22. Konsekuensi dari Segala Perbuatan

559 64 10
                                    

Mama: semalem mama bikin cheesecake oreo
Mama: nanti boleh tolong kirimin ke rumah daryl gak?
Mama: soalnya ibunya daryl mau cobain kue mama
Mama: jangan kamu abisin semua lho!

            Adel langsung membuka lemari es dan dua tart cheesecake oreo terpampang di sana. Adel sangat menyukai cheesecake. Begitu membaca WhatsApp dari Mamanya, ia langsung menghampiri belahan jiwanya itu.

            Yang satu untuk di rumah, dan yang satu lagi ukurannya lebih kecil untuk keluarga Daryl. Mama sengaja membuat porsi lebih kecil karena belum tentu keluarga Daryl suka dengan kue buatan Mama. Kalo Adel sih, cheesecake buatan siapapun, akan selalu terasa enak di lidahnya.

            Kini, Adel memanjakan dirinya dengan menonton film dan cheesecake oreo sebagai teman nontonnya.

--

Sesuai dengan perjanjian antara Daryl dan Adel, Adel pun memberikan cheesecake tersebut ke rumah Daryl pukul delapan begitu Daryl sudah tiba di rumah. Sebenarnya bisa saja menggunakan jasa ojek online untuk mengirimkan kue tersebut, namun Adel memilih untuk mengantarkannya seorang diri.

            Ia ingin melihat Daryl.

            Kini Adel sudah tiba di depan rumah Daryl. Ia membersihkan tenggorokannya dan merapikan rambutnya sedikit. Setelah itu, ia langsung memencet bel, mundur selangkah, dengan jantung yang cukup berdebar.

            Bapak membukakan pintu untuk Adel. Mereka sama-sama melempar senyum saat menyambut. "Malem Om, ini aku mau kasih kue dari Mama."

            "Aduh pake repot-repot segala." Adel terkekeh. "Masuk dulu Del." Adel mengangguk sopan lalu masuk ke rumah Daryl. Bapak menyuruh Adel untuk meletakannya di meja makan saja. Adel menatap sekeliling, namun tidak menemukan sesosok Daryl. Ia ingin sekali bertanya, namun ia sangat malu.

            "Semoga suka ya Om, sama kuenya."

            "Pasti suka dong." Bapak terkekeh. "Kamu mau minum apa?"

            "G-Gak usah Om hehe."

            "Atau mau ketemu Daryl? Samperin aja ke kamarnya di lantai atas tuh."

            Jantung Adel langsung berdebar. Untung si Om peka. "Gak pa-pa nih Om?"

            "Ya gak apa-apa. Sok gih, samperin aja."

            "Oke deh Om, permisi ya." Adel tersenyum sopan lalu berjalan ke kamar Daryl. Ia memang sudah pernah ke rumah Daryl namun belum pernah menginjak lantai atas. Lantai atas lebih berantakan dari bawah, mungkin karena penghuni lantai itu hanyalah Daryl. Ada tiga pintu di sana yang membuat Adel bingung.

            Sementara itu, Ibu baru keluar dari kamar mandi dan menghampiri Bapak yang sedang sibuk dengan cheesecake oreo pemberian kerabatnya. "Lho, Adel udah ke sini?" tanya Ibu.

            "Iya tuh Bapak suruh ke kamar Daryl."

            "Hah? Ke kamar Daryl?!"

            Bapak menganguk santai. "Iya. Emang kenapa?"

            Tak perlu repot-repot mencari mana yang kamar Daryl. Pintu kamar Daryl yang terbuka setengah membuat Adel tersenyum karena tahu itu pasti kamar cowok itu. Saat Adel ingin mengetuk pintu, ia mendengar seorang cewek menangis. Adel pun melihat apa yang terjadi di kamar Daryl.

            Adel melihat Bella tengah berada di pelukan Daryl sambil menangis. Daryl tampak menenangkan cewek itu dengan mengelus-elus halus rambut panjang Bella. Adel membeku menatap pemandangan yang disuguhkan untuknya. Ia tidak tahu apa yang terjadi antara Daryl dan Bella, namun yang Adel tahu kalau hatinya benar-benar hancur berkeping-keping melihat Daryl memeluk perempuan lain.

            Adel tahu, dirinya bukanlah siapa-siapa di kehidupan Daryl.

            Tanpa berkata apa-apa, Adel langsung meninggalkan tempat itu. Hatinya yang terasa dihantam beban berat dan ditusuk ribuan jarum berusaha ia abaikan. Ia menuruni tangga dengan tangan gemetar. Tak seharusnya ia berharap terlalu banyak pada Daryl, tak seharusnya.

            Adel pun tiba di ruang makan, bibirnya yang tampak gemetar berusaha ia tarik untuk membuat senyuman pada Bapak dan Ibunya Daryl. Bapak dan Ibu tampak mematung menatap Adel.

            "S-Saya pulang dulu ya Om, Tante." Suara Adel bergetar. "Semoga cheesecake-nya suka. Makasih Om, Tante." Adel tersenyum singkat dan langsung berlalu dari sana sebelum ekspresi wajahnya berubah menjadi yang tidak ia inginkan. Adel cengeng, jadi mudah baginya untuk menangis.

            Ibu langsung menatap Bapak yang kini tengah menelan ludahnya. "Tuh kan, gara-gara Bapak tuh."

            Sementara itu, baju Daryl sudah basah karena air mata Bella. "Sebenernya waktu itu, gue gak maksud ngatain cewek lo itu cewek gak bener, Ryl. Gue cuma gak nyangka kalo ternyata cewek yang gak bener itu gue." Bella sesenggukan. "Gue masih mengelak, gue masih nyalahin orang lain, padahal gue tau, di sini gue yang salah." Tangisan Bella semakin kencang dan Daryl tidak tahu harus berbuat apa selain memeluk cewek itu semakin erat.

            "Gue bakal bantuin lo buat selesain masalah ini, Bell."

            "Gak ada jalan keluarnya Ryl," ujar Bella. "Satu-satunya jalan yaitu gue harus gugurin anak gue."

            Daryl langsung melepas pelukannya dengan Bella. Cowok itu menatap mata Bella yang sembab dan merah. "Gue tau lo frustasi dan bingung ngadepin masalah ini, tapi gugurin anak itu bukan jalan yang baik. Anak yang ada di perut lo bukan cuma tanggung jawabnya Gilang, tapi tanggung jawab lo juga, sebagai Ibunya."

            "Gue malu Ryl!" bentak Bella. "Bagi lo gampang bilang buat jangan gugurin anak ini, tapi lo gak tau posisi gue gimana!"

            "Iya, emang gampang, segampang kayak lo mutusin buat melakukan hal gak senonoh itu sama Gilang." Kedua rahang Daryl mengeras, membuat tatapan Bella tampak lunak. Bella sadar, apapun ini juga adalah salah dirinya. "Kalo Gilang masih gak mau tanggung jawab, lo harus kasih tau bokap nyokap lo tentang ini lebih cepet. Sebenernya, mau Gilang tanggung jawab atau enggak, lo harus bilang ke orang tua lo. Mereka pasti punya solusi lebih bijak dari solusi manapun."

            Bella menggeleng, wajahnya benar-benar tampak frustasi. Ia tidak mungkin akan memberitahukan hal ini pada orang tuanya, tidak untuk waktu dekat ini.

****

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now