Aku menimpali dengan tawa kecil, membayangkan Mark pasti shock dan bingung. Kalau aku jadi dia juga pasti akan mengira Livia kesurupan. Sampai hari ini sepertinya mereka belum bertemu langsung, Liv sibuk belajar di rumah Eri. Ujian sudah semakin dekat.



"ID ayahku udah ada. Sekarang apa?" aku membuka percakapan sementara Liv masih asyik menghadapi layar ponsel.

"Hah? Secepat itu? Woah," dia membelalakkan mata.

"Kita nggak punya banyak waktu, makanya aku gerak cepat. Kalau belum dapet ID-nya, kamu nggak kusuruh ke sini. Lagi sibuk belajar, kan?"

"Iya sih, lebih cepat lebih baik," ia membuka tas dan mengerluarkan laptop. "Oke, waktunya main."


Aku duduk menjajari Liv, menghadap laptopnya. Kami akan menggunakan ID ayahku untuk menyusup sistem jaringan CCTV. Selain krematorium, kami butuh akses CCTV terdekat dengan Diabolos untuk mengetahui kapan Jaemin datang ke sana.
Sumpah, aku merasa jadi anak nakal. Tapi tidak ada pilihan lain.



"Kamu belajar dari mana yang kayak gini?" tanyaku melihat Liv melakukan sesuatu yang tidak kumengerti dengan laptopnya.

"Hm... susah jelasinnya. Yang jelas dia mantan tim intel," jawabnya. "Tapi cuma meretas CCTV lalu lintas bukan hal yang susah kok. Ini gampang untuk pemula."

Tetap saja aku terkagum-kagum melihatnya, lagi-lagi membayangkan adegan film action. Kapan-kapan aku juga ingin diajari melakukan hal seru seperti ini.
Tak mau mengganggu Liv, aku menoton saja selama sekitar seperempat jam sampai akhirnya lengguhan lega keluar dari mulutnya. Dia meregangkan tangan dan tertawa puas.

"Success!" serunya. "Maaf ya, lama."

"No problemo," ujarku puas. "Sekarang apa?"

Liv mengurut dagu.
"Kupikir Jaemin berusaha melawan setiap merasa Jaeyoon mulai mengambil alih, kan? Berarti waktu Jaemin under control, Jaeyoon bergerak cepat," ujarnya. "Ini bedanya sama ibuku, pergerakan ibuku lebih lamban."

"Maksud kamu mungkin Jaemin ㅡI mean, Jaeyoon or whatever, bolak balik ke Diabolos di hari yang sama dengan kunjungan krematorium?" tanyaku.

"Yep," Livia mengangguk.


Aku menyambar buku catatan di atas meja, melihat tanggal-tanggal yang sudah kami temukan dari orang dalam krematorium kemarin. Saat membolak-balik halaman buku, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ide brilian ㅡyang sialnya sudah tak bisa dilakukan.

"Damn!" umpatku.

"Apa?" Liv menoleh heran.

"Dulu Jaemin sering menghilang, tapi kutanya lewat chat. Kita bisa liat dari tanggal chat-nya, tapi kan handphone-ku yang dulu udah rusak," keluhku.

"Ah, sayang banget," timpal Liv. "Ya udah, kita liat manual aja dari tanggal-tanggal ini dulu."


Aku mengangguk setuju. Kami pun sibuk masing-masing mengawasi layar laptop yang menampilkan video dari sudut jalan kecil menghadap ke bagian depan komplek pertokoan Diabolos.
Ternyata ini tidak semudah yang kubayangkan, butuh logika dan ketelitian tinggi. Dan ini mungkin akan jadi perkerjaanku kelak.
Oh my God, ternyata jadi orang dewasa memusingkan.









Duk duk duk








Kegiatan kami terhenti karena mendengar suara ketukan di pintu depan. Aku dan Liv reflek menoleh ke arah pintu. Sepagi ini? Siapa?


Vacancy ✔ [revisi]Where stories live. Discover now