3 - Petir di Pagi Hari

821 158 5
                                    

Teman-temannya baru selesai berdoa saat Gema melangkahkan kakinya memasuki kelas. Guru bahasa Inggris yang sedang duduk di kursi depan memandang Gema dengan tatapan sengit.

Itu adalah guru baru mereka di kelas tiga.

"Siapa kamu?" tanya guru itu tidak bersahabat.

Gema menggaruk tengkuknya malu. "Saya murid sini, Bu." Sahutnya cengengesan.

"Saya gak punya murid yang nakal!"

"Tapi saya anak baik-baik, Bu."

"Kelakuanmu sendiri tidak kelihatan seperti anak baik-baik. Jadi saya harus nilai kamu dari mana?"

Gema langsung mencabut earphone di telinganya, mengeluarkan permen karet dari mulutnya lalu membuangnya ke tempat sampah yang berada di belakang pintu. Tanpa rasa bersalah ia berjalan kembali ke tengah kelas.

"Jadi sebenernya Ibu mau ngomentarin perilaku saya atau kepo sama kepribadian saya yang lain?" tanya Gema menaik-turunkan alisnya.

Satu kelas menutup mulutnya untuk menahan tawa. Ada juga beberapa yang saling berbisik kepada teman sebangkunya. Membicarakan keberanian Gema bercanda pada guru mereka.

"Kamu lagi ngelawak?" Guru itu balas bertanya. Kursinya berderit karena ia memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Gema.

"Saya nanya, Bu. Masa ngelawak."

Gurunya geleng-geleng kepala, "Mendingan kamu kasih tau saya alasan kenapa kamu bisa telat."

"Jadi gini, Bu..." Gema mulai bercerita.

"Pas di jalan mau ke sekolah saya ngelewatin kebun binatang. Terus binatang-binatang yang ada di dalemnya pada lepas, Bu. Saya kan baik nih ya? Jadi saya bantuin petugasnya dulu buat balikin binatangnya ke kandang. Lama itu, Bu. Berjam-jam. Padahal saya berangkat dari rumah jam tiga pagi."

Unfaedah.

Tentu saja siapapun tidak akan ada yang percaya dengan alasan Gema. Kebun binatang berada sangat jauh dari kawasan sekolah. Sangat tidak mungkin jika salah satu muridnya beralamat di sana.

Tapi bukan Gema namanya kalau tidak berbicara aneh dan mudah mengundang gelak tawa. Terbukti saat setiap sudut kelasnya seketika ramai dengan tawa karena ocehannya.

"Duduk kamu! Saya gak mau lagi dengerin ocehan gak masuk akal dari kamu. Kalau sekali lagi kamu telat di pelajaran saya, saya gak mau liat muka kamu di kelas saya selama satu semester."

Kejam sekali.

"Jangan gitu dong, Bu! Saya sih gak pa-pa, takutnya malah Ibu sama temen-temen di kelas yang kehilangan keceriaan karena gak ada saya."

"Duduk atau keluar!" bentak gurunya memijat pelipisnya pening. Baru hari pertama mengajar di kelas ini sudah emosi. Entah bagaimana hari-hari berikutnya?

Gema akhirnya memilih diam dan segera berjalan ke arah kursinya. Langkahnya ringan dengan senyum lebar yang terpasang. Mungkin tidak sadar kalau sejak tadi ada yang kurang dari kelasnya itu. Tapi apa?

Saat sampai di kursi, bola mata Gema membulat, tubuhnya ia jatuhkan langsung ke kursi dan bersandar bebas. Seolah baru saja kehilangan sebagian beban hidupnya.

Aletta tidak ada di kursinya.

"Alhamdulillah, hari ini pasti bahagianya pake Masya Allah." Gumam Gema mulai mengeluarkan buku.

Di sampingnya, Digo memerhatikan Gema yang bersemangat untuk belajar. "Tumbenan," katanya.

Gema menoleh, "Lagi dapet rezeki nomplok nih gue."

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now