Part 49 : The Truth (Part 5)

4.1K 96 2
                                    

TIK TOK TIK TOK

Suara denting jam, membuat ia seketika bisa merasakan atmosfer yang ada di sekitarnya. Meski masih terasa sakit, ia tetap berusaha untuk bisa membuka matanya. Butuh beberapa menit agar kedua kelopak matanya bisa terbuka dengan lebar.

"Rio, do you hear me? Rio?" tanya perempuan paruh baya yang ada di sampingnya itu. Rio—sosok yang sedang terbaring itu segera menetralkan semua indranya. Matanya sudah bisa melihat dengan jelas bahwa di sampingnya sudah ada Herman dan Erica dengan raut wajah bahagia menyambut Rio yang telah sadar dari tidur panjangnya.

"Ma, Pa?" Senyum Herman dan Erica semakin mengembang. "Hallo, sayang. Gimana keadaan kamu udah lumayan baikkan?" Rio mengangguk lemah.

"Yaudah, papa panggil dokter dulu buat cek kondisi kamu." Tak berapa lama, ada seorang dokter dan suster yang datang menghampiri Rio dan segera memeriksa kondisi tubuh Rio.

"Selamat ya, Pak, Bu, kondisi Rio sudah mulai stabil. Hanya perlu sedikit waktu istirahat lagi dan pemberian vitamin yang rutin. Setelah itu, Rio bisa pulang," ucap Silvi—dokter rawat Rio.

"Syukurlah," seru Herman dan Erica sambil menatap Rio dengan senyum merekah.

"Lalu, selain vitamin dan istirahat, ada hal lain, Dok, yang harus dilakukan?" tanya Herman untuk memastikan bahwa kondisi Rio sudah benar-benar pulih kembali. "Oh ya, Rio, untuk sekarang kamu jangan terlalu banyak gerak dulu. Mengingat luka tembak kamu itu baru saja sembuh. Lalu, kamu juga jangan kebanyakan pikiran dulu ya. Biarkan otak kamu istirahat sampai otak kamu siap untuk memikirkan hal-hal yang berat. Mengertikan maksud saya?" Rio pun mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Sus, tolong untuk makan malam tambahkan lagi dosis vitaminnya. Baik, Pak, Bu, Rio, saya pamit dulu. Nanti jika ada sesuatu, silakan panggil kami. Permisi." Herman, Erica, dan Rio mempersilakan dokter itu untuk keluar dari kamarnya.

"Syukurlah, kamu udah bisa cepet pulang, Yo. Kamu tau ga sih, mama itu khawatir banget sama kamu sama Giselle begitu denger kabar kalian seperti ini dari Satria. Kamu juga kenapa sih, rahasiain semua yang kamu sama Giselle alamin dari mama sama papa? Untung kamu masih bisa diselamatkan, kalo engga gimana, Yo?" ucap Erica sambil mulai tersedu. Herman pun menenangkan Erica.

Bukannya semakin reda, justru tangisan Erica semakin kencang. Melihat Erica seperti itu, membuat Rio merasa sangat bersalah telah membebankan kedua orang tuanya seperti ini. Apalagi mengingat Erica adalah ibu tirinya.

"Maafin, Rio, Ma, Pa. Rio rahasiain ini karena Rio gamau nambah beban pikiran kalian."

"Iya, Yo, papa ngerti. Tapi lain kali, seharusnya kamu sama Giselle kalo ada masalah cerita sama kita. Meskipun papa sama mama lagi sibuk, tapi kalo kalian ada masalah, pasti kita akan utamain kalian dulu ketimbang kerjaan kami. Mengerti?" Rio mengangguk paham.

"Ma, maafin Rio ya. Rio ga bermaksud buat mama khawatir kayak gini. Rio janji hal ini ga akan terulang lagi."

"Janji kamu, Yo?" Rio mengangguk mantap. Kemudian, Erica memeluk Rio dengan sangat erat. Air mata Erica mulai turun kembali. Rio yang bisa merasakan bahwa sang mama menangis, segera mengelus pelan punggung Erica agar wanita itu tidak semakin larut dalam kesedihan.

"Ma, Pa, Giselle mana? Giselle baik-baik aja kan? Karena yang terakhir Rio inget Giselle itu lag-"

"Ssttt, Yo, jangan banyak kepikiran dulu," perintah Erica pada Rio. Rio pun langsung terdiam. Setelah itu, suara Erica terdengar lagi, "Kamu tenang aja. Adek kamu gapapa. Dia sekarang lagi butuh banyak istirahat."

Rio menghela nafas begitu tahu kondisi sang adik baik-baik saja. Meskipun awalnya ia sempat kesal dengan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Giselle dengan baik hingga sang adik sempat berada di bawah pengaruh obat bius.

My Lovely Sister (S1) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang