1. Pertemuan Pertama

2.2K 157 10
                                    

Adel melipat kembali kertas pendaftaran untuk belajar menyetir mobil. Ia mendengus panjang, membayangkan guru galak yang akan mengajari ia menyetir nanti. Sebenarnya adiknya sudah bilang kalau guru les menyetir di sana tidak galak, tapi Adel tahu, kalau guru mengemudi mobil yang tidak galak akan menjadi galak kalau mengajar Adel. Karena Adel adalah gadis yang paling parno sama yang namanya nyetir, tapi sangat ingin untuk bisa menyetir mobil.

            Contoh guru tidak galak yang menjadi galak saat mengajar Adel mengemudi mobil adalah Papanya. Beda dengan Mamanya, Papanya Adel adalah orang yang sabar dan jarang marah. Tapi seketika bisa menjadi orang yang galak, pemarah, dan sering mengeluh setelah mengajari Adel mengemudi.

            Adel ingin sekali seperti Mama. Wanita mandiri yang tegas dalam mengambil keputusan, bisa mengurus diri sendiri, bukan penakut, dan memiliki jenjang karir yang cukup tinggi. Tapi untuk urusan keluarga, Mama tidak seperti Ibu-Ibu berkarir lainnya, ia sangat telaten dalam mengurus keluarganya. Adel sering heran, Mamanya minum vitamin apa sampai bisa berbagi energi di kantor dan di rumah.

            Mama selalu pergi ke kantor dengan mobil pribadi dan menyetir sendiri. Walaupun Papa sudah berkali-kali menawarkan jasa sopir, tapi Mama selalu menolak. Alasannya karena Mama masih punya tangan dan kaki, jadi ia tidak memiliki alasan untuk menggunakan jasa sopir.

            Tapi di sinilah Adel, duduk berhimpit-himpitan di busway bersama orang-orang yang memiliki kepentingan masing-masing. Andai saja Adel bisa menyetir mobil, pasti ia tidak perlu berdesak-desakan seperti ini dan pasti ia akan terlihat lebih keren.

            Seharusnya sekarang Adel pulang ke rumah setelah dari kampus. Tetapi ia disuruh oleh Mamanya untuk membeli buku untuk membuat kue kering. Awalnya Adel menolak dengan alasan ia lelah dan banyak yang harus ia pikirkan mengenai tugas kampus. Tetapi begitu Mama memberi embel-embel 'kamu boleh beli novel lain sesuka kamu', Adel langsung setuju dan langsung menandatangani kontrak.

            Maaf, berlebihan.

            Setelah turun di halte busway dan berjalan beberapa meter menuju toko buku yang dituju, akhirnya Adel sampai juga di toko buku Booktopia. Bibirnya tersenyum lebar begitu membuka pintu toko buku tersebut. Buku-buku berjejer rapi kini menyapa gadis kutu buku itu.

            Adel jarang pergi ke toko buku ini. Ia lebih sering pergi ke toko buku yang berada di mall atau beli di toko buku online. Karena teman-temannya merekomendasikan toko ini—karena tidak jauh dari kampus dan rumah Adel—Adel pun akhirnya mencoba ke toko buku ini.

            Sebelum ia berlama-lama untuk memilih novel yang akan dipilih, tentu saja ia pergi ke rak buku memasak terlebih dulu. Baru setelah itu ia bebas memilih-milih novel yang ia inginkan.

            Banyak sekali pilihan buku memasak di sini. Ada masakan Indonesia, Italia, Jepang, dan lain-lain. Ada juga buku untuk membuat kue tart, tapi bukan ini yang Mamanya inginkan. Pokoknya Mama maunya kue kering, nggak mau yang lain.

            Adel menggaruk kepalanya. Sesering-seringnya ia ke toko buku, ia belum pernah membeli buku masakan. Ini juga merupakan hobi baru Mamanya, yang berdampak sedikit menyusahkan bagi Adel. Tapi ya sudahlah, seenggaknya ia kecipratan rejeki dari bantuin Mamanya ini.

            "Ada yang bisa saya bantu?"

            Adel menoleh. "Sa—" ucapannya terputus melihat lelaki yang berdiri tepat di sebelah kanannya. Cowok ini tinggi, Adel hanya sampai bahunya saja. Entah cowok ini yang ketinggian, atau Adel yang kependekan.

            Cowok itu mengangkat kedua alisnya, keujung bibirnya yang tertarik tidak luntur juga. Ia menunggu jawaban Adel.

            Adel berdeham. "Maaf." Gadis kikuk itu mengalihkan pandangannya dari cowok itu. "S-Saya mau cari buku resep kue kering, ada gak, ya?"

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now