"Ayah dan Bundamu sudah tua, Hera. Kamu harus mengerti bahwa kami tidak bisa terus mengatasi setiap masalah yang kamu perbuat. Dokter Sean sudah menanggung malu atas sikap kekanak-kanakanmu hingga dia hampir terkena masalah dengan dewan rumah sakit. Ayah tidak mau menunggu sampai seluruh dokter dirumah sakit mengalami hal serupa."

Hera menghelah, melihat ibunya yang sama-sama terkejut dan seperti tidak mengetahui hal ini, membuatnya kembali meletakan tasnya di atas meja dengan gerakan lemas.

Pembicaraan ayahnya dalam sarapan pagi ini benar-benar absurd.

Nyaris seumur hidup kedua orang tuanya tidak pernah menyinggung tentang pernikahannya, menanyainya juga tidak... tapi kenapa tiba-tiba pagi ini ayahnya membahas masalah itu? Apa yang sudah terjadi?

Hera mengeleng kuat. "Aku tidak mau, Ayah. Jangan memaksaku!"

"Besok malam saat acara di kediaman Arvino, Ayah akan mengenalkan beberapa anak kenalan Ayah padamu."

"Ayah!" Hera berseru panik.

Namun wajah ayahnya bahkan tidak berubah.

Hera pernah melihat ayahnya marah, kesal ataupun frustasi... tapi yang dia lihat kali ini tidak, wajah ayahnya hanya terlihat datar... tidak memiliki ekspresi, dan keras kepala. Seolah apapun yang akan Hera bantah atau rencanakan tidak akan membuat keputusannya berubah.

"Hera kamu butuh seseorang untuk menuntun dan mengarahkanmu, nak. Kamu tidak bisa terus-terusan seperti ini." Ujar ayahnya pelan.

Yang justru membuat Hera mendengus.

"Aku tidak butuh siapapun Yah. Aku bisa mengatasi diriku sendiri. Jangan bercanda!"

Nyonya Travoltra menyetujui Hera, dia menggeleng dan menahan lengan suaminya pelan, mencoba untuk menenangkan situasi diantara mereka semua.

"Mas, jangan terburu-buru begitu. Kita bisa membicarakan semua ini baik-baik." Katanya.

Tapi keputusan Aldebaran benar-benar tidak bisa diganggu-gugat.

"Sebelum pertengahan tahun, Ayah akan mengadakan pernikahanmu."

Hera dan ibunya membelalak.

Dia berada diambang batas toleransi emosinya karena semua omong kosong yang dikatakan ayahnya sudah benar-benar tidak masuk akal.

Dia memutuskan untuk mengambil tasnya, kemudian hendak pergi dari sana lagi sampai dia mendadak paham penyebab tingkah aneh ayahnya pagi ini.

Hera berbalik.

"Apa semua ini karena Sean? Apa mengembalikan namanya memang sepenting itu bagi Ayah?" Tanya Hera marah.

Aldebaran terkejut.

"Tidak Hera, dia—"

"Baik." Hera menyela.

Dia mengangguk, tersenyum tipis dengan raut wajah mengeras.

"Akan ku buktikan bahwa penilaian Ayah selama ini salah, dan Sean itu hanyalah pria biasa yang sama berengseknya dengan mantan-mantan pacarku yang lain."

***

Langkah wanita itu cepat, dia melewati beberapa lorong kelas universitas pendidikan kedokteran pada siang hari ini dengan sedikit tergesah-gesah.

Suasana hatinya sudah sangat berantakan.

Sarapan pagi dengan omong kosong ayahnya adalah penyebab terbesarnya... dia tidak bisa berkonsentrasi di rumah sakit, emosinya jadi meledak-ledak, dan dia sangat kesal pada semua orang, seolah-olah semua orang sudah melakukan hal yang sangat buruk padanya.

at: 12amWhere stories live. Discover now