56. hospital again

Start from the beginning
                                    

Rasanya ingin menangis. Ya Tuhan, kenapa aku cengeng?

"Aku nggak pernah benci Jaemin. Aku cuma mau dia hidup tenang, dengan atau tanpa aku," ujarku.

"Ah, loveless person can't relate," Liv tertawa lemah. "Yah, pokoknya kamu harus kuat. He's so sincere. His love is real pure."

Aku tersenyum pada Liv.
"I know. And you're not loveless, we love you."

Liv tampak terharu. Dia terdiam sejenak, tampak ada yang mengganggu pikirannya. Sama seperti Jaemin yang memendam banyak hal sendiri, kurasa.

"Ng, by the way, kalian kenapa sih?" aku membuka topik baru

"Siapa? Aku?"

"Sama Mark. Kenapa? Ada yang aneh, biasanya kalian seru banget berantem."

Wajah pucat Liv tiba-tiba tampak gusar dan sedih di saat yang sama.
"Aku... dia... Ahㅡ nggak tau, aku juga bingung."

"Hah? Bingung kenapa?" tanyaku penasaran.

"Kami ke makam Esther. Di sana aku kayaknya ngomong banyak hal, tapi aneh aku marah, sedih, dan kadang aku sendiri nggak ngerti aku ngomong apa..." dahi Liv berkerut, tampak berpikir keras. "Masa aku kerasukan?"

"Hush, jangan bilang gitu," aku mengusap lengannya. "Emang kalian ngomongin apa sih?"

Bibir Liv langsung terkatup rapat.
"Itu... biar nanti squidㅡ maksudnya, Mark, yang bilang."

"Ish, kenapa sih jadi main tebak-tebakan semua?" keluhku.

Livia tampak termenung. Sebelum bertanya sesuatu yang sangat sensitif.
"Sebenernya kamu suka Mark atau Jaemin sih?"

"L-liv...?"

"Um, sorry, Alice. Aku nggak berhak ikut campur, but we know things are getting complicated. Sejak kita ketemu di apartemenku, sampai sekarang, aku nggak ngerti hubungan kalian sebenernya gimana," kata Liv.

Liv tidak perlu minta maaf. Aku butuh seseorang sejujur dia.
"Ya, ini emang rumit. It's all about vacancy, wrong vacantness, wrong time," ucapku lirih.
"Aku nggak tau kapan awalnya. Mark ada selama Jaemin nggak ada, kukira dulu ingatan Jaemin nggak akan kembali selamanya. Waktu Jaemin akhirnya kembali, aku nggak bisa menolak. Tapi Mark..."

Sama sepertiku, Liv menghela nafas. Kami terdiam lagi.

"Mark baru bilang tentang perasaannya selama ini waktu Jaemin udah kembali. Dulu dia selalu mendorong aku buat berusaha mengembalikan ingatan Jaemin. Aku sempat bingung, mau dia apa sih?" lanjutku.

"Itu dia, pasti dia juga bingung apa yang dia mau," ujar Liv. "Oh, he's so problematic."

"Aku nggak pernah bermaksud menyakiti Mark. Nggak pernah," gumamku.

"Yeah, I know," Liv menatapku prihatin. "Kalau semua masalah ini udah selesai, aku rasa giliran kalian buat menyelesaikan masalah lain itu."

"Aku jahat ya, Liv?"

"Bukan. Kamu beruntung," Liv tersenyum tipis. "But, Alice, you can't have both the sun and moon at the same time."


Hanya satu kalimat, tapi seperti menyimpulkan keseluruhan masalahku. Rasanya seperti disiram air es. Aku tidak bisa berkata-kata lagi.



"Aku haus. Beli minum sebentar ya, nanti aku kesini lagi," ujarku, karena aku memang haus setelah banyak bicara.

Liv mengangguk.
"Okay, take your time."


Vacancy ✔ [revisi]Where stories live. Discover now