51 - Kehadiran yang Berarti

437 83 45
                                    

Bodoh, tidak berperasaan, dan egois. Gema tidak menyangka bahwa dirinya akan menjadi pribadi yang begitu buruk. Ia dilahirkan oleh wanita dan pria hebat yang memiliki tutur kata lembut, menjaga martabat perempuan, sedangkan dirinya tumbuh menjadi anak tidak tahu diri.

Seumur hidupnya, baru kali ini rasanya Gema menyadari makna penyesalan yang sebenarnya. Jelas sudah tidak berguna, karena kata terlambat sudah lebih dulu menjelaskan semuanya.

Lorong rumah sakit yang dilewatinya tidak terlalu ramai. Aroma khas antiseptik menguar dari segala arah. Memenuhi indera penciumannya. Hawa dingin nan menusuk membuat bulu kuduknya merinding.

Gema sangat jarang ke rumah sakit. Mungkin bisa dihitung kurang dari lima kali sejak kelahirannya. Itulah sebabnya suasana di sana selalu terasa asing. Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya segala duka. Dan Gema tidak suka berada di sana.

Dari pihak guru, ada tiga orang yang menjadi perwakilan. Sedangkan dari perwakilan kelas ada empat orang yang datang. Farel selaku ketua kelas, Gio, Digo dan sudah pasti Gema. Mereka semua berjalan menuju ruang operasi setelah diberitahu oleh pihak resepsionis bahwa pasien bernama Aletta sedang menjalani operasi.

"Lo gak pa-pa?" Digo menepuk bahu Gema. Membuat cowok itu tersentak dari lamunannya.

Setelah menghabiskan banyak waktu di ruang UKS, Gema tenang saat akhirnya Digo datang dan menjemputnya untuk ikut ke rumah sakit. Tapi ketenangan itu hanya sementara. Sadar bahwa seseorang yang bisa dibilang paling dekat dengannya sedang dalam kondisi tidak baik, Gema kembali diliputi rasa bersalah.

Sampai di dekat ruang operasi, keringat dingin mulai membasahi wajah Gema. Dua orang yang ia pikir adalah orang tua Aletta sedang mondar-mandir. Pihak guru langsung menyapa dan mengungkapkan rasa khawatirnya. Mengundang derai air mata yang membasahi pipi ibu Aletta. Wanita yang masih terlihat muda itu terisak dalam di pelukan suaminya. Kelimanya langsung larut dalam pembicaraan.

Gema dan tiga temannya duduk di kursi lain. Digo berusaha menenangkan Gema saat cowok itu terlihat semakin pucat.

"Tenang, Ma!" pinta Digo memaksa.

Gema menoleh ke arahnya. "Gimana gue bisa tenang. Gue gak nyangka kalo Aletta bisa ada di ruang operasi. Bukannya itu berarti kalau kecelakaannya cukup parah?"

Bukannya membantu Digo menenangkan Gema, Gio yang sejak tadi diam justru menganggukkan kepala. Setuju dengan dugaan Gema.

"Kalo gak parah gak mungkin dioperasi," kata Gio lempeng. Tidak mengerti situasi.

Sontak saja Farel langsung memukul kepala Gio. Meminta cowok itu diam lewat pukulannya. Berbicara hanya membuat suasana semakin suram, lebih baik diam sekalian.

"Gak usah ngeduga yang aneh-aneh. Doain aja operasinya lancar dan Aletta bisa gabung lagi sama kita. Anak ceria kaya dia pasti sehat lagi kok," tutur Farel mencoba meredam rasa gelisah yang begitu kentara di wajah teman-temannya.

Kenyataannya justru berbeda. Ucapan Farel tidak sepenuhnya berhasil. Ketika orang ceria seperti Aletta jatuh sakit, suasana suram justru akan sangat mendominasi. Kehilangan seorang yang paling bersinar hanya akan menimbulkan mendung di sekitarnya.

Bisa dibilang, Aletta adalah pasangan serasi Gema si humoris. Teman sekelasnya selalu terhibur saat dua orang itu bertengkar hanya karena hal kecil. Gema yang terkenal ramah bisa berubah menjadi harimau liar saat di depan Aletta. Perubahan Gema saat di depan Aletta nyaris terlalu kentara. Semua orang menyadari hal itu, terlebih, hanya Aletta lah yang bisa membuat Gema memperlihatkan sisi lain dirinya.

Lalu, sekarang Gema memperlihatkan lagi sisi lainnya. Sisi rapuh yang belum diketahui orang lain, dan penyebabnya lagi-lagi adalah Aletta.

Tidak sampai sepuluh menit, pihak guru pamit pada kedua orang tua Aletta. Dilanjutkan Gema dan tiga temannya yang bersalaman dengan orang tua Aletta. Saat tiga guru sudah berjalan menjauh, Gema justru masih bergeming di tempatnya.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now