38 - Di Taman Belakang

282 60 13
                                    

Aletta seharusnya senang, karena hari ini dirinya mengalami banyak hal yang membuatnya merasa 'untuk pertama kalinya' selama ia mengenal Gema. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Gema membawanya makan di taman belakang sekolah yang jarang sekali didatangi oleh siswa. Karena kebanyakan siswa menggunakan taman halaman utama untuk bersantai, berada di pekarangan depan sekolah.

Memilih kursi di dekat pohon mangga yang hampir mati, Aletta nyaman saja saat banyaknya dedaunan kering memenuhi pijakannya. Awalnya ia senang saat Gema memberinya izin untuk ikut bersama cowok itu, tapi saat melihat Gema membuka penutup kotak makannya dengan wajah penuh binar, Aletta menyesalkan tindakannya sendiri.

Kotak makan itu berisi nasi goreng dengan topping di atasnya. Ada tomat, beberapa potong sosis dan empat buah nugget. Tidak menunggu waktu lama, Gema mulai makan dengan kunyahan tenang. Wajahnya ceria dan beberapa kali terlihat tidak sabar untuk suapan selanjutnya.

Terpaksa Aletta mendesah panjang dan memilih untuk membuka kotak makannya sendiri. Menikmati nasi goreng buatannya yang seketika terasa hambar.

"Gue beli minum dulu deh," kata Gema meletakkan kotak makannya di sisi lain kursi.

"Gak usah, aku bawa minum kok."

Pandangan Gema langsung beralih pada Aletta. Sekarang ia memandang Aletta layaknya gadis TK yang tidak diperbolehkan jajan di luar sekolah oleh ibunya. Hampir setiap hari membawa bekal, bawa minum dan jarang kelihatan jajan.

Gema kembali duduk dan meraih botol air milik Aletta. Saat membuka penutupnya, sontak saja Aletta berjengit. Sadar bahwa ia dan Gema akan melakukan ciuman tidak langsung. Setidaknya itulah yang ada di pikirannya, tapi saat Gema meneguk air tersebut tanpa menempelkan botol minumnya ke bibir, segera ia bernapas lega.

"Kamu kenapa sering banget makan di sini, Gema?" tanya Aletta saat Gema mengembalikan minumnya. Cowok itu sekarang meneruskan makannya yang sempat tertunda.

"Kadang-kadang. Enak aja ngerokok di sini. Selain itu tempatnya juga gak terlalu berisik. Sepi. Apalagi kalo sendirian, pokoknya nyaman."

"Terus kenapa aku dibolehin ikut?"

Kunyahan Gema berhenti. Mulutnya terpaksa mendorong makanan yang masih ada di sana untuk segera meluncur ke tenggorokan. Ia memandang Aletta.

"Soalnya lo bilang lo bakal berhenti, jadi mungkin asik ninggalin kesan manis buat lo yang akhirnya tau gue gak bakal jadi milik lo."

Ya Tuhan, tolong samber gledek si Gema ini! pekik Aletta dalam hati.

Nafsu makannya hilang seketika. Setelah menutup kembali kotak makannya dan minum beberapa tegukan, Aletta memilih duduk menyerong agar bisa melihat Gema lebih leluasa.

"Mulut kamu itu ... emang pedes banget, ya?"

Gema mengendik tidak peduli.

"Udah tau kenapa masih suka?"

"Karena cinta gak bisa milih mau berlabuh di mana."

Yang Aletta dengar selanjutnya adalah gelak tawa Gema. Nyaring sekali. Nasi goreng milik Gema sudah hampir habis. Tersisa tomat dan dua buah nugget, tapi Gema menutupnya.

"Pertama, gak usah sok puitis. Kedua, cinta sama bego itu kadang-kadang beda tipis." Teringat sesuatu, Gema segera meralat ucapannya. "Ah, atau lo jadi bego karena cinta? Kayanya itu yang paling tepat."

Kenapa sih Gema sering sekali mendefinisikan dirinya dengan banyak angka?

Aletta ingin mengelak, tapi kenyataan justru berkata sebaliknya. Gema adalah orang pertama yang mendiami hatinya. Secara logika, terus bertahan setelah berulang kali tertolak plus terinjak tentu bukan hal remeh. Itu memalukan. Tidak ada yang mau diperlakukan seperti itu. Logikanya, jika sudah diusir ya pergi saja. Tamu yang tidak diundang hanya akan dipandang sebelah mata.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now