Chapter 22

34.4K 3.9K 329
                                    

Vote and comment please.

***

"Apa yang kau katakan kepada orangtua ku?"

Sean Aldarict untuk pertama kalinya, menerobos masuk ke ruangan salah satu dokter bedah bagian kardiotoraks.

Mengabaikan sikap profesional yang selalu melekat padanya dan mencari-cari sosok yang sejak lama sudah terlalu banyak menguji kesabarannya.

"Hai."

Hera Travolta, terlihat sama sekali tidak terkejut dengan kedatangan Sean yang tiba-tiba.

Wanita itu malah tersenyum. Sibuk mewarnai kukunya, menggantinya menjadi warna pink, dan mengabaikan tumpukan kertas yang memenuhi mejanya serta laporan koas dan alat-alat kedokteran yang terlihat berserakan di lantai ruangannya.

"Apa yang kau katakan kepada orangtua ku?" Sentak Sean.

Dia berjalan masuk, lalu menggebrak meja Hera dan menatapnya dengan pandangan kesal.

"Kenapa?" Tanya Hera santai.

Tidak peduli jika wajah pria yang setiap hari terlihat datar tanpa ekspresi itu, hari ini terlihat begitu marah.

"Jangan berpura-pura tidak tau Hera Travoltra, katakan padaku apa yang kau katakan pada orangtuaku hingga mereka memaksaku menerima perjodohan bodoh ini?!"

"Ah."

Hera menoleh pada Sean sebentar.

"Itu."

Dia mengangguk-angguk. Tampak tidak begitu peduli karena dia malah kembali ke kegiatan awalnya, mewarnai kuku-kukunya.

"Aku hamil."

Sean terkejut, langsung membelak pada Hera dengan pikiran yang mendadak buntu.

"A-apa?"

Hera mendesah malas, dia lalu meletakan kuas pewarna kukunya ke meja, menatap Sean dengan tatapan penuh.

Berpura-pura polos dengan sebelah senyum kemenangan yang membuat keterkejutan Sean terintimindasi.

"Aku sedang hamil, aku mengatakan itu kepada orangtuamu." Kata Hera jelas-jelas.

Sean terdiam.

Ingatannya tanpa bisa tercegah, kembali pada malam itu.

Malam dimana dia jadi hancur berantakan, malam dimana dia kehilangan akal sehatnya hanya karena wanita itu terus saja mempermainkannya, serta malam dimana dia untuk pertama kalinya merasa gila karena rasa ingin memiliki atas wanita itu benar-benar membunuhnya.

"Brengsek! Kau—"

"Kau yang memperkosaku malam itu, Sean." Hera menyela perkataan Sean, wajahnya berubah serius.

"Aku sudah memintamu berhenti, tapi kau tetap memilih melanjutkannya, kan?"

Sean tidak menyembunyikan raut frustasinya.

Hera benar, satu-satunya orang tidak waras yang membuat malam panas diantara mereka akhirnya terjadi adalah dia.

Sean bahkan masih saja menginginkan Hera keesokan paginya. Seakan pengkhianatan yang dia lakukan, perselingkuhan yang dia buat, sama sekali tidak masalah untuknya meski Hera adalah sebuah langkah besar yang sejak awal harusnya dia hindari mati-matian.

Tapi ini salah.

Malam itu adalah kesalahan.

Sean tidak bisa membiarkan kesalahan itu merenggut Aileen dari sisinya lagi.

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang