6 - Adu Mulut

610 122 10
                                    

"Gema, aku mau nemenin kamu!" kekeuh Aletta sejak beberapa menit lalu.

Saat ini dirinya masih berada di kelas bersama dengan Gema dan dua teman cowok itu. Sedangkan temannya yang lain sudah pulang sejak sepuluh menit lalu.

"Gak usah!"

"Tapi aku tetep mau nemenin kamu."

"Tapi gue gak mau ditemenin sama lo."

"Ihh, padahal kan niatku baik."

"Gue bilang enggak ya enggak!"

Jawaban yang sama, tapi Aletta tetap saja memaksa. Kalau diibaratkan, Gema dan Aletta itu layaknya dua orang yang sedang terjebak di sebuah ember. Gema mati-matian berusaha keluar dari ember itu, sementara Aletta terus saja menariknya agar kembali terjebak.

Gema keras kepala. Dia tidak mau Aletta terus-terusan mengintilinya layaknya buntut. Dan Aletta tak kalah keras kepala. Dia tidak bisa menerima penolakan dari Gema. Sepedas apapun itu. Walaupun lelah, Aletta tetap saja berlari.

"Aku gak nakal kok. Paling cuma liatin kamu aja. Boleh ya?" pinta Aletta dengan nada memohon.

Kunyahan di mulut Gema memelan. Dia heran sebenarnya terbuat dari apa Aletta itu. Kenapa keras kepala sekali?

"Gue risih kalo deket-deket lo mulu. Pulang aja sana! Nanti bonyok lo nyariin."

Kali ini Aletta menggeleng cepat. Sambil menarik seragam Gema yang sudah bersiap meninggalkan kursi, gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal. Padahal mereka baru kenal beberapa hari, tapi sikap Aletta justru cenderung seperti orang yang sudah kenal lama saja.

"Gak pa-pa kok aku tungguin kamu dulu. Lagian kan kita sekomplek, jadi gak bakal dicariin sama Ayah sama Bunda. Soalnya kan ada Gema. Jadi biar Gema aja yang jelasin nanti."

Digo dan Gio di kursi seberang saling pandang bingung. Sejak kapan?

"Oy!" Gema ngegas. Justru itu yang tidak dia inginkan. Kenal dengan Aletta saja dia malas, apalagi jika harus berurusan dengan orang tuanya.

"Ta!" panggil Gema berusaha selembut mungkin. Padahal tetap saja nada suaranya tinggi. "Lo pulang aja gih, gak usah ngeribetin gue. Lagian gue baliknya lama. Bisa sampe jam lima atau jam enam."

"Gak pa-pa kok, bakal aku tungguin. Sebentar segitu mah."

Kali ini Digo dan Gio geleng-geleng kepala. Mereka berdua ini memang repot sekali. Padahal Gema tidak perlu susah payah mengusir jika Aletta ngotot mau ikut, toh tanggung jawabnya ada pada gadis itu sendiri. Sedangkan Aletta jauh lebih ngeyel lagi, sudah berkali-kali diusir tetap saja berdiri tegak. Padahal Gema itu bukan orang spesial, kenapa musti dikejar sampai segitunya?

"Lo itu cewek, gak baik pulang telat."

"Gak pa-pa, aku bisa telepon Bunda dulu."

Gema tidak mengerti harus bagaimana lagi berbicara dengan Aletta. Jawabannya selalu saja tidak apa-apa. Memang iya, karena yang kenapa-napa itu dirinya, bukan Aletta. Kalau Aletta sih mau dijual ke luar negeri oleh orang asing juga bodo amat.

"Udah lah, Ma. Biarin aja dia mau kaya gimana. Idup-idup dia ini," kata Digo menengahi. Lelah juga rasanya menjadi penonton tidak dibayar.

Seperti kambing conge yang kerjaannya hanya mendengarkan dan melihat. Giliran menyuarakan pendapat, sama sekali tidak diperdulikan.

"Ya bukan gitu," Gema menoleh cepat, "Kalo dia ikut terus diculik sama Dajjal nanti pasti minta tebusannya ke gue. Soalnya kalo lagi sama gue tuh anak pasti lupa sama bonyoknya. Males ah gue!" Hela nafas panjang terdengar, "walaupun sebenernya gue lebih ngarep dia diculik, sih."

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now