Twenty

2.5K 115 25
                                    

"Ini anak gue, hanya anak gue! Ga ada kata 'kita' di kehidupannya. Inget itu!!"

Terkejut dan tersinggung, itu yang gue lihat di ekspresinya. Tapi gue tidak peduli, sakit hati dan fisik yang gue rasakan tidak sebanding dengan apa yang gue lakukan sekarang ke dia. Gue memang masih mencintainya, sangat. Tapi bukan berarti gue bakalan diem aja diperlakukan seburuk itu.

"Kamu bicara apa, Na?! Aku kan daddy dari bayi yang ada di perut kamu."

"Maaf, gue ga sudi anak gue punya daddy macam lo!"

"Nana!"

"Atas ijin siapa lo bentak-bentak gue??!!!"

"..."

"Sumpah demi apapun, demi anak yang ada di perut gue, gue benci banget sama lo! Gue berharap anak ini bukan darah daging lo! Gue nyesel ud...mmmpphh!"

Sialan! Brengsek! Bajingan! Dia malah menangkup kedua pipi gue dan mencium bibir gue. Susah payah gue lepas dari kungkungannya. Semakin gue berusaha untuk menghindar, ciumannya semakin dalam. Bahkan tangan yang tadinya ada di pipi gue, salah satunya sudah berpindah ke tengkuk. Menarik wajah gue semakin menempel padanya. Membuat bibir gue makin bisa dengan leluasa dia lumat.

Pukulan gue di lengannya semakin keras tatkala merasa sesak nafas. Dia paham dan melepaskan ciuman itu. Menyatukan kening kami, membuat desah nafasnya masih berhembus tepat di depan bibir gue yang basah.

"Sekalipun, jangan pernah mengucapkan kata-kata itu. Kamu boleh menghina dan mengumpat aku, sesukamu, sepuasmu. Tapi jangan pernah bilang kalau anak ini bukan darah dagingku. Jangan bilang kalau kamu nyesel jadi istriku. Mengerti?"

Ucapannya tegas dan penuh penekanan. Tanpa berteriak gue pun tahu ada nada emosi dalam suaranya. Dalam keadaan seperti ini, matanya masih menatap lekat manik mata gue, membuat gue kehilangan akal sehat. Karena itu gue malah menangis. Air mata mengalir deras seiring dengan suara isak dari mulut gue.

Dia kembali menarik gue ke dalam pelukannya. Membenamkan kepala gue di dadanya yang selalu hangat.

"Maaf, maaf, maaf, maaf!"

"..."

"Aku mau menebus semua kesalahan yang udah aku buat ke kamu dan anak kita. Aku mohon maafin aku, Na! Jangan pernah berpikir untuk ninggalin aku! Ya?"

Gue masih tak menjawab semua perkataannya. Suara isak tangis gue masih mendominasi ruangan ini. Bercampur lirih dengan suara tetes infus yang terdengar samar. Setelah cukup lama menangis dan gue mulai tenang, dia mengendurkan pelukan tapi masih menjaga jarak membuat gue tetap di dekatnya.

"Janji sama aku, kamu ga ada niatan buat ninggalin aku kan?" tanyanya lagi sambil menghapus jejak air mata di kedua pipi gue.

Gue beranikan diri membalas tatapannya. Semua wujud ketulusan ada disana. Bahkan tanpa mendengar semua permintaan maafnya, gue sudah tahu kalau dia sangat menyesal. Tapi kenapa rasa sakit di hati gue belum hilang sepenuhnya? Bayang-bayang ucapan dan sikap kasarnya seolah tercetak permanen di memori gue.

"Na?" tanyanya untuk kesekian kalinya.

"..."

"Kamu ga bakalan ninggalin aku kan?"

Gue menggeleng lemah.

"Kamu maafin aku kan?"

Masih dengan menatap matanya, gue mengangguk. Senyum tampan itu segera menghampiri bibirnya.

"Tapi, rasa sakitnya belum sepenuhnya hilang. Gue mau maafin, tapi semua yang udah terjadi ga mudah untuk dilupakan."

Lirih gue. Yah, itulah kenyatannya. Gue bisa saja memaafkannya sekarang, tapi semuanya yang sudah terjadi tak semudah itu bisa dilupakan.

(after) Married You ❌ KJD ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang