71. new problem

Começar do início
                                    

"Mark?" gumamku. "Dari cara ketukan pintunya sih mirip."

"Itu orang nggak ada kapok-kapoknya ya," desis Liv.

"Tapi siapa tau bukan," aku beranjak menuju pintu.

"Aura tengilnya udah kerasa, pasti dia. Aku berani taruhan sejuta dolar."

Aku tertawa mendengar kekonyolan itu.
"Jangan ah, kalau aku kalah nanti mau bayar pake apa?"



Meninggalkan Liv yang mengemasi barang-barang kami ke kamarku, aku membukakan pintu. Rupanya benar, memang Mark yang sudah berdiri dengan muka ditekuk.

"Pororo di sini ya?" tanyanya.

"Perasaan ini rumahku, bukan rumah pororo," aku mencoba mempermainkannya. "Ehㅡ Mark, apa-apaan?"

Tanpa berkomentar, Mark membalikkan tubuhku dan mendorongku masuk. Ia menutup pintu lalu berjalan ke ruangan utama di apartemenku. Melihat Liv berdiri di depan pintu kamarku, langkahnya berhenti mendadak. Di seberang sana wajah Liv memerah.

"Apa?" tukas Liv galak tapi agak canggung. Pasti sedang mengusir ingatan tentang chat gilanya dengan Mark.

Mark mencengkeram pundakku dari belakang, menjadikanku tameng.
"Alice, orang itu belum lama ini otaknya korsletㅡ aku takut. Liat nih."

Melihat layar ponsel Mark, aku terkekeh.
"Udah tau. Aku yang suruh hehe."

"Apa?!" seru Mark heboh. "Kamu beneran mau kita jadi keluarga poligami?"

"Poligami apa sih, satu aja nggak dapet-dapet," Liv menguap. "Poligami sana sama ubur-ubur."

Mark cemberut, menatap kami bergantian.
"Jangan-jangan kalian sekongkol ya? Sengaja menyembunyikan sesuatu dari aku?"

Sial, aku sedikit panik mendengar tuduhannya. Walaupun mungkin Mark tidak serius.
"Halah, apa sih? Drama banget kamu," timpalku bernada bercanda, semoga meyakinkan.

"Alice aku serius!" tukas Mark.

"Aku juga serius, nggak ada apa-apa," jawabku sebiasa mungkin.

"Bohong," sungut Mark padaku, lalu tatapannya beralih pada Liv.
"Ini lagi satu, susah banget dibilangin!"

"Kok aku? Dasar stalker!" Liv tidak terima.

"Stalker? Kamu belum boleh pergi-pergi sendiri tau, kalau ada apa-apa gimana?"

"Apa-apa apa?" tukas Liv. "Bosen tau tiap hari kamu lagi kamu lagi!"

"Kan udah dibilangㅡ biar aku tanggung jawab sampai kamu sembuh total!"

"Denger ya, aku cuma ditikam, bukan hamil. Nggak usah tanggung jawab segala, oke? Aku-udah-gede."

"Ya masa aja harus hamil dulu?!"

Liv memekik pelan, menutup mulutnya.
"Mesum," gumamnya lirih. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel lalu menelepon.

"Telepon siapa?" tanya Mark waspada.

"Komnas perlindungan perempuan. Itu tadi pelecehan secara verbㅡ Hey! Kembaliin handphone-ku!"





Okay, total chaos.
Aku terhuyung hampir menabrak rak buku karena menghindar dari Mark yang tiba-tiba berlari ke menyerempetku.

"Mark!" seruku kesal.

"Sorry Alice, darurat!" dia balik berseru, masih menghindar dari gapaian Liv.

"Sini handphone-ku!" sungut Liv.

Vacancy ✔ [revisi]Onde histórias criam vida. Descubra agora