Hera meletakan sendok puddingnya, lalu menolehkan wajah dan memiringkan tubuhnya menghadap orang tuanya dan orang tua Sean.

"Aku sibuk dua minggu ini, dan setelah memeriksa jadwal dokter Sean juga, aku pikir kami hanya memiliki waktu di minggu ke tiga dan ke empat bulan ini karena selama dua bulan selanjutnya satu rumah sakit akan sibuk mempersiapkan perayaan hari medis nasional." Katanya.

Aldebaran mengangguk, "Hera benar. Aku ingat dewan rumah sakit dan perwakilan mentri semalam berkata akan mengangkat Sean sebagai ketua perayaan hari medis nasional tahun ini."

"Bagaimana kalau pada minggu ke tiga saja? Aku akan meminta asistenku untuk mempersiapkan segalanya." Tanya Irene.

Semua orang tua mengangguk setuju.

"Bagaimana menurutmu, Hera?"

Hera tersenyum, melirik Sean yang sedang menatapnya dalam.

"Saya akan setuju, jika dokter Sean juga setuju."

***

Sean melangkahkan kakinya menuju halaman belakang keluarga Travoltra, mencari wanita yang beberapa menit lalu sudah undur diri dari kedua orang tua mereka yang tengah membahas siapa saja tamu undangan yang akan mereka undang ke pernikahan Sean dan Hera.

Ada sebuah gazebo, taman dan kolam renang berukuran sedang di halaman belakang.

Di antara itu, wanita yang Sean cari ada di sana. Duduk sendirian di ujung gazebo yang menghadap kolam renang tanpa melakukan apapun. Bahkan mengabaikan angin malam yang berhembus sedikit kencang.

Sean menghela, entah kenapa merasa harus melepaskan coat-nya dan berjalan mendekat.

Dia menyampirkan coat-nya pada bahu Hera lalu duduk tidak jauh di samping wanita itu.

"Kau tidak mungkin tidak tahu kalau angin malam itu tidak bagus untuk wanita hamil, kan?" kata Sean.

Hera menoleh, meski tidak terkejut dengan kedatangan Sean namun dia tetap menatap Sean dengan dahi berkerut.

Pria ini benar-benar sulit di tebak, bisiknya dalam hati.

Setelah berhari-hari mengabaikan Hera, dia tiba-tiba saja menghampiri Hera di tempat seperti ini, lalu langsung menasehatinya seakan dia tidak punya hutang penjelasan apapun untuk dikatakan pada Hera.

"Sudah dekat musim hujan, kau akan sakit jika sering keluar malam dengan baju setipis itu."

Hera mengabaikan Sean.

Dia kembali menatap kolam berenang dengan hening.

Tidak ada yang membuka percakapan sampai beberapa menit ke depan, hingga Hera mengeratkan coat milik Sean di tubuhnya saat angin lagi-lagi berhembus.

"Kekasihmu dalam masalah besar." Gumam Hera.

Sean menoleh padanya.

"Aku sudah jadi sangat egois padamu."

Wanita itu melirik Sean dengan wajah yang begitu dingin.

"Bagaimana ini? Padahal dia baru saja sembuh, tapi aku sudah tidak bisa menahan diri untuk diam saja melihat priaku berada di tangan wanita lain, Sean." Kata Hera dengan seringaian kecil.

Sean terkejut.

"Aku tidak bisa melepaskanmu, Sean. Tidak sekarang, ataupun waktu yang akan datang."

"Aku sangat menginginkanmu, bukankah aku sudah pernah mengatakannya? Jadi jangan repot-repot memikirkan cara untuk meninggalkanku ya. Aku tipe orang yang cukup posessif juga."

Sean menghela, hendak berdiri.

Dia pikir setelah berhari-hari menghindari wanita ini, Hera akan memiliki keinginan goyah meskipun sedikit, agar Sean memiliki alasan untuk merasa tidak terikat pada pernikahan mereka.

Tapi Hera tetap menginginkannya.

Wanita itu tetap mengatakan ingin egois terhadap Sean.

Apa sebenarnya yang diharapkannya dari pria yang sudah memiliki kekasih seperti Sean?

"Satu lagi."

Hera tiba-tiba menahan pergelangan tangan Sean.

Dia mendongak pada pria yang terasa sudah lama sekali tidak dia lihat itu, dengan raut wajah tidak tenang.

"Apa kau bisa menahannya?" Tanya Hera.

Sean mengernyit.

"Apa kau bisa menahannya hingga anak ini masuk usia sekolah? Aku dengar perkataanmu dengan professor Michael, tempo hari. Kau tidak ingin punya anak karena tidak suka anak kecil kan?"

"Tidak akan lama, begitu dia masuk usia sekolah aku akan segera membuatnya mengerti kenapa kau tidak menyukai anak kecil dan segera menjauhimu."

Hera menggit bibir bawahnya.

"Walaupun akan sulit... aku mohon, sampai dia mengerti, perlakukan dia dengan baik tanpa memperlihatkan kebencianmu ya?"

"Aku tidak ingin anakku di jauhi oleh teman-temannya karena ayahnya sangat membencinya... dan juga ibunya."

Sean diam.

Hera tersenyum kemudian segera berdiri.

"Kalau begitu, sebaiknya kau pulang. Sudah malam, besok jadwalmu padat kan?"

***

With love.
Nambyull

at: 12amWhere stories live. Discover now