44. Terima Kasih, Daryl!

663 75 28
                                    

"Daryl?"

            Cowok itu tersentak dari buku yang ia baca. Ia mengambil salah satu buku yang dimiliki oleh Adel dan membacanya agar tidak bosan. Daryl tersenyum melihat Adel sudah bangun, ia menggeser kursi bersamanya ke dekat kasur Adel.

            "Kamu ngapain di sini?" Adel menatap Daryl seakan monster yang dapat membahayakannya.

            "Saya cuma bantu Mamamu jagain kamu di sini. Papa Mamamu ke kantor, Rafa ke sekolah, jadi daripada kamu sendiri, saya jagain kamu." Daryl berakhir dengan cengiran. "Oh ya, tadi saya pinjem novel kamu yang ini. Gak pa-pa kan?" tanya Daryl seraya menunjukan novel berjudul The Girl on The Train.

            Adel tersenyum kecil. "Iya gak pa-pa. Terus, gimana ceritanya kamu bisa di sini?"

            "Kan tadi saya mau jemput kamu ke kampus, terus, Mamamu cerita deh."

            "Makasih ya Daryl, maaf ngerepotin."

            "Gak kok. Tadi, Mamamu bilang dia buatin bubur buat kamu. Kamu mau makan sekarang?"

            "Boleh," jawab Adel lalu membuka selimutnya dan beranjak dari kasur. Namun Daryl menyuruhnya duduk perlahan di kasur. "Kamu tidur aja, saya yang bawain buburnya ke sini." Daryl mematikan AC kamar Adel.

            "Kok dimatiin AC-nya?"

            "Kalo lagi demam, jangan di udara dingin. Kalo bisa kamu harus keringetan." Daryl melepas sweater yang ia kenakan, menyisakan cowok itu dengan kaos hitam di badannya. "Nih, pake aja."

            Adel tersenyum dan menerima sweater besar berwarna biru dongker itu. Ia pun mengenakan di tubuhnya.

            "Baru dicuci kok, tenang aja." Daryl terkekeh.

            "Iya, wangi kok," ujar Adel, membuat Daryl tersenyum.

            "Ya udah, saya panasin dulu ya buburnya di bawah. Pake telor dadar mau gak? Eh, apa sih, kok telor dadar."

            Adel tertawa. "Iya gak apa-apa. Terserah kamu Ryl."

            "Oke, tunggu di sini ya." Daryl pergi meninggalkan Adel dengan senyumnya. Adel pun kembali merebahkan dirinya di kasur, menarik selimut sampai ke bahunya. Adel tersenyum selebar-lebarnya, ia suka mengenakan sweater Daryl, terutama aromanya yang khas Daryl.

            Kayak lagi dipeluk Daryl kalo begini, batin Adel. Ih, apaan sih.

--

Setelah makan bubur, Adel tertidur lagi. Kini ia membuka matanya, merasa lebih baik dari sebelumnya. Tubuhnya mulai berkeringat juga dan kepalanya tidak seberat sebelumnya. Ia duduk di kasur, menatap sekeliling. Masih siang, namun Daryl tidak ada di kamarnya. Ia menoleh ke pintu, tas kuliah Daryl masih tersender di tembok dekat pintu kamar Adel. Ke toilet kali, ya?

            Adel pun mengibaskan selimut yang menutupi dirinya, lalu beranjak dari kasur. Ia sudah tidak peduli dengan penampilannya yang pucat dengan rambut berantakan. Ia terlalu sakit untuk memikirkan hal itu.

            Begitu ia membuka pintu, ia mencium aroma masakan yang membuat perutnya berbunyi seketika. Bibirnya tersenyum, membuatnya tidak sabar untuk melihat siapa yang sudah repot-repot memasak untuknya. Dan benar saja, sesampainya di ruang makan, ia melihat Daryl tengah sibuk menyiapkan nasi goreng sosis dan telur di meja makan.

            Daryl mendongak, menatap Adel yang sedang berdiri di dekat meja makan. Daryl pun cengengesan. "Pas banget kamu bangun. Nih makan. Saya gak tau sih rasanya. Tapi dijamin gak bakal gak enak kok."

Untold FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang