28. Menikmati Nyanyian Pengamen

580 66 13
                                    

Daryl memasuki ruang inap Bella pagi itu. Bella yang terkulai lemas di atas ranjang rumah sakit, perlahan menolehkan kepalanya ke arah pintu. Bibir cewek itu masih bisa tersenyum melihat kedatangan Daryl. Daryl pun membalas senyuman Bella, membuat Bella merasa jauh lebih baik.

Kali itu Bella sedang sendirian, tanpa ada siapa-siapa yang menemaninya. Daryl pun mendekati Bella dan meletakan makanan yang ia bawa kali ini.

"Gue bawain lo bubur ayam Mang Dede. Itu masih jadi makanan favorit lo kan?"

Bella tertawa. Bella merasa aneh dengan tawa ini. Sudah lama ia tidak bisa tertawa lepas karena masalah yang menimpanya. "Masih inget aja sih," ucap Bella lemas. "Bubur di rumah sakit rasanya hambar. Makasih banget ya, udah bawain ini buat gue."

"Siapa bilang ini buat lo? Orang gue cuma nanya doang bubur ini masih jadi favorit lo apa gak."

Bella terkekeh. "Gak mungkin lo sejahat itu Ryl." Daryl tertawa. "Seenggaknya bayi ini butuh asupan makan juga," tambah Bella lalu mengusap perutnya. Daryl tidak tahu haruskah ia tertawa atau tidak, namun cowok itu hanya tersenyum.

"Boleh gak sih lo makan bubur ayam pinggir jalan gini?"

Bella tampak berpikir. "Boleh kali ya. Gue juga gak tau." Mereka berdua tertawa. Namun Daryl juga senang, mendapati Bella yang sepertinya sudah bisa menerima bayi yang ada dalam kandungannya. Bella lagi-lagi mengusap perutnya lembut. "Gue gak jadi punya keinginan buat gugurin anak ini."

Senyum Daryl semakin mengembang dari sebelumnya. "Bagus dong! Lagian bayi itu gak salah apa-apa, kasian kalo sampe nyawanya harus ilang."

Bella mengangguk. "Gue waktu itu masih syok aja Ryl makanya bilang begitu. Ngomong-ngomong, kemaren lo ke sini ya?"

"Iya."

"Bokap nyokap gue cerita sama gue. Setelah itu ... gue bilang sama mereka kalo bukan lo yang hamilin gue, gue bilang itu di depan Gilang juga." Daryl tersenyum lebar. "Untungnya, mereka percaya sama gue."

"Terus, respons mereka ke Gilang gimana?"

Bella mengangkat kedua bahunya. "Gue tau bokap gue mau bentak-bentak Gilang detik itu juga, tapi dia gak mau lakuin itu di depan gue. Abis itu mereka bertiga keluar dari UGD karena suster mau pindahin gue ke ruang inap. Nah, gue gak tau tuh apa yang bokap gue lakuin di luar sana sama Gilang." Bella tersenyum. "Tapi sekarang gue gak peduli kalo Gilang gak mau tanggung jawab. Emang sih, gue sakit hati banget dan kecewa. Tapi gue bakal buktiin ke dia kalo gue gak selemah itu, gue akan jadi ibu yang kuat dan bisa didik anak gue sendiri."

"Iya Bel, lo pasti bisa. Pokoknya lo tenang aja, gue bakal selalu ada buat lo kalo lo butuh gue. Gue gak akan ninggalin lo sendiri mikul beban lo, Bel."

Bella melempar senyumnya pada Daryl. "Makasih Ryl. Lo emang temen terbaik gue."

Daryl mengangguk. "Maaf ya, waktu itu gue sempet marah besar sama lo."

Mata Bella membulat dan ia menggeleng cepat. "Gak Ryl, lo gak boleh minta maaf sama gue, ini sama sekali bukan salah lo. Ini bener-bener salah gue seratus persen. Tapi bener-bener Ryl, waktu itu gue-"

"Iya gue tau kok, lo gak maksud nuduh gue kayak gitu." Daryl tersenyum. "Ya udah, mulai sekarang kita lupain clash di antara kita. Pokoknya pikiran lo harus yang bagus-bagus, lo harus sehat, harus happy, for your baby's sake."

Bella terkekeh. "Thank you Ryl, thank you." Mereka pun saling melempar senyum dan berjanji dalam hati akan saling melindungi satu sama lain.

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now