"Apa maksudmu?" Yuna terkejut, menatap Hera dengan pandangan tidak mengerti.

"Aku tidak bodoh, aku tau pasti ada alasan kenapa ayahku tiba-tiba memutuskan hal segila itu."

Yuna berdesis, "Om Al mungkin hanya ingin melindungimu dari kabar-kabar buruk yang sedang beredar. Jangan berlebihan."

"Dengan membuat Sean sebagai alasan untuk menikahkanku? Itu bukan melindungi. Itu pemaksaan. Aku tidak akan mau!"

"Tapi Hera,"

"Aku akan memberitahu pada Ayahku bahwa Sean tidak sebaik yang dia pikirkan, dan menunjukan bagaimana sifat pria itu yang sebenarnya.... dengan membuatnya jatuh cinta padaku."

"Apa—tunggu, kau sudah gila ya?"

Yuna mendengus, mencoba meredam keterkejutannya dengan mengusap pelipisnya lelah, dia benar-benar tidak tahu harus berkata seperti apa sekarang.

Maksudnya, dia sudah lama mengenal Hera, bahkan dari semenjak mereka masuk kuliah kedokteran pertama, dan Yuna jelas tau bagaimana sifat wanita itu yang penuh dengan perencanaan tidak masuk akal... tapi berencana untuk membalas dendam dengan mempermainkan perasaan seperti itu... agak—

Yuna tidak mengkhawatirkan Sean, sungguh, sebaliknya, dia justru mengkhawatirkan Hera.

Konsekuensi paling buruk yang akan terjadi adalah Hera yang justru termakan permainanya sendiri dan berbalik menginginkan pria itu.

Demi Tuhan, Yuna bukannya tidak percaya bahwa Hera bisa saja membuat Sean berbalik... hanya saja, selama ini, pria itu bahkan tidak bisa tersentuh.

Lantas untuk alasan apa memangnya Sean bisa melihat Hera? Wanita yang selalu dilihatnya dengan pandangan marah? Wanita yang selalu membuatnya dalam masalah?

Itu sangat tidak mungkin.

"Aku tidak peduli. Kau mau berkata tentang kekasihnya? Wanita itu bahkan sudah hampir mati, dia meninginkan Sean untuk move on tapi pria keras kepala itu tidak mau, dia tetap memaksa ingin bersama wanita itu meski dia malah menyakiti perasaan wanita itu." Cecar Hera keras kepala.

Yuna menghela, "Lalu? Setelah kau berhasil membuatnya jatuh cinta padamu, kau akan melakukan apa?"

"Tentu saja meninggalkannya, aku hanya ingin memberinya pelajaran bahwa bermain denganku tidak semudah yang dia bayangkan."

Yuna reflek menggeleng tidak habis pikir, berbalik kembali pada laporannya dan mengabaikan Hera dan rencana gilanya.

"Kau benar-benar tidak tertolong." Desisnya.

Hera setuju dengan itu, meski sejujurnya dia bahkan tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Yuna.

Tujuan Hera sekarang hanya ingin membuat semua kelakuan busuk Sean terungkap agar ayahnya tidak menganggu hidupnya lagi.

Memangnya sesempurna dan seberpengaruh apa seorang Sean hingga bisa membuat ayahnya—untuk pertama kalinya— memutuskan hal yang tidak Hera sukai? Sialan!

Hera tiba-tiba teringat sesuatu.

Dia dengan cepat mengambil ponselnya dalam tas, mencari kontak seseorang dan langsung menghubunginya.

"Hey." Sapa orang dalam sambungan itu begitu nada panggilan terhubung.

"Hey, apa kau punya jadwal besok malam?" Tanya Hera tanpa berbasa-basi.

"Tidak, sepertinya. Ada apa?"

"Aku butuh bantuanmu."

***

Lorong rumah sakit itu terasa begitu tenang, seperti biasa, terlihat hening dengan hanya ada beberapa perawat jaga yang lewat dan satpam yang terlihat berkeliling.

Pada jam ini, ada peraturan yang mengatakan bahwa seharusnya tidak boleh ada jam kunjungan yang dilakukan lagi, tapi bagi Sean peraturan itu hanya omong kosong karena dia memiliki akses penuh untuk mengabaikannya.

Langkahnya sudah pasti menunju salah satu ruangan di ujung lorong, tempat satu-satunya pasien yang dikenalnya dirumah sakit ini.

Dari balik jendela kaca dia sudah bisa melihat wanita itu, tengah berbaring menghadap dinding, belum tidur, hanya sedang mengusap wajah boneka yang selama ini dia anggap sebagai anaknya.

Sean tidak bisa mencegah senyuman kecil yang langsung mengembang di bibirnya, dia kemudian mengetuk pintu dengan pelan, membuat wanita itu langsung menoleh dengan sedikit terkejut.

"Hey." Sapa wanita itu, tersenyum dan bangkit dari tidurnya.

"Kau datang?"

Sean mengangguk, mengambil bangku didekat ranjang, duduk dan menatapnya dengan pandangan yang lekat.

Aileen seolah mengerti bahwa pria dihadapannya tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Raut wajah yang lelah dan tertekan, Aileen jelas tau bahwa hari ini Sean pasti mengalami hari yang begitu buruk.

"Ada apa, hum?"

Sean menggeleng, "Tidak ada."

"Jangan berbohong, wajahmu terlihat kelelahan Sean."

Aileen membawa tangannya pada wajah Sean, mengusap wajah pria itu pelan sebelum Sean ikut megangi tangan Aillen di wajahnya dan mengecupnya pelan.

"Maafkan aku." Bisiknya, membuat wajah Aileen berkerut penuh tanya.

"Hei, ada apa? Kenapa minta maaf?"

Sean menunduk, sama sekali tidak menjawab, dia hanya menyandarkan kepalanya dalam pangkuan Aileen dan menutup mata, mencoba menghilangkan segala hal tentang wanita pengacau yang sudah membuat harinya jadi berantakan...

wanita yang sekaligus sudah menganggunya belakangan ini, wanita yang juga sudah membuat konsentrasinya pecah, dan wanita yang... membuatnya begitu merasa bersalah, karena tiba-tiba saja perasaan pada Aileen menjadi begitu aneh.

"Tidak. Aku hanya sangat merindukanmu."

***

Enjoy!

with love,
nambyull

at: 12amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang