"Jangan konyol dokter Sean. Saat perjodohan kita, kau bahkan mengatakan aku telah menjebakmu dan menghancurkan hidupmu? Bukankah itu sudah cukup menandakan bahwa kau juga tidak menginginkan pernikahan ini?"

Sean tidak bisa menjawab, perkataan Hera memberikan pukulan telak padanya hingga dalam sepersekian detik berikutnya ingatan-ingatan tentang penolakan Sean atas pernikahan mereka menghujami kepalanya.

"Aku benar?" Tanya Hera.

Dia menarik tangannya lagi, lalu mundur, mengambil beberapa langkah aman agar Sean tidak bisa menggapainya dan meremas tagannya lagi.

"Dokter Sean, aku benar-benar ingin tahu wanita seperti apa aku dalam kepalamu. Murahan kah? Gampangan kah? Atau wanita yang hanya diinginkan untuk jadi pemuas nafsu?" ujar Hera.

Dia sama sekali tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang menatap mereka berdua penasaran.

Mereka memang berdiri agak jauh dari kerumunan, tempat brosur dan standee yang jarang di kunjungi, karena niat awal Hera menuju ke sini adalah untuk menenangkan diri dan emosinya setelah melihat pria itu membawa kekasihnya ke pesta amal dokter Arest.

Hera tidak terkejut.

Dia tahu pria itu bisa saja melakukan hal seperti ini, toh mereka memiliki hubungan jelas yang sudah hampir semua orang tahu.

Kekasih.

Tapi Hera tetap saja tidak bisa menghindari rasa sakit yang semakin hari semakin parah menyerang rongga dadanya sejak pernikahan sialan itu.

Seakan ada lubang yang menganga dalam tubuhnya, besar sekali hingga Hera tidak tahu bagaimana cara dia agar bisa menutupi luka itu dan membuatnya kembali seperti semula.

"Apa kau pernah berpikir bahwa aku bisa saja bosan dengan mu?" kata Hera pelan.

Dia menghela, kemudian mendongak pada mata Sean yang sedang menatapnya dalam.

"Apa maksudmu?"

"Ayo kita bercerai."

Hera mencengkram gaun disisi tubuhnya dengan kuat, dia menanti reaksi seperti apa yang akan Sean perlihatkan pada keputusan yang terus-terusan menghantuinya, membuatnya takut dan gelisah selama hampir dua bulan.

Tapi pria itu diam saja, berdiri dengan wajah dingin yang tidak bisa Hera baca.

Hera jadi bertanya-tanya, apakah vonis yang dia berikan ini cukup kuat untuk mengguncang Sean? Membuatnya merasa remuk dan hancur seperti saat pria itu memutuskan menolong kekasihnya daripada Hera?

"Aku tidak membutuhkanmu sebagai ayah anak ini lagi karena kau juga tidak mau. Jadi daripada kau merasa terus aku permainkan dan terjebak pada pernikahan ini, bagaimana kalau kita berpisah saja? Kau bisa menikahi wanita itu sebagai gantinya."

Hera merasakan ada sesuatu yang meremas kerongkongannya dan membuat pertahanan tubuhnya pelan-pelan terkikis saat membayangkan bagaimana pria di hadapannya ini tersenyum, cemburu, terkejut, terusik dan melakukan semua yang telah dia lakukan pada Hera dengan wanita itu.

Tapi dengan sekuat tenaga dia menahan diri.

"Berhenti menguji kesabaranku." Sean meringis.

Masih tidak bereaksi dan akhirnya membuat Hera mengangkat senyum dan tertawa sinis.

"Aku tidak menguji kesabaranmu dokter Sean. Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya kau inginkan dariku? Apa kau ingin aku terus berada di sampingmu bersama wanita itu? Kau menginginkan kami berdua?"

Hera berdecih, "It's selfish as fuck, by the way."

Hera tidak menunggu untuk menambahkan, "And for your information, aku adalah wanita egois yang tidak suka berbagi. Aku tidak bisa diam saja melihat priaku berada di tangan wanita lain."

at: 12amWhere stories live. Discover now