Chapter 11

45.4K 4.1K 347
                                    

Vote and comment please.
BGM : Hailee Steinfeld, Bloodpoop®️ - Capital Letters
***

"Bagaimana kabar pekerjaanmu sayang?"

Hera mengangkat bahu ketika mengambil salah satu roti isi dari meja makan dan mengecup pipi ibunya.

Dia baru saja keluar dari kamar setelah bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit sebentar lagi.

Semalam ibunya meminta Hera untuk bermalam di rumah, ada yang ingin dibicarakan, katanya, tapi Hera yakin bahwa itu artinya Hera akan diceramahi dan dinasehati akan sesuatu hal yang sama sekali tidak penting lagi.

Maksudnya, apa ini tentang hobi Hera yang suka ke bar dan mengganggu pria? Oh yang benar saja, bukankah orang tua Hera sudah tau tentang itu sejak lama?

Lagipula, bukankah Hera sudah terlalu tua untuk diatur-atur?

Hera tentu saja berniat menolaknya, tapi ibunya berjanji akan mengiriminya tas sepulang dari Paris besok minggu, jadi mau-tidak mau dia akhirnya datang, meski dia sampai agak larut, tadi malam.

"Baik Bun, tapi kalau Ayah mau berbaik hati tidak memasukan ku dalam tim yang isi anggotanya tukang gossip semua, mungkin bisa lebih baik lagi." Kata Hera, dia meminum jus jeruk yang baru saja dituangkan ibunya ke gelas.

"Mereka hanya mencari perhatian." Ayahnya yang sedang membaca koran di ujung meja tahu-tahu membalas, membuat Hera berdecak sinis.

Nyonya Travoltra tersenyum, melihat tingkah kedua anak-ayah yang selalu berdebat itu adalah hal yang paling disukainya.

Hera dan Aldebaran sangat mirip.

Sikap, kelakuan dan juga cita-cita... Hera seperti perwujudan Aldebaran dalam bentuk perempuan, meski yah, Hera sedikit lebih sulit diatur daripada Aldebaran.

Dulu sebelum masuk sekolah menengah pertama, Hera pernah berkata bahwa pekerjaaan dokter adalah pekerjaan yang paling keren di dunia... peris seperti apa yang dikatakan Aldebaran saat dia dan nyonya Travoltea masih di sekolah menengah atas yang sama.

Karena itu, daripada memaksa Hera mengikuti jejak ibunya sebagai seorang pengacara.. nyonya Travoltra lebih memilih membiarkan Hera mengikuti cita-citanya jadi apapun yang dia inginkan.

"Ohya, Bunda baru ingat! Kemarin ada undangan dari ibunya Romeo Arvino untuk perayaan baby shower cucu pertamanya besok malam. Kita semua harus datang."

Ibunya kembali berkata, dia mendadak teringat dengan undangan yang dia terima dari nyonya besar Arvino saat mereka membicarakan pemindahan kepemilikan beberapa berkas apartemen, kemarin malam.

Hera menoleh, dia yang sedang memakan sarapannya langsung menggeleng tidak tertarik, "Uh uh, aku sibuk."

Ibunya melirik tuan Travoltra seraya mengernyit, "Bukankah jadwal operasimu baru lusa akan dimulai? Ayah memberitahu Bunda semalam."

Hera mengangguk.

"Iya, Bun tapi ada hal yang harusku urus." Tambahnya tidak bersemangat.

"Ayah jadi teringat pada dokter Sean."

Aldebaran Travoltra tiba-tiba menyela diantara percakapan mereka, membuat Hera mengerutkan dahi dan langsung menatapnya aneh.

"Apa hubungannya dengan pria itu?" Tanya Hera bingung.

Ayahnya mengangkat bahu, menyeruput kopinya lalu menatap Hera dengan tatapan seolah dia akan memulai introgasinya segera setelah ini.

"Kamu harus minta maaf padanya, Hera."

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang