8. Nama Daryl Bukan Nama Asing

728 101 8
                                    

Hari sudah mulai gelap dan Adel baru sampai rumah. Setelah dari Booktopia, ia sempat mampir ke kafe terlebih dulu. Menikmati waktu kesendiriannya bersama cheesecake oreo favoritnya sambil membaca cerita yang ia suka di aplikasi Wattpad. Dan tak dapat dipungkiri, setelah dari Booktopia, gadis itu sesekali mengecek Line-nya, menunggu Daryl mengirmkannya pesan.

Sampai sekarang, Adel belum menerima pesan apapun dari Daryl. Seberapa besar ia mencoba untuk tidak memikirkan dan berharap pada lelaki itu, semakin sulit bagi Adel untuk tidak memikirkan Daryl.

Adel mendaratkan bokongnya di sofa. Suasana di rumahnya selalu membuat hatinya lebih tenang. Dekorasi minimalis kekinian yang didekorasi Mamanya membuat siapapun yang berada di sana ingin berlama-lama.

Adel mengambil ponselnya dari tas dan mengecek notifikasi masuk lagi. Namun tidak ada nama Daryl yang muncul. Adel membenci dirinya sendiri, yang memaksa dirinya untuk menunggu chat masuk dari orang yang baru saja berkenalan dengannya tadi sore.

"Dapet buku apa tadi, Del?" tanya Papa seraya duduk di sebelah Adel. Akhirnya, ada yang dapat mengalihkan perhatian Adel dari Daryl.

"Aku gak jadi beli buku, Pa. Tapi aku udah tau, aku bakal dapet duit tambahan dari mana."

"Dari mana, tuh?"

"Aku mau jual novelku yang udah lama dan gak aku baca lagi, Pa. Lumayan lah uangnya buat tambah-tambah. Lagian kan uang itu cuma buat tiga bulan selama aku ngajar anak-anak itu."

Papa mengangguk-ngangguk. "Iya, lagian kalo kurang-kurang, bisa minta sama Papa, kok."

Adel cengengesan. Ia tahu persis kalau ia bisa semudah itu minta uang pada Papa. Tapi Adel ingin berusaha maksimal terlebih dulu.

"Nah, kalo jual novel, Mama setuju," tambah Mama tiba-tiba, lalu duduk di sofa satunya. "Daripada numpuk dan bikin debu, mending kamu jual aja."

Adel bernapas lega, akhirnya Mama setuju dengan permikirannya. Terima kasih Daryl!

"Kamu dapet ide buat jual novel tiba-tiba begitu, dari mana?" tanya Papa.

"Temenku yang kasih ide, Pa. Sebenernya bukan temen, sih. Kita baru aja kenalan tadi di toko buku."

"Kok bisa? Secepet itu?" kali ini Mama yang bertanya.

"Iya, Ma. Jadi di Booktopia, aku kenal sama salah satu pelayan di sana. Dia sering banget layanin aku. Sampe akhirnya, kita kenalan tadi. Terus aku cerita permasalahan aku, abis itu dia kasih ide buat jual barang-barang gak kepake punya aku."

Mama mengangguk-ngangguk. "Cewek apa cowok tuh?"

"Cowok."

Papa langsung batuk-batuk, membuat Adel menoleh ke sebelahnya. "Papa kenapa?" tanya Adel sedikit panik.

"Kok semudah itu kamu deket sama cowok?"

"Aduh, kalo aku ceritain detail-nya, bakal panjang lagi, Pa. Itu aku ceritain secara singkat aja."

"Emang siapa namanya?"

"Daryl."

Papa tampak berpikir. Nama itu tidak begitu asing di telinganya. "Mirip nama anaknya temen Papa, ya."

"Eh, ganteng gak, si Daryl?" tanya Mama. Walaupun Mama termasuk Ibu-Ibu yang cuek, tapi tetap saja, kalau soal seperti ini, Mama sering menampakan antusiasmenya.

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now