Lima Puluh Dua

7.8K 211 3
                                    

Sekarang Rea berada di sekolah menjalani aktifitasnya seperti biasa. Bedanya, tadi pagi Allan yang mengantarnya berangkat sekolah.

Untung saja keadaan sekolah masih sangat sepi, karena Rea sengaja meminta Allan agar berangkat lebih pagi.

Awalnya Allan menolak. Lelaki itu ingin orang-orang mengira bahwa mereka ada hubungan. Tentu saja Rea menolak keras. Namun dengan segala bujuk rayu yang Rea berikan, Allan akhirnya menuruti kemauan Rea agar berangkat sekolah lebih pagi.

Sesampainya di kelas, masih sangat sepi belum ada seorang pun. Rea hanya duduk hingga notif handphonennya berbunyi menandakan pesan masuk.

LarasAdrn
Lo di mana?
Jemput gue dong woy:(
Gue kagak ada yang nganter nih.

ReaAzhr
Lah, gue udah sampe sekolah

LarasAdrn
Wih, tumben amat lo berangkat jam segini? Di antar Reno?

Rea tersentak kaget. Gawat, Allan pasti akan membaca pesannya.

Kemarin Allan memberi kesepakatan bahwa WA nya di pegang oleh Allan, begitupula sebaliknya. Tentu saja menggunakan aplikasi tertentu untuk bertukar akun WA. Lelaki itu melarang Rea untuk membahas Reno sekalipun.

ReaAzhr
Jangan sebut nama dia plis.
Gue nggak di anter dia kok:)

LarasAdrn
Lo lagi ada masalah sama Reno ya?

Rea ingin sekali mencekik Laras sekarang juga. Dasar bocah ini benar-benar tidak bisa di ajak kompromi sama sekali. Belum sempat Rea menjawab pesan Laras, muncul pesan dari Allan.

AllanDvndr
Aku tau loh wkwk

Benar kan, lelaki itu pasti sejak tadi sudah membuka WA nya, karena ada tanda tertentu di handphone Rea.

ReaAzhr
Bukan salahku, kak. Laras yang tanya mulu.

AllanDvndr
Hm.

Tamatlah riwayat Rea sekarang. Asal kalian tahu saja, Allan adalah sosok lelaki yang pencemburu berat. Jika dia sudar berkata tidak, maka harus tidak.

Rea sangat kesal. Semanjak mengenal Allan, hidupnya jadi sangat tidak tenang. Rea juga merasa jauh dari teman-temannya karena lelaki itu mengekangnya, padahal bukan siapa-siapanya.

Rea tidak lagi membalas pesan dari Laras dan Allan. Perempuan itu memasukkan handphonenya. Satu persatu teman sekelasnya sudah mulai berdatangan, termasuk Laras, Vika dan Desma yang sudah duduk di tempat masing-masing.

"Lo kenapa ngacangin gue di chat astaga jahat banget," ucap Laras mendelik sebal.

"Pertanyaan lo nggak mau gue jawab. Nggak usah ada yang bahas nama dia lagi. Gue bisa dalam masalah." Vika, Laras dan Desma mengerutkan dahi bingung.

"Dia siapa, Re?" Rea menghela napas pelan dan hanya menunjuk bangku Reno yang masih kosong dengan jarinya.

Vika, Laras dan Desma mengikuti arah yang di tunjuk Rea. Mereka mengerti apa yang di maksud Rea.

"Loh, emangnya kenapa?" tanya Desma yang membuat Rea melotot tajam ke arahnya.

"Nggak usah tanya. Lain waktu gue cerita. Tapi jagan di sekolah. Oke?"

Laras, Vika dan Desma seketika mengangguk menyetujui ucapan Rea.

"Ke rumah gue aja yuk nanti," ujar Vika mengajak.

Laras dan Desma tersenyum lebar sambil mengangguk semangat. Berbeda dengan Rea yang masih berpikir.

"Lo gimana, Re?" tanya Vika.

"Nanti dulu ya. Gue izin sama seseorang dulu. Ntar gue kabarin lagi." Vika, Laras dan Desma mengerutkan dahi tak mengerti. Rea benar-benar berbeda.

Rea biasanya selalu mengiyakan dan urusan izin bisa diselesaikan belakangan. Tapi sekarang sangat berbeda. Perempuan itu seperti berada dalam sebuah tekanan. Entah apa itu.

Setelah Rea berkata seperti itu, perempuan itu langsung menelungkupkan wajahnya di atas meja diantara lipatan tangannya. Sungguh, Rea sangat tidak suka dalam posisi ini.

Jika Mamanya masih ada, pasti ia akan bercerita banyak tentang keluh kesahnya. Hanya Mamanya yang mempercayainya, bahkan Papa dan Bang Reyhan pun belum tentu percaya dengan semua ucapannya.

***

Saat ini jam istirahat. Vika, Laras dan Desma pergi ke kantin tanpa Rea. Perempuan itu katanya sangat malas untuk keluar kelas. Alhasil Rea hanya tidur di kelas.

"Rea kenapa sih? Ada masalah kah?" tanya Laras kepada Desma dan Vika yang sedang memakan makanannya.

"Ya gue nggak tau lah. Sana tanya langsung ke Rea." Laras melotot tajam mendengar penuturan Vika.

"Lo kok ngegas sih jubaedah?"

"Habisnya gue nggak suka kalo di gantung," jawab Vika melenceng dari pertanyaan.

"Dih, emang lo di gantung sama siapa?" tanya Laras bingung.

"Sama Rea, lah. Ntar jadi ke rumah gue apa kagak." Desma menyebikkan bibir diikuti Laras yang memutar kedua bola matanya gemas.

"Hallah itu urusan gampang, Vik." Vika mendengus sebal dan memfokuskan makanannya lagi.

"Eh, Reno kok hari ini nggak masuk ya? Dari kemarin loh dia nggak ada kabar," ujar Desma menyelidik.

"Iya juga ya. Tadi gue juga dapat kabar kalo si Claudia yang katanya sahabat Reno itu juga nggak masuk hari ini," sambung Vika yang membuat Laras menatap Vika dan Desma bergantian.

"Mungkin cuma kebetulan," jawab Laras tenang.

Vika dan Desma hanya mengangguk-angguk mengiyakan dan menyetujui ucapan Laras.

Saat mereka menikmati makan, Ferro melewati meja kantin mereka sambil membawa bungkus makanan di tangannya.

"Woy, Fer!" panggil Laras yang membuat Ferro menghentikan langkahnya.

"Kenapa?"

"Lo sendiri aja? Temen-temen lo yang lain ke mana?" tanya Laras.

Ferro hanya diam dan menunjuk meja yang letaknya lumayan jauh. Di sana ada Jordan, Wahyu, Vano dan teman-temannya yang lain.

"Lo kenapa nggak gabung?" heran Laras. Vika dan Desma hanya menyimak interaksi antara Laras dan Ferro.

"Gue males."

"Dih, Reno kagak masuk sehari aja badmoodnya segitu," ujar Laras sambil terkekeh.

Ferro menghela napas pelan, "Reno nggak akan masuk sekolah dalam waktu dekat."

"Loh kok gitu?" tanya Vika cepat sambil mengerutkan kening.

"Bukan urusan lo." Setelah mengatakan itu, Ferro langsung pergi untuk menuju ke kelasnya. Meninggalkan Vika, Laras dan Desma yang harus berpikir untuk mencerna semua kalimat Ferro.

"Sebenarnya ada apa sih ini!" gumam Laras geram.

Vika dan Desma hanya menatap Laras sayu. Mereka juga bingung harus berbuat apa.

-----------------
TBC

REANA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang