36 - Calon Masa Depan?

271 59 14
                                    

Lidah itu mengerikan.
Berhasil membalut perkataan dengan nada kejam.
Menyelipkan kekecewaan hanya dengan mendengarkan.

***

Bel masuk sudah berbunyi sekitar sepuluh menit lalu. Para siswa sudah duduk di kursinya masing-masing. Terdengar riuh di sana sini. Saat melongokan kepalanya ke dalam kelas, Gema kebingungan saat menyadari bahwa tidak ada guru yang berdiri di depan kelas.

Itu adalah hal yang aneh. Karena biasanya guru yang mengajar akan datang bertepatan dengan bel yang berbunyi, tapi sekarang justru tidak ada siapa-siapa.
Mengira bahwa itu adalah salah satu keberuntungannya, Gema mendorong pintu hingga terbuka. Berjalan santai tanpa mempedulikan beberapa pasang mata yang menatapnya terang-terangan.

Aletta yang sudah duduk di kursinya turut memperhatikan Gema yang baru datang. Wajah cowok itu ceria. Terlihat sekali binar kebahagiaan yang memancar jelas dari matanya dan Aletta penasaran apa sebabnya.

"Eh, Ma. Lo kesambet apaan pagi-pagi udah cengengesan?" Digo bertanya dengan tubuh yang diarahkan pada Gema.

Gio di kursi lain ikut buka suara karena ingin tahu juga. "Baru menang lotre lo, ya?"

Gema menatap dua cowok itu. "Bentar-bentar, gue mau nanya dulu. Ini gak ada yang ngajar?"

"Tadi Bu Hanna udah masuk, tapi tiba-tiba pamit karena dapet kabar anggota keluarganya ada yang kecelakaan. Katanya sih bakal ada yang gantiin, tapi sampe sekarang belum ada guru piket yang masuk."

Rezeki anak ganteng, Gema memekik dalam hati.

Bukan karena senang ada seseorang yang kecelakaan, tapi karena merasa beruntung tidak perlu mencari alasan kenapa ia datang terlambat. Tidak mungkin kan ia jujur keterlambatannya semata-mata karena harus bertemu dengan doi yang sudah lama ia cari?

"Jawab pertanyaan gue dulu. Lo kenapa cengengesan gitu?" ulang Digo.

Gema tidak langsung menjawab, ia justru senyum-senyum sendiri saat mengingat lagi kejadian sebelum pergi ke sekolahnya tadi. Pertemuannya dengan Gina memang singkat, tapi terasa bermakna sekali. Terlebih lagi, ada kotak makan berwarna biru di dalam tasnya sekarang.

Gio yang memperhatikan berkomentar, "Nih anak kayanya emang kesambet." Dengan kepala menggeleng.

Jika biasanya Gema marah atau memukul kepala Gio saat dikatai, kali ini tidak. Gema justru memutar tubuhnya keluar dari kursi agar bisa menatap dua teman karibnya.

"Kayanya gue udah ketemu sama jodoh masa depan gue," kata Gema berseri-seri.

Gio melongo. "Hah?"

"Aletta maksud lo?" tanya Digo memastikan.

Refleks Gema langsung menoleh ke arah Aletta. Gadis itu mengerjapkan mata sok polos. Membuat Gema menghela napas.

"Gak ada kandidat lain selain Kurcaci satu ini?"

Digo dan Gio menggeleng bersamaan. Mereka berdua yang merupakan pendukung garis keras Aletta tentu senang jika Gema mulai menerima Aletta. Meskipun reaksi Gema saat menoleh ke arah Aletta sudah menjelaskan bahwa dugaan mereka salah.

"Bukanlah! Gue punya masa depan pilihan gue sendiri dan itu bukan Aletta."

Kalimat itu secara tidak langsung menegaskan bahwa Gema memang tidak punya sedikit pun tempat untuk Aletta dan Aletta diminta sadar diri karena hal itu.

Pintu kelas kembali terbuka. Seorang perempuan muda datang membawa selembar kertas dan berdiri di depan kelas. Seluruh siswa langsung duduk rapi dan mengeluarkan buku masing-masing, bersiap jika memang akan ada pelajaran yang dibawakan.

Gema & Kurcaci Dari Pluto (COMPLETE)Where stories live. Discover now