18 - Curhat Part 1

417 88 12
                                    

Ingat satu hal, kalau menyukai seseorang, sewajarnya saja. Karena kalau orang itu tidak pernah melirikmu, yang terluka tentunya kamu, bukan dia.

***

Udara malam menembus melalui gorden jendela yang masih dibiarkan terbuka. Sepoi angin membuat kain itu sedikit berkibar. Cahaya rembulan terlihat cerah. Terbukti dari pantulannya yang memaksa menerobos kaca jendela.

Aletta duduk bersila di pinggir ranjang. Tangannya memeluk boneka beruang berwarna biru muda dengan ikat pita di lehernya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Jika malam biasanya ia sudah terlelap, kali ini berbeda.

Tidak bisa dipungkiri, semua perkataan Gema terngiang begitu jelas di telinganya. Mulai dari kejadian di jalan raya, di UKS, sampai di kantin. Gema itu memang galak dan menyebalkan, tapi tadi siang merupakan perlakuannya yang paling kejam. Aletta benar-benar bingung harus berbuat bagaimana.

Matanya jatuh pada frame foto di atas nakas. Aletta meraihnya. Gadis yang tidak lain adalah dirinya itu tergambar di sana. Sedang dipeluk oleh seorang cowok yang memasang tawa.

"Aku harus gimana?" gumamnya.

Keheningan yang menjawab. Aletta mengusap wajah cowok yang berada di foto. Tawanya lebar sekali. Mengingatkannya pada Gema yang sedang bercanda dengan teman-temannya.

Saat diam-diam bibirnya mengulas senyuman, pintu kamarnya berderit terbuka. Aletta sontak mendongakkan kepala dan mengerjap begitu tahu ada siapa di sana.

"Ayah," panggilnya.

Pria paruh baya yang dipanggil ayah oleh Aletta geleng-geleng kepala sambil melipat kedua tangan di depan dada. Ia berjalan ke arah Aletta kemudian duduk di depan puterinya.

"Udah jam berapa ini, Ta? Tumben belum tidur? Kenapa?" tanya ayahnya beruntun. Lalu matanya beralih menatap jendela yang masih terbuka. Dingin yang menusuk merembes masuk ke dalam baju yang ia kenakan. Ia menghela nafas saat mengingat bahwa anaknya suka sekali dengan udara malam.

Aletta memandangi ayahnya. Sosok yang paling dekat dengannya sejak kecil. "Ayah sendiri belum tidur. Kenapa?" Aletta balik bertanya.

Ayahnya tersenyum lalu mengacak gemas surai panjang Aletta. "Ayah baru aja nyelesain pekerjaan ayah. Sengaja mampir ke sini sebelum tidur. Eh, taunya anak ayah malah masih bangun." Jelasnya membuat Aletta menyipitkan mata.

"Masa? Gak biasanya Ayah kerja sampe selarut ini? Ayah lagi berantem ya sama bunda?" goda Aletta menahan tawa.

Ayahnya tergelak mendengar ucapannya.

"Kamu ini sok tau. Besok itu ayah ada meeting pagi, jadi sengaja nyiapin berkasnya malam ini supaya besok gak ribet."

Aletta manggut-manggut saja. Mungkin memang benar, walaupun ia sendiri akan lebih percaya jika ayahnya bilang sedang bertengkar dengan ibunya. Maklum saja, peraturan utama di rumahnya adalah setiap penghuni harus sudah tidur pada jam sembilan malam. Ibunya yang membuat peraturan itu. Katanya, kesehatan itu nomor satu. Jika memang ada yang belum tidur melebihi waktu yang sudah ditentukan, pasti ada sesuatu.

Aletta ingat, pernah sekali ia memergoki ayahnya sedang menonton televisi di ruang keluarga pukul dua dini hari. Ia kira ayahnya tidak bisa tidur, jadi ia membiarkan saja. Dan ternyata, besok paginya tidak ada yang berbicara di meja makan. Ibunya diam, dan ayahnya seperti orang kikuk.

Dari sana semuanya akan terasa aneh jika salah satu dari orang tuanya ada yang bergadang.

"Kamu sendiri kenapa belum tidur?" tanya ayahnya setelah beberapa saat.

Bukannya menjawab, Aletta justru menatap ayahnya penasaran. "Yah, aku penasaran deh gimana ayah sama bunda waktu pacaran dulu. Bisa ceritain, gak?" tanyanya mendekatkan diri.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now