Lima Puluh

7.9K 224 1
                                    

Pagi ini Rea terbangun dari tidurnya. Kasur yang ia tiduri sekarang sangat terasa empuk dan lembut. Nuansa kamar yang ia tempati juga terkesan maskulin.

Rea panik bukan main saat menyadari ini bukan kamar tidurnya. Ini berbeda dan ia tidak mengenali tempat-tempat sekitarnya. Ini terasa begitu asing.

Ia turun dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamar.

Belum sempat membuka, ada seseorang yang sudah terlebih dahulu membuka dari arah luar.

"Selamat pagi, Rea," ucap Allan menyapa lembut.

"Kak Allan? Kenapa bisa di sini?" tanya Rea sedikit curiga dengan apa yang akan dilakukan lelaki ini lagi.

"Ini kan kamarku, Re."

Rea sedikit kaget dan berdecak malas.

"Kenapa Kak Allan bawa aku ke sini? Aku mau pulang, Kak." Allan terkekeh pelan mendengar nada suara Rea yang sedikit gemetar.

"Nggak usah takut, Re. Aku nggak akan ngelukain kamu selama kamu nurut sama aku," balas Alla yang semakin membuat Rea gemetar.

"Kak, tolong antar aku pulang, ya. Kak Allan orang baik. Rea yakin," ujar Rea meyakinkan bahwa Allan pasti orang yang baik. Tak sejahat yang seperti di ceritakan Reno. Seorang psychopath.

"Reno yang ngajarin kamu ngomong gitu?" tanya Allan sedikit tertawa renyah.

"Nggak, kak. Rea sendiri yang ngomong."

"Re, mau pulang?"

Rea sedikit merasa lega dan mengangguk berkali-kali menyetujui ucapan Allan.

"Mau, kak".

"Tidur di sini beberapa hari dan lupakan Reno sepenuhnya."

Rea sedikit tersentak kaget dan tak terima dengan permintaan Allan yang sudah terlalu mencampuri.

"Aku nggak bisa, Kak. Reno kan sahabatku." Allan langsung melototkan matanya tak terima dan meremas telapak tangan Rea.

Rea merasakan nyeri pada tangannya. Ia meringis kesakitan karena semakin eratnya remasan tangan yang diberikan Allan.

"Harus mau. Setiap ke sekolah juga harus aku antar. Tapi, kamu nggak boleh bertanya-tanya tentang Reno."

Rea benar-benar bingung sekarang.

"Tapi, Kak-"

"Kalo kamu nggak nurut, nyawa Reno dalam bahaya."

Rea merasakan emosinya sedikit muncul. Sejak tadi ia berusaha menahan apa yang ia rasakan. Ingin sekali Rea menjambak dan mencakar wajah serta rambut Allan dengan sangat keras.

"Kenapa kakak ngancem kayak gitu, sih?" sentak Rea tak terima.

"Belain aja terus si Reno. Bela terus, bela!" bentak Allan yang membuat Rea mengepalkan tangannya kesal.

"Wajar kalo aku belain Reno. Karena dia sahabatku. Lah, kakak siapa aku?" tanya Rea bernada menyindir.

Emosi Allan memuncak seketika. Ia menjambak keras rambut Rea yang membuat sang empu menjerit perih dan meringis.

"Kamu sudah kelewatan, Re. Sebenarnya aku nggak akan kayak gini kalo kamu nurut."

"Kakak juga udah kelewatan bikin aturan kayak gitu."

"Turutin atau nyawa Reno dalam bahaya? Jawab!" gertak Allan semakin keras menjambak rambut Rea.

"Oke. Aku turutin apa mau kak Allan."

Allan melepas jambakan rambutnya dan tersenyum begitu lebar seolah anak kecil yang baru saja mendapat mainan kesukaannya.

"Good girl."

"Tapi ada syaratnya," lanjut Rea. Allan menaikkan salah satu alisnya tanda bertanya.

"Apa?"

"Setelah semua aturan dari kakak selesai. Tolong jauhi aku," ucap Rea yang membuat tubuh Allan menegang tak setuju.

"Nggak!" tegas Allan.

"Harusnya Kakak setuju. Biar adil," ujar Rea.

"Nggak!"

Rea berpikir keras kalimat apa yang akan meluluhkan hati Allan yang sekeras batu. Beberapa detik kemudian, Rea baru mengingat sebuah artikel yang pernah ia baca. Kalimat ini berpotensi meluluhkan hati orang seperti Allan.

"Demi aku juga tetep nggak mau?"

Allan merasa darahnya berdesir cepat. Ini sangat rumit. Ia rela berkorban apapun untuk Rea. Tapi ia tak rela jika harus menjauhi Rea.

"Aku nggak sanggup kalo harus jauh dari kamu, Re."

Rea mengangguk mengerti. "Yaudah, jaga jarak aja. Tetap nggak mau demi aku?"

Rea sedikit tersenyum tipis saat melihat Allan memejamkan mata berpikir dengan kedua tangan mengepal. Terlihat sekali jika lelaki itu sedang memikirkan keputusan yang akan ia katakan.

Hingga beberapa detik setelahnya, Allan baru membuka mata dan mendongak menatap ke arah Rea. Rea menaikkan salah satu alisnya tanda bertanya jawaban apa yang Allan ambil.

"Oke. Setuju. Demi kamu."

Di dalam hati, Rea merasakan lega yang luar biasa. Lega jika Allan jaga jarak dengannya. Tapi akan lebih baik jika Allan menjauh dari hidup dan teman-teman terdekatnya.

-----------------
TBC

REANA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang