7 - Peringatan Keras

586 119 6
                                    

"Jadi kemaren itu gue juga kaget pas tiba-tiba tuh anak ngakunya anak komplek gue. Mulanya gue gak percaya, tapi pas nanya satpam, ternyata dia juga kenal." Gema bercerita.

Saat ini dirinya sedang berjalan ke arah parkiran bersama Digo dan Gio. Beberapa anak sudah pulang lebih dulu tanpa mengganti baju.

Tasnya tersampir manis di bahu kanan. Kemeja berantakan tidak dipedulikan. Sesekali tangannya akan mengusap peluh yang menetes dari dahinya. Gema itu memang super santai. Wajahnya tampan, sifatnya humoris dan menyenangkan, belum lagi kelihaiannya bermain basket membuat Gema kerap menjadi idola. Harusnya sempurna jika saja apa yang Gema bawa ke sekolah merupakan motor besar mengkilap, bukan sepeda.

Tapi kalau ada yang bertanya mengapa, jawaban Gema akan sederhana. Karena dirinya tidak suka memakai barang mewah yang bukan merupakan hasil kerja kerasnya sendiri.

"Kok gue baru tau kalo di komplek lo ada anak seimut dia?" tanya Gio.

"Iya, gue juga baru tau," balas Digo.

Mereka berdua memang pernah main ke rumah Gema. Biasa, sekadar ngumpul-ngumpul sambil main game atau juga sengaja menginap agar bisa ngobrol bareng.

"Omongan lo berdua kayaknya ada typo, Nyet," Gema memberi tahu.

Gio dan Digo saling pandang bingung. "Apa?" tanyanya serempak.

"Itu yang lo bilang dia imut. Imut mata lo meletus."

"Yailah, abaikan aja kenapa sih." Gio mendengkus halus, "tapi serius. Gue emang baru tau kalo lo sekomplek sama Aletta." Dibalas anggukan kepala oleh Digo.

Gema mengendik tidak perduli. Apapun alasannya, kehadiran Aletta di komplek perumahannya yang baru ia tahu itu memang seperti bencana untuknya.

"Gue juga baru tau, katanya sih baru pindah satu taunan ini. Gak pernah keluar rumah mungkin."

"Asli sih, tuh anak udah kaya ditakdirkan buat lo gitu. Tiba-tiba sekelas, tiba-tiba sekomplek, dua taun lagi tiba-tiba nikah deh." Gio bersorak heboh. Berusaha mengejek Gema dengan kalimat yang dibenci cowok itu.

"Gigi lo minta gue cabutin?" tanya Gema datar.

Gio hanya tertawa sambil mengulurkan jemarinya membentuk huruf V. Memberi tahu jika dirinya hanya bercanda.

"Tapi ya, Ma," Digo menepuk bahu Gema. "Kalo lo pacaran sama dia, gue rasa lo gak bakal rugi-rugi banget. Oke, dia emang agak cerewet, tapi dia itu cantik, Bro."

Menurut Gema, secantik apapun perempuan, kalau dirinya tidak suka, ya mana bisa dipaksa? Apalagi Aletta itu jauh sekali dari definisi kalem, akan sulit baginya untuk mengakui gadis itu.

"Gue gak suka cewek pecicilan gitu. Udah kodratnya cewek tuh dikejar, lah dia malah ngejar. Murahan dan bukan tipe gue banget. Gue risih kalo deket cewek se-absurd dia." Gema menjelaskan. Bukannya sok jual mahal atau bagaimana, tapi Gema memang benci dengan perempuan yang terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya. Apalagi sampai mengejar seperti Aletta. Menggelikan menurutnya.

"Yailah, gak gitu juga kali, Ma. Banyak kok cewek kaya Aletta di luar sana."

Gema menoleh ke arah Gio, "Lo ngebela dia mulu, suka mah ambil aja. Gue gak minat sama hadiah ciki kaya dia."

"Kalo ngatain orang emang paling-paling lo. Inget ya, Ma, dosa ditanggung sendiri."

Gema hanya mengendik menanggapi ucapan Gio. Di belokan terakhir, tangannya merogoh sesuatu dari saku celananya. Satu batang rokok ia tarik dari bungkus berwarna hitam itu. Setelah diselipkan di bibir, Gema segera merogoh pemantik. Asap keputihan menguar tak lama kemudian.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now