73. aftershock

43K 9.7K 3.9K
                                    

...bergerak










Sepertinya aku ada di dalam sesuatu yang bergerak maju. Tentu saja, aku ada di dalam mobil Mark. Dia sedang berkonsentrasi penuh pada jalanan saat aku sadar. Apa aku baru saja pingsan?









"Mark," panggilku, yang keluar hanya suara lemah.

"Oh," dia tersentak. "Udah sadar? Ahㅡ ini, minum dulu."


Sambil menepi dan menurunkan kecepatan,  Mark membukakan tutup botol minumnya sebelum memberikan benda itu padaku. Aku menurut, meneguk sebanyak mungkin air. Saat pikiranku mulai jernih lagi, aku langsung terperanjat.

"Jaemin," cetusku. "Jaemin gimana sekarang? Tadi diaㅡ"

"Kenapa?" tanya Mark penasaran.

"Sebelum aku pergi dia... bukan dia," jawabku lirih. "Tapi Jaemin melawan, makanya aku bisa kabur."

"Apa? Oh, sorry, aku tadi bingung karena kamu pingsan. Jadi nggak sempat cari tau apa yang terjadi," ujar Mark. "Sebentar, aku coba tanya Lucas."


Punggungku merosot di sandaran jok.
Lagi-lagi aku hanya memperburuk keadaan, membuat Jaemin makin sakit. Seandainya aku tidak memaksakan diri menemuinya, tidak akan terjadi hal mengerikan seperti tadi.
Jaemin benar, aku harus menjauh darinya. Tapi yang benar saja? Memangnya aku bisa?








"Kamu belum makan ya?" tanya Mark.

Aku menggeleng.
Kami sudah sampai di dekat apartemenku rupanya. Mark memelankan laju mobil sambil melihat ke sekeliling.

"Beli makanan dulu. Bubur?" tawar Mark.

"Boleh," jawabku singkat. Padahal sebenarnya aku tidak nafsu makan, tapi toh Mark pasti akan memaksa.

Kami menepi di dekat kedai bubur. Mark menghentikan mesin.
"Pororo di rumahmu dari pagi? Dia juga belum makan?"

"Kayaknya belum."

"Oke, tunggu sebentar."


Sementara Mark membeli bubur, aku mencoba menghubungi Liv. Tidak bisa, masih belum aktif juga. Diam-diam aku penasaran dia sedang apa. Jangan-jangan ketiduran?

Tidak lama kemudian Mark kembali membawa kantung plastik berisi dua porsi bubur. Mark sudah makan, katanya. Kami langsung menuju apartemenku.
Tebak, begitu keluar dari mobil aku oleng ketika berdiri. Untung Mark menangkapku dari samping. Aku juga heran kenapa bisa mendadak lemas begini. Karena belum makan? Atau karena shock berkali-kali?




"Pusing lagi? Aku gendong aja ya ke atas?" tawar Mark.

"Nggak usah," tolakku. "Bisa kok jalan pelan-pelan. Tadi kayaknya berdiri terlalu tiba-tiba, jadi pusing."

Mark menjauhkan uluran tangannya. Dia menenteng bubur lalu berjalan di sebelahku. Pikiranku masih kacau, melayang kemana-mana. Kalau mengingat apa yang terjadi pada Jaemin tadi, aku tidak sanggup. Bagaimana kira-kira keadaannya sekarang?





"Loh, nggak ada orang?" ujar Mark saat kami sudah masuk ke aparemenku.

Mark bernyanyi soundtrack pororo saat aku tersentak dari lamunan. Benar saja, tidak ada Livia Byun atau siapapun. Sambil memanggil namanya, aku mengecek kamar ㅡtapi dia tidak ada. Laptop dan barang-barangnya juga tidak ada. Masa dia pulang? Kenapa?



"Nggak diangkat," Mark menunjukkan panggilan tak diangkat oleh kontak bernama 'Pororo Byun' di ponselnya.

"Dari tadi aku hubungi juga nggak bisa," timpalku. "Kenapa ya? Kok aneh."

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang