50 - Kurcaci yang Hilang

441 81 38
                                    

"Heh, ngapain lo duduk di kursi gue?"

Pertanyaan itu terlontar saat Digo melihat Gema duduk di kursinya, tepat di samping Billy teman sebangkunya.

Gio pun tak kalah bingung dengan Gema yang tiba-tiba pindah tempat duduk. "Lo lagi marahan sama bini lo?" tanyanya.

Gema tahu sebutan 'bini' yang dimaksud Gio adalah Aletta. Karenanya ia hanya mendengkus sambil membuang muka. Kalau ada yang ingin tahu, ia benar-benar tidak ingin berurusan dengan Aletta untuk satu hari ke depan. Terserah Aletta mau merengek sampai mengemis sekalipun, ia tidak akan pindah duduk ke kursinya lagi.

Digo melirik dua kursi kosong di belakang. Itu adalah kursi Gema dan Aletta. Bel masuk sebentar lagi akan berbunyi, tapi Aletta belum datang, dan Gema duduk di tempat lain.

"Sumpah ya, Ma. Ini masih pagi, gue baru nongol dan gak niat ribut juga. Mendingan buruan pindah ke kursi lo sebelum Aletta dateng. Nanti kalo dia koar-koar kuping lo juga yang pegel."

Tidak menghiraukan ucapan Digo, Gema justru menangkup dagunya dengan satu tangan. Tidak berniat pindah ke kursinya sendiri.

Hal itu tentu saja membuat Digo geram. "Oy! Jangan malah betah di tempat gue, bego. Buruan pindah!" suruhnya lagi.

"Dia emang lagi marahan kayanya," komentar Gio geleng-geleng. "Heran. Rumah tangga belum seumur jagung udah pisah ranjang. Lama-lama cerai ini mah."

"Diem!" seru Gema dan Digo bersamaan. Gio langsung kicep. Gema bahkan sampai menoleh ke belakang karena kesal.

Paginya diiringi dengan dua makhluk berisik, Gema tidak menyangka bahwa hidupnya akan sekurang beruntung ini. Tidak pernah ada ketenangan. Setiap hari selalu ada saja makhluk berisik yang mengganggunya. Kalau tidak Aletta, ya Digo dan Gio.

Pegal karena Gema tak kunjung pindah juga, Digo akhirnya mengalah dan duduk di kursi Gema. Matanya terus memperhatikan pintu kelasnya yang masih terbuka, bersiap menyambut kedatangan Aletta yang mungkin akan kecewa karena Gema pindah begitu saja.

"Ngomong-ngomong, Aletta tumben belum dateng. Telat apa gimana?" tanya Digo.

Gio mengangguk. "Iya tuh, lagian tumbenan beberapa hari ini lo jarang bareng sama dia. Biasanya itu si Aletta nempel mulu sama lo," sambarnya kemudian.

"Jangan-jangan dia sakit?"

"Lo hamilin, Ma?" Gio berucap ngawur. Setelahnya, sebuah jitakan mendarat di kepalanya. Berasal dari Gema yang mau repot-repot mengangkat tangan hanya untuk memukul Gio.

Punya teman yang ketinggalan pembagian otak itu memang susah. Bicaranya seenak jidat dan tidak dikontrol. Kalau guru sampai mendengar, bisa salah paham nantinya.

"Gak usah nanya dia ke gue mulu, gue bukan emaknya."

Bel berbunyi. Gema menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan. Matanya terpejam. Hari baru akan segera dimulai. Aletta mungkin akan sedikit kesal karena tindakannya, tapi ia melakukan hal itu semata-mata untuk menghukum Aletta agar gadis itu tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Lagi pula, duduk dengan Digo bukan hal yang buruk. Digo adalah teman yang enak diajak bicara. Bisa membaca situasi dan mudah memahami jalan pikiran orang lain. Aletta akan belajar sesuatu darinya.
Sepuluh menit berlalu, dan pintu kelas masih hening. Tidak ada tanda-tanda langkah kaki yang akan memasuki kelas. Entah itu Aletta atau guru.

"Ini Aletta beneran gak masuk, lo pindah lagi aja ke sini," kata Digo mencondongkan tubuhnya ke samping kanan.

Namun, karena Gema sangat paham bahwa Aletta adalah gadis tidak terduga, ia menolak tawaran Digo. Jika ia pindah, biasanya keajaiban akan terjadi, Aletta tiba-tiba datang dan ia tidak bisa menghindari gadis itu sepenuhnya.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant