya dan menatap jendela ruang rawatnya yang sudah ditutup gorden dengan nanar.

Ruangan ini tamaram, hanya ada lampu tidur redup di atas ranjang dan karena dia meminta orang tuanya dan pelayan untuk tidak menjaganya hari ini, ruangan rawat VIP ini terasa sangat sunyi.

Nyaris tidak ada suara selain mesin uap oksigen yang sedang menyala untuk melembabkan udara di dalam ruangan ini.

Hera menarik napas, menegakan tubuhnya untuk bersandar pada headboard ranjang dan berniat menghidupkan TV agar mengantuk ketika tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, lalu seseorang memasuki ruangannya.

Hera menoleh.

"Kamu belum tidur?" suara pria yang sudah tidak dia dengar lima hari ini, terdengar.

Hera terkejut, namun segera meredam hal itu untuk dirinya sendiri.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Dia menatap Sean yang sedang mendekati ranjangnya dengan datar.

"Aku ingin melihatmu." Jawab pria itu.

Hera melirik jam dinding di dekat TV kemudian berdecak.

"It's 12 am."

"Aku tau."

Hera menghela,"Aku mau istirahat, pergilah."

"Ada yang ingin aku katakan."

Hera tidak menjawab, dia memperhatikan pria itu dengan lekat di tengah ruangan tamaram yang sama sekali tidak bisa menyembunyikan kekacauan yang terjadi pada pria itu.

Kemeja putih yang lusuh, lengan kemeja yang di gulung hingga ke siku, dua kancing kemeja yang terbuka, wajah yang lelah serta kantung mata mengitam yang semakin parah.

Sean sudah terlihat seperti ini sejak tiga bulan lalu, tapi menatapnya dalam jarak sedekat ini dan tidak mau mengatakan apa-apa membuat Hera terenyuh.

Sebagian tubuhnya berteriak menyadarkannya bahwa perbuatannya sangat salah, tapi Hera tidak bisa beranjak, dia tidak mau, dia tidak akan menghancurkan pertahanan yang sudah mati-matian dia ciptakan.

Dia berharap pria itu bersedih atas dirinnya... atas perpisahan yang akan terjadi diantara mereka. Dan sampai sekarang, Hera masih mengharapkan hal itu terjadi.

"Aku—aku bisa memilih."

Hera tidak memberikan reaksi ataupun menjawab perkataan pria itu.

"Kau bertanya padaku dua bulan lalu, jika kau mau pulang bersamaku apakah aku bisa memilih?" Tanya Sean, dia berdiri lima langkah dari ranjang rawat Hera.

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang