Chapter 14 A

38.4K 3.8K 213
                                    

Vote and comment please.
BGM : Red Velvet- Psycho
***

"Sayang!"

Sean sedang mengenakan dasi didepan kaca ruang tengah ketika pintu apartemennya tiba-tiba saja terbuka pagi itu, menampilkan sosok wanita senja yang sedang membawa beberapa bungkusan makanan dan tengah rersenyum sumringa kepadanya.

"Mama?"

Sean mengerutkan dahinya, merasa aneh karena tidak menyangka bahwa ibunya akan mendadak datang ke apartmentnya.

Dia tidak ingat kapan tepatnya... tapi ibunya sudah lama sekali tidak mendatanginya ke apartment, kalau dia tidak salah, mungkin sudah sejak delapan bulan lalu?

"Apa yang Mama lakukan disini?" Tanya Sean bingung.

Nyonya Aldarict mengendikan bahu, mengabaikan pertanyaan putranya sambil berjalan menuju pantri, memasukan makanan-makanan yang dia bawa ke piring dan meletakannya di meja makan.

"Memastikan kamu sarapan." Jawab nyonya Aldarict enteng.

Dia melirik Sean yang masih belum mengenakan dasinya dengan benar sambil berdecak, kemudian setelah menata makanan, dia menggerakan tangan menyuruh Sean agar mendekat.

"Sini, mama bantu pasangkan."

Sean tidak membantah saat berjalan mendekati ibunya, pun ketika nyonya Aldarict sedang menyimpulkan dasinya dia tidak juga membuka suara.

Kedatangan ibunya benar-benar membuatnya kebingungan, aneh sekali.

Setelah memastikan bahwa pakaian putranya sudah rapi, nyonya Aldarict memaksa Sean untuk duduk di bangku meja makan, menyodorkan makan dan minuman yang dia siapkan tadi, masih dengan senyuman yang benar-benar membuat Sean merasa terganggu.

Sean akhirnya menghela, dia menatap ibunya menyerah.

"Ada apa, Ma?"

Nyonya Aldarict menggeleng, "Tidak ada, Mama hanya senang bisa melihatmu seperti tadi malam, memangnya tidak boleh?"

Sean mengerutkan dahi tidak mengerti.

"Terlihat sangat hidup, persis seperti sebelum semuanya terjadi."

Sean terperangah, tidak menatap ibunya ketika pembahasan tentang kejadian yang tidak pernah mereka sebutkan itu kembali dibahas.

Nyonya Aldarict tahu-tahu memegang tangan Sean, mengusap tangan putranya itu dan masih tersenyum, namun raut wajahnya mendadak berubah sedih dan prihatin.

"Apa dia masih tetap tidak bisa menerima mu?" Tanya Nyonya Aldarict hati-hati.

Meksi dia tahu bahwa kondisi hubungan anaknya dengan perempuan itu sudah sangat tidak bisa lagi tertolong.

"Dua hari lalu Mama datang ke tempatnya."

Sean cepat menoleh, raut wajahnya marah, "Kenapa Mama datang kesana? Aku sudah bilang—"

"Dia tidak tertolong." Nyonya Aldarict menyela.

"Ma."

"Jangan menyakiti dirimu sendiri, Sean."

"Aileen tidak pernah bisa berbahagia denganmu, dan jika kau tidak sadar... kau juga selama ini tidak pernah bisa berbahagia bersamanya. Lepaskan dia, nak kalian berdua berhak bahagia."

"Cukup Ma!"

Sean tiba-tiba saja berdiri dan menggebrak meja, membuat Nyonya Aldarict terperanjat, namun segera menghela nafas lelah atas kekeras kepalaan anak semata wayangnya itu.

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang