55 - Ingatan Masa Lalu

398 75 11
                                    

Aku tidak tahu berapa kali aku merasa kehilangan karenamu. Tapi asal kamu tau. Bersamaan dengan kehilangan itu, aku telah banyak menerima sesuatu darimu.

-Aletta Arviantha

***

Ibunya sering berkata bahwa ia adalah anak yang baik. Gema sadar bahwa ia tidak pantas mendapatkan pujian itu. Ia sering bersantai di jalan ketika berangkat sekolah, mengayuh sepedanya malas, dan berakhir sering terlambat. Di belakang kedua orang tuanya, ia bahkan berani merokok. Uang yang selalu diberikan untuk memanjakan, Gema pakai untuk mencari pelampiasan.

Itu semua Gema lakukan sejak masuk SMA. Jika sejak SD atau SMP ia berusaha menjadi anak baik, di SMA Gema justru mencari kesenangan lain. Tidak ada Gina di masa SMA-nya, hal itu membuat Gema berpikir bahwa ia tidak perlu khawatir karena tidak akan ada seseorang yang menceramahinya.

Awalnya, Gema pikir kenakalan-kenakalan kecil seperti itu banyak dilakukan orang lain. Ia mengira banyak anak seumurannya yang juga melakukan hal yang sama. Beberapa kali bolos ekskul, sengaja terlambat, dan merokok di sekolah.

Memang benar, beberapa temannya juga melakukan hal yang sama. Bahkan ada di antara mereka yang berani mengumbar kemesraan di muka umum. Tapi di samping itu, ada lebih banyak orang yang berusaha keras membangun masa-masa yang baik di sekolah agar masa depannya cerah.

Salah satu kelebihan yang dimiliki Gema mungkin adalah sifat ramah dan humorisnya. Lalu, kedatangan Aletta membangunkan sisi kejam dalam diri Gema.

"Halo, Gema."

Gema tidak tahu sejak kapan orang-orang mengenalnya sebagai seorang yang menyenangkan, karena hal itu berlainan dengan sikapnya pada Aletta.

Gadis tersenyum manis. Dari banyaknya luka yang sudah ia torehkan, sialnya Aletta seolah tidak mempedulikan hal itu dan terus menerimanya.

"Hai," sahut Gema.

Di sampingnya, Digo dan Gio berdiri. Ketiganya baru datang beberapa saat lalu. Kedua orang tua Aletta sedang ke kantin, Gema bertemu dengan mereka ketika dalam perjalanan menuju ruang rawat Aletta.

"Gimana keadaan lo, Ta?" tanya Digo.

"Udah lebih baik," sahut Aletta. Keadaan fisiknya sebetulnya tidak bisa dibilang begitu, tapi dari bicaranya siapa pun akan tahu bahwa Aletta jujur.

Gio ikut nimbrung. Ia melirik Gema sekilas. "Gema bisa manis juga ternyata. Setiap hari dateng ke sini buat jenguk lo. Baik sih, tapi gue yang bengek soalnya setiap hari diminta nganter sepeda dia ke rumahnya," adunya dengan nada lelah.

Digo tergelak mendengarnya, sementara Gema tidak terganggu dengan hal itu. Ia justru menepuk bahu Gio, mengatakan bahwa tidak ada salahnya membantu teman selama masih hidup.

"Gak masalah kalo dikasih ongkos, lah ini gratisan, Kampret!" umpat Gio di depan wajah Gema.

Rasanya ingin Aletta tertawa, sayangnya tubuhnya tidak bisa dibiarkan terlalu terbawa emosi. Sejak sadar, sebenarnya Aletta sudah beberapa kali melihat Digo dan Gio. Cowok itu beberapa kali menjenguknya, tapi ia tidak pernah membalas ucapan keduanya. Hal itu membuat Aletta merasa bersalah. Melihat dua cowok itu sekarang, ia tahu bahwa Digo dan Gio paham apa yang dirasakannya.

Digo dan Gio adalah orang baik. Gema beruntung memiliki dua teman sejati seperti mereka. Dan Aletta merasa turut beruntung karena menjadi bagian dari ketiganya.

"Ya udah deh, gue sama Gio ke kantin dulu. Laper nih. Mau nyari makan."

Digo meraih leher Gio, menariknya secara paksa.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu