19 - Curhat Part 2

382 79 3
                                    

Kamu berhak menolak perasaan seseorang, tapi kamu tidak pernah memiliki hak untuk mengendalikan perasaan orang itu.

**

Gema harus terlonjak kaget saat mendengar suara derit pintu. Ia dengan cepat menolehkan kepalanya ke belakang. Terkejut saat mendapati ibunya sudah berada di dalam kamarnya. Tangannya melepaskan bola basket yang sejak tadi dipegangnya, beralih meletakkan bola itu di atas nakas.

"Mama!" pekik Gema kesal.

Sedikit saja, sempat terlintas bahwa yang membuka pintu barusan bukanlah manusia. Tentu saja pikiran Gema berkeliaran ke mana-mana. Saat ini jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Seluruh lampu ruangan di rumahnya sudah mati kecuali lampu depan dan lampu halaman, jadi sudah pasti sepi.

"Kamu kok belum tidur?" tanya ibunya bergerak mendekat.

Wanita yang memakai piyama berwarna biru muda itu mendekati Gema dan duduk di sisi ranjang hati-hati. Mengikuti instruksi Gema yang meletakkan telunjuknya di depan bibir, memberi tahu kalau ibunya tidak boleh berisik, atau anjing besar yang sedang tidur di sampingnya akan terbangun.

"Gigi tidur di kasur lagi?" tanya ibunya lagi.

Gema mengangguk pelan. "Aku yang minta. Mama ngapain ke sini?"

Sedikit saja wanita berusia empat puluhan itu mengira jika Gema berlebihan. Mana mungkin seekor anjing mengerti jika disuruh tidur di kasur. Tidur di kasur aja sini sama gue. Atau mungkin Gema menyuruhnya dengan kalimat lebih lembut seperti, ayo jangan bobo di lantai, dingin.

Dasar anak itu, gumam ibunya dalam hati.

Saat beberapa orang di kompleksnya memelihara hewan seperti anjing untuk menjaga rumah, Gema justru menjadikan peliharaannya sebagai teman. Saat mereka membuat kandang di luar rumah dan membiarkan anjingnya berjaga, Gema tidak melakukan hal itu. Katanya, anjing itu bukan pembantu.

Peliharaan tidak pernah meminta bayaran atas pekerjaannya menjaga majikan, dan majikan juga tidak bisa membayar hewan peliharaan, jadi sudah sewajarnya tidak diperlakukan seolah mereka dibutuhkan untuk melindungi sesuatu. Memberi makan, mengurus dan memperhatikan kesehatan hewan peliharaan adalah kewajiban yang harus dilakukan saat memutuskan untuk mengadopsi hewan, bukan timbal balik untuk mendapatkan keuntungan.

"Tadi mama ambil minum di dapur, terus gak sengaja liat pintu kamar kamu sedikit kebuka. Niatnya cuma mau nutup, tapi liat kamu masih bangun, mama jadi masuk. Kenapa belum tidur?"

Gema memandang ibunya. Menimang apakah harus bercerita atau tidak.

"Kenapa? Ada masalah? Mau cerita sama mama?"

Tiba-tiba Gema teringat hari-hari sebelumnya saat ia tidak bisa tidur. Karena merupakan anak tunggal, posisinya selalu diutamakan. Ia selalu menjadi prioritas orang tuanya, apa yang ia mau pasti dituruti. Jadi tidak heran, saat sudah sebesar ini, ia tumbuh menjadi anak manja yang keras.

Saat tidak bisa tidur, Gema ingat dirinya sering membangunkan ibunya untuk membuatkan susu atau camilan. Memaksa ibunya itu bangun dan berkutat di dapur. Ibunya tidak pernah menolak. Semua keinginannya, seegois apa pun itu, pasti dituruti. Dan Gema tahu, karena malam-malam itulah ia sudah bercerita banyak hal pada ibunya.

Pikirannya bercabang. Gema teringat kejadian saat di mana ia meninggalkan Aletta begitu saja padahal gadis itu habis keserempet mobil. Lalu berganti dengan kejadian di mana ia dengan terpaksa mengantarkan Aletta ke UKS. Semua perkataannya terngiang jelas sampai sekarang, dan sialnya itulah yang membuatnya tidak bisa tidur.

Shit!

Tidak ada satu orang pun yang boleh mengira bahwa itu karena ia mulai menyukai Aletta. Sama sekali tidak. Sejak pulang sekolah, ia menyadari bahwa perkataannya sudah keterlaluan. Seperti perkataan Digo, Aletta itu manusia biasa yang tidak bisa memilih mau jatuh cinta pada siapa. Dan seperti perkataan ibunya, mau seaneh apa pun Aletta, dia tetaplah seorang perempuan.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now