21 - Salah Sangka

379 73 6
                                    

Jangan lupa vote & komen:)

***

Bel masuk belum berbunyi saat Aletta dan Gema sampai di sekolah. Gema langsung pergi setelah memarkirkan sepedanya. Meninggalkan Aletta yang langsung berlari mengejar langkahnya. Cowok itu melambat di lorong utama lantai satu. Seperti biasa, mulai membalas sapaan akrab dari siswa lain yang memanggil namanya. Kadang Gema hanya tersenyum, kadang membalas dengan tawa sambil menepuk bahu siswa yang menyapanya, kadang juga mengulurkan tangan untuk membalas tos.

Gema dengan kepribadiannya, adalah satu hal yang mudah disukai oleh orang lain.

Tepat di anak tangga menuju lantai dua, seorang gadis berlari melewati Aletta dan berjalan di samping Gema. Cowok itu menoleh saat dipanggil. Aletta ... terabaikan di belakang.

"Denger-denger bakal ada pertandingan persahabatan buat anak basket?" tanya gadis itu.
Gema mengangguk menanggapi pertanyaan gadis itu. Aletta tidak mengenalnya, gadis itu juga bukan berasal dari kelasnya, tapi mereka terlihat cukup akrab.

"Sama anak mana?" tanya gadis itu lagi.

"SMA Rajawali," jawab Gema.

"Mereka yang ke sini?"

Lagi, Gema mengangguk pelan. Kemudian cowok itu bertanya, "Lo masih sekelas sama Diki?"

Aletta mendengar dengan sangat jelas saat gadis di depannya tertawa.

"Diki sama gue itu gak bisa pisah."

Namanya Vina. Dia adalah teman satu kelas Gema sejak kelas satu. Namun, sayangnya di tahun ketiga ini mereka berpisah. Cowok yang Gema sebutkan bernama Diki itu adalah pacar Vina. Katanya, mereka sudah berpacaran sejak SMP. Dan seolah memang jodoh, keduanya selalu dipertemukan di kelas yang sama lagi dan lagi. Bahkan Gema sampai mengira jika mereka menyogok pihak sekolah agar selalu ditempatkan di kelas yang sama.

Gema berteman baik dengan mereka. Sama seperti Digo dan Gio, mereka juga salah satu teman yang paling dekat dengannya. Jadi wajar saja jika masih bersikap akrab walaupun sudah berada di kelas yang berbeda.

Melihat Gema bisa mengobrol akrab dengan orang lain, Aletta dibuat iri. Ia juga ingin berada di posisi itu. Bisa mengobrol dan saling melempar tawa bersama dengan Gema. Andai saja itu mudah.

Begitu sampai di lantai tiga, Vina berhenti di kelas pertama yang mereka lewati. Suasana di sana sudah ramai. Beberapa anak cowok duduk di atas meja saat Aletta melongokan kepalanya. Tidak berbeda jauh dengan kondisi kelasnya.

"Nanti gue usahain nonton, deh. Tapi kalo gak ada jadwal jalan sama Diki." Di akhir kalimat, Vina terkekeh.

Seseorang menghampiri mereka. Rambutnya berantakan, wajahnya terlihat sangar, dua kancing teratas kemejanya sengaja dibiarkan terbuka. Seperti Gema, kemeja cowok itu juga tidak dimasukkan. Sampai di depan pintu, cowok itu merangkul mesra bahu Vina.

"Lo pasti nyogok kepala sekolah kan supaya bisa sekelas terus sama Vina?" tanya Gema menyorot cowok itu.

Diki memasang wajah pura-pura cemberut. "Omongan lo kok nyelekit gitu, Ma? Cowok baik-baik kaya gue mana berani ngelakuin hal licik kaya gitu."

Jitakan segera mendarat tepat setelah Diki mengatakan hal itu. Gema pelakunya. Cowok itu berdecih sinis. Geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya.

"Tampilan bar-bar lo ini berkebalikan sama apa yang lo omongin barusan, jadi predikat cowok baik-baik itu gak bakal elo sandang," kata Gema.

Diki membalas dengan mencium pipi Vina sekilas. Membuat Aletta jengah. Di tempat umum seperti ini, berani-beraninya mereka melakukan hal itu.

"Gak usah ngehujat gue kaya gitu, soalnya lo juga sebelas dua belas sama gue. Iya, kan?"

Gema menggeleng. "Gue enggak sebar-bar elo, Cunguk!" elaknya.

Kemudian tatapan Diki jatuh pada Aletta yang sedari tadi diam. Matanya menyipit saat Aletta justru bergerak menjauh.

"Ini cewek lo, Ma? Manis juga." Mengatakan hal itu, Vina menoyor kepala Diki. "Walaupun tetep manisan Vina, sih. Dia mah gak ada apa-apanya," ralatnya kemudian.

Rasanya kebanyakan dari makhluk Bumi memang tidak sedang berpihak pada Gema. Karena saat melihat dirinya dengan Aletta, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa Aletta adalah kekasihnya, dan sebagian lagi mendukung hubungannya kalau memang belum berpacaran.

Gema bosan mendengar pengakuan-pengakuan seperti itu.

"Gak usah aneh-aneh. Dia tuh temen gue," kata Gema mematahkan dugaan Diki.

Aletta tersenyum kepada Diki dan Vina. Menampilkan lesung pipitnya yang untuk sesaat membuat Diki mengerjap.

"Cewek semanis ini lo jadiin temen doang?" tanya Diki. Tatapannya berpindah pada Vina. "Dia bego ya, Yang?"

Saat Vina mengangguk, Gema mendengkus. Memangnya sependek itu pikiran semua orang? Hanya didasarkan pada fisik semata, apa yang tidak suka justru dianggap kebodohan. Aletta, misalnya. Hanya karena menurut kebanyakan orang Aletta itu gadis yang manis, mereka menghujatnya bodoh saat tahu bahwa dirinya tidak menyukai Aletta.

Entah bagaimana hebohnya reaksi Diki dan Vina jika tahu bahwa selama ini Aletta mengejarnya dan memintanya jadi pacar. Gema tidak bisa membayangkan nasib telinganya saat dipaksa mendengarkan protesan mereka.

"Lo berdua gak usah ngurusin gue, gerah gue dengernya." Gema menatap Aletta yang tumben sekali sejak tadi tidak berbicara. "Gue mau ke kelas," katanya.

Tidak menunggu jawaban, Gema berjalan menjauh. Melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karena harus meladeni pasangan kekasih itu.
Di belakangnya, Aletta mengikuti. Beberapa siswa yang sedang berdiri di depan kelas membuat mereka bergeser ke sana ke mari. Mencari jalan kosong agar tidak bertubrukan.

Dua kelas berikutnya yang dilewati, Gema berbicara. "Lo lagi sariawan, ya? Tumbenan itu mulut kekunci terus," katanya ditujukan untuk Aletta.

Perkataan yang membuat bola mata Aletta sedikit membesar. Gadis itu mempercepat langkahnya sampai berada di samping Gema. membuat rambutnya yang dikucir kuda bergerak tidak karuan. Karena gerakannya yang tiba-tiba, Gema sampai berjengit dan refleks mengeluarkan tangannya dari saku.

"Ngagetin, bego!" sentaknya.

Aletta terkekeh geli. Tidak mempedulikan hal itu. "Jadi kamu kangen ya, sama suaraku?"

Dugaan yang terlalu bodoh untuk pertanyaan yang tadi diajukan oleh Gema. Cowok itu mendengkus jengkel. "Mana mungkin?! Gak usah ngarep. Lo diem itu artinya Bumi kita sedang damai. Paham?" seru Gema. Nada bicaranya terdengar kesal. Seolah selama ini jika saat berbicara, kehadiran Aletta benar-benar mengganggu.

Tangannya kembali tenggelam di saku. Tatapan Gema lurus ke depan. Siapa pun, tolong sekali saja buat Aletta sadar bahwa mau berlari sekencang apa pun, Gema yang sudah menolaknya mentah-mentah tidak akan terkejar. Usaha itu memang perlu, tapi tahu diri jelas lebih penting.

"Sikapmu itu bisa bikin orang lain sakit hati tau. Untung aja aku itu udah kebal sama semua omongan pedas kamu," kata Aletta mengulas senyum tipis.

Menambah kesal Gema, karena setelah semua yang ia lakukan pada Aletta, sekasar apa pun itu, gadis itu masih tetap kokoh berdiri. Benar-benar keras kepala sekaligus menyebalkan sekali.

"Terserah lo," kata Gema akhirnya.

Mereka sampai di depan kelas. Suasananya sudah ramai. Semua karakter berkumpul dalam kelas itu. Mulai dari yang kalem sampai yang tidak mau diam.
Gema melangkah lebih dulu. Mungkin karena bosan melihatnya selalu datang bersama Aletta, salah seorang cowok melempar siulan. Memaksa tangan Gema meraih penghapus di atas meja guru dan melemparnya ke arah cowok itu.

"Sekali lagi nyiul kaya gitu, gue kuncir bibir lo!"

Membuat seisi kelas tergelak. Gema dan mulut yang berbicara semaunya itu benar-benar perpaduan yang lucu.

***

Pendek sih, tapi lumayan lah buat hiburan. Hehe

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now