29 - Untuk Pertama Kali

333 60 6
                                    

Seluruh pasang mata memperhatikan Aletta yang berjalan bersama Gema memasuki kelasnya. Atau lebih tepatnya, mereka semua melihat perban kecil yang menempel di pelipis Aletta.

Guru yang mengajar di jam kedua belum datang. Entah terlambat atau memang tidak mengajar. Berjalan mendekati mejanya, Gema disambut pertanyaan heboh yang secara tidak langsung menyalahkannya.

"Eh, Ma. Itu anak orang lo apain? Perasaan tadi baik-baik aja, kenapa sekarang ada luka? Wah, parah banget sih ini. Gema udah main kasar," ujar Digo menarik kursi mendekati Gema.

Gema membiarkan Aletta lewat kemudian setelahnya ia duduk di kursinya.

"Jangan-jangan—" Ucapan Gio terputus saat Gema dengan cepat memotong.

"Gak usah ngeluarin dugaan yang aneh-aneh. Nih bocah cuma kejengkang di tangga," ujar Gema.

Di depan Gema, Runi melotot. "Eh, goblok!" serunya memukul  kepala Gema dengan buku tulis miliknya.

Refleks Gema langsung memegang kepala kemudian menoleh ke depan. "Harus banget lo gampar gue pake buku?" tanyanya kesal.

Runi tidak menggubris protesan Gema. "Lo bego, ya? Masa orang kejengkang di tangga lo bilang cuma doang. Cuma apanya? Itu bahaya, Gema!" paparnya lagi.

Di sampingnya, Fiko menggeleng pelan dengan mata melotot. "Yang, jangan kasar ngomongnya!" larangnya memberi peringatan.

Mereka-mereka itu, Gema tidak habis pikir kenapa selalu berkoar tanpa bertanya terlebih dahulu? Kejadian sebenarnya saja tidak tahu bagaimana, tapi sudah berani nuduh macam-macam. Memang dasar teman kurang ajar.

"Aku gak pa-pa kok," kata Aletta menjawab semua kekhawatiran teman-temannya.

Namun, seperti kebanyakan perempuan dengan 'gak papa-nya' mereka, hal itu justru menambah rasa khawatir teman-teman Aletta. Karena, perempuan dengan kata 'gak pa-pa' adalah sesuatu yang harus diwaspadai.

Gak pa-pa, tapi diam-diam menangis.

Gak pa-pa, tapi memendam rasa kesal.

Gak pa-pa, tapi tiba-tiba sulit dihubungi.

Gak pa-pa, tapi marah-marah gak jelas.

Pokoknya kata 'gak pa-pa' yang keluar dari mulut seseorang perempuan adalah sebuah kutukan. Lain di mulut lain juga di hati. Itulah kenyataan yang tidak bisa terelakkan. Yang belum ada jawaban pastinya kenapa sifat perempuan harus merata seperti itu?

"Tenang aja, Ta. Cerita sini sama Aa Gio. Kalo lo disakitin sama Gema, biar gue yang bales nanti."

"Kalau enggak lo ngaku aja abis diapain sama Gema," balas Digo.

Runi mengangguk semangat. Ia memandang Aletta prihatin. "Gue tau emang berat jadi lo, selalu diperlakukan kejam sama Gema. Tapi mulai sekarang lo bisa bales dia, Ta," paparnya berapi-api.

Astaghfirullah! Kenapa gue merasa terzolimi?

Gema menghembuskan napas lelah. Ia mengulas senyum lebar untuk tiga orang yang sepertinya sudah bosan hidup di dunia kita yang kejam ini.

"Heh! Para kacung Firaun! Gak usah ngejelek-jelekin gue kaya gitu karena kalian gak tau kejadian yang aslinya tuh kaya gimana." Gema menoleh ke arah Aletta. "Jelasin sana sama mereka. Sejelas-jelasnya!" tuntutnya kemudian.

Aletta mengangguk patuh. "Tadi waktu disuruh keluar sama Bu Hanna, aku ngikutin Gema terus padahal udah diusir. Pas di tangga gak sengaja nyerobot jalan Gema, jadi Gema kaget terus badan aku gak seimbang. Makanya kejengkang di tangga," jelasnya membuat Digo, Gio dan Runi melongo serempak.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now