67. between the twin

48K 10.3K 6.7K
                                    

Kamis siang di koridor rumah sakit, mataku memicing melihat Mark setengah berlari dari ujung lorong. Kukira aku salah lihat karena mengantuk, tapi itu memang Magu. Derap larinya berisik sekali. Sampai ada suster yang menegur, dia lupa ini rumah sakit?








"Alice!" panggilnya.
Sialㅡ melihat Mark Lee tak bisa sama lagi sejak 'gambaran masa depan' kemarin.

"Hey," sapaku balik.

"Anu... Liv...?" Mark bertanya antusias sambil menunjuk pintu di dekat kami.

Aku mengangguk.
"Iya. Dini hari tadi dia siuman," ujarku. "Tapiㅡ kamu tau dari mana?"

"Mama," jawab Mark ㅡmaksudnya tentu saja ibuku. Oh, tidak heran.

"Ah..." gumamku. "Aku baru sampai juga, tadi pagi pulang dulu."

"Terus, gimana keadaannya sekarang?" tanya Mark. "Kita nggak boleh masuk nih?"

"Sabar, Mark," aku terkekeh. "Tadi kata suster sementara ini cuma dokter dan keluarga yang boleh masuk."

Mark tampak kecewa.
Wajahnya terlihat kusam dan lelah, kasihan. Aku baru ingat, dia kan baru dari Jepang.
Tapi tak berapa lama, pintu ruangan Liv terbuka. Kami langsung menoleh, melihat dokter dan Choi Eri keluar dari sana.



"Ehㅡ hai," senyum Eri merekah saat melihat kami. "Masuk aja, aku ke apotek dulu ㅡada obat baru yang harus ditebus."

Aku dan Mark mengiyakan. Eri melangkah melewati kami.

"Yuk," ajakku, membuka celah pintu.

"Ehㅡ sebentar," Mark menahanku.

"Kenapa sih?" aku menatap Mark yang gelisah.

"Ng... nggak apa-apa sih. Tapi..."

"Cuma Livia, ngapain salting?" aku menariknya masuk sambil membuka pintu.

"Dihㅡ siapa yang salting??"



Saat kami masuk, di balik tirai Liv sedang tertawa pelan sambil nonton pororo. Di depannya setumpuk bakpao, kelihatan masih panas.

"Ehㅡ hai," sapa Liv saat melihat kami. "Mau bakpao?"

Aku bertukar pandang dengan Mark sebelum menghampiri ranjang pasien. Liv tampak sehat, tapi masih agak pucat. Tetap saja, agak mengagetkan melihat orang baru bangun koma nonton pororo sambil makan bakpao.
Senyum Liv memudar, ia menatap aku dan Mark heran.

"Kenapa? Kok bengong?" tanya Liv.

"Ahㅡ nggak, nggak apa-apa," aku terkekeh garing. "Um... gimana? Udah baikan?"

"Jauh lebih baik daripada tadi pagi. Aku kelaparan, kayak udah nggak makan bertahun-tahun," ujar Livia, lalu tersentak. "Ehㅡ ini tahun berapa? 2019?"

"Bukan, ini 2 Agustus 2018," gelengku.

Livia langsung tampak kecewa.
"Yah. Kirain udah boleh makan ramen," keluhnya.
"Oh iya, waktu bangun tadi aku pengen bakpao tapi ternyata belum boleh makan makanan dari luar. Kalian mau?"

"Bangun koma jadi makin cerewet ya," Mark mengambil satu bakpao dari piring.

"Cerewet?? Hm biarin," cibir Liv.

Untung tidak terpancing ribut.
Aku ikut mengambil satu bakpao lalu duduk.
"Jadi kamu cuma boleh makan makanan rumah sakit? Sampai kapan?"

"Mungkin dua atau tiga hari ke depan," jawabnya setelah berpikir.
"Ngomong-ngomong, kalian kok ke sini?"

"Ya menurutmu?" tanya Mark.

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang