25. Kekecewaan Terbesar di Hidup Daryl

542 74 13
                                    

Ting tong.

            Kini Daryl sudah berdiri di depan rumah Bella sesuai perjanjian yang mereka buat. Sebenarnya Daryl khawatir dengan keadaan Bella, namun cowok itu harus tetap terlihat jauh lebih kuat dibanding Bella. Karena kalau Daryl terlihat lemah, kepada siapa Bella akan bersandar?

            Pintu rumah itupun akhirnya terbuka dan Daryl disambut oleh cengiran khas Bella. Daryl juga tersenyum. "E-Eh Daryl, akhirnya dateng juga." Berbeda dengan wajahnya yang tampak senang, suaranya yang bergetar dan matanya yang tidak dapat menatap mata Daryl membuat cowok itu ragu, apakah cewek di hadapannya ini baik-baik saja atau tidak.

            "Iya, gue rada telat ya? Sorry, padahal udah ngebut lho."

            "Enggak kok. Ya udah yuk, masuk." Daryl pun memasuki rumah Bella yang besar. Entah mengapa, begitu memasuki rumah Bella, jantung Daryl berdegup kencang dan perutnya sedikit mules. Perasaan cowok itu tidak enak. Atau mungkin, ini pertama kalinya Daryl main ke rumah Bella. "Sini, Ryl." Daryl pun mengikuti ke mana Bella melangkah.

            Bella membawa Daryl ke ruang keluarga di rumah itu. Di sana ada Ayah dan Ibunya Bella. Daryl tersenyum sopan kepada dua insan paruh baya ini. Cowok itu mengulurkan tangannya. "Malem Om, saya Daryl."

            Bukan balasan jabatan tangan yang Daryl peroleh setelah itu, justru tatapan tajam dan penuh kebencian yang ia peroleh dari Ayahnya Bella. Daryl kembali menarik uluran tangannya. Ia tahu, ada yang tidak beres di tempat ini.

            Ayahnya Bella pun berdiri dari sofanya, masih menatap Daryl penuh amarah. Wajah Daryl terlihat semakin bodoh karena ia tidak mengerti apa yang terjadi di sini dan apa yang dipikirkan oleh Ayah Bella terhadap dirinya.

            "Jadi kamu yang bikin anak saya hamil?"

            Perut Daryl semakin melilit dan tubuhnya terasa dijatuhkan dari langit tertinggi ke aspal yang keras. Mulutnya yang seharusnya dengan mudahnya dapat mengatakan 'tidak' seakan ada yang melarangnya untuk mengucapkan sepatah katapun. Pikirannya terasa kosong namun berusaha keras untuk memahami situasi macam apa yang sedang ia jalankan ini. Daryl merasakan sakit hati akibat sebuah pengkhianatan sampai ke sekujur tubuhnya.

            "Ngaku kamu!"

            Ayahnya Bella tampak tidak menerima penolakan dari pertanyaannya, ia hanya ingin pengakuan Daryl. Namun apa yang harus Daryl akui? Ia bahkan tidak melakukan apapun dengan Bella.

            "Ng-nggak, Om. Saya—"

            "Masih gak mau ngaku kamu!" bentakan dahsyat Ayah Bella dan tatapan tajamnya membuat Daryl merasa semakin kecil. Daryl dapat mendengar suara isak Ibunya Bella, membuat Daryl merasa semakin terpojokan.

            "Sumpah Om, saya bukan orang yang Om tuduh. Saya ... saya sama sekali bukan orang yang bikin Bella hamil." Daryl pun menoleh ke arah Bella, meminta agar cewek itu membuka suara dan menjelaskan kebenaran tentang hal ini. "Bel...,"

            "Tolong nak, kamu akui saja." Kali ini Ibu Bella yang angkat bicara. "Bella sudah mengakui semua ini dan cepat atau lambat, semua akan terbongkar. Jadi lebih baik kamu jujur, karena kita akan bantu jalan keluar dari semua ini."

            "Tapi, saya sama sekali bukan—"

            "Kamu masih beruntung saya tidak main fisik sama kamu!" bentak Ayah Bella, membuat kepala Daryl semakin sakit. "Saya kasih waktu ke kamu untuk mengaku dan bersedia tanggung jawab dengan bayi di kandungan anak saya," ucap Ayah dengan intonasi lebih tenang. "Kalau tidak, saya tidak akan segan-segan membawa kasus ini ke kantor polisi." Ayah langsung pergi meninggalkan ruangan itu, begitu juga dengan Ibu. Kini hanya ada Daryl dan Bella.

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now