21. Makan Ditemani Adel, Lele, dan Kerang

595 66 6
                                    

"Permisi mbak, mau cari buku apa?"

            Perhatian Adel dari pilihan-pilihan buku masak yang tertera langsung teralihkan seketika mendengar suara tersebut. "Saya cari—" ucapannya terpotong, detik berikutnya ia terbahak bersamaan dengan Daryl. "Ih kamu, bikin kaget aja."

            "Udah lama kamu nggak ke sini," ucap Daryl. "Kali ini disuruh Mama, ya?" Daryl dapat menebaknya karena Adel sedang menjelajah buku-buku masak.

            Adel mengangguk. "Kalo Mama kasih izin saya beli novel sering-sering, pasti saya bakal sering ke sini deh." Daryl tertawa, begitu juga dengan Adel. "Ngomong-ngomong, Ivan bilang makasih buat bukunya."

            "Oh iya, sama-sama. Lain kali saya main ke sana deh."

            Senyum Adel terbit. "Iya, Ivan nanyain kamu juga."

            Daryl mengangguk dan tersenyum, memamerkan lesung pipinya. "Ya udah, saya ke sana dulu ya. Harus liat-liat customer lain juga."

            Sebenarnya Adel menyayangkan kepergian Daryl dan sebetulnya Daryl juga masih ingin berlama-lama dengan Adel, namun ia memaksa untuk menolak keinginannya. Daryl tidak ingin semakin menyukai Adel karena entah bagaimana firasatnya mengatakan kalau ia tidak akan bisa menggapai Adel. Atau ini hanya karena dirinya yang kurang percaya diri? Entah, Daryl tidak begitu ingin memikirkannya.

            Namun Adel pun tersenyum, berusaha terlihat baik-baik saja kalaupun Daryl pergi. "Oke, makasih ya udah sempet samperin saya ke sini."

            "Iya. Sampe ketemu lagi nanti, Del."

            "Iya Ryl." Daryl tersenyum sekali lagi dan pergi meninggalkan Adel. Adel menghela napas berat, namun kembali mengabaikan perasaan tidak nyamannya begitu Daryl pergi.

--

Hari sudah malam dan shift kerja Daryl sudah selesai. Cowok itu merenggangkan tubuhnya setelah mengganti pakaian. Ia begitu lelah dan yang ia pikirkan sampai rumah adalah tidur. Ia bahkan tidak begitu menghiraukan perutnya yang keroncongan. Tidur adalah sesuatu yang sangat Daryl butuhkan saat ini.

            Namun begitu ia sampai di depan Booktopia, tubuhnya yang ngantuk dan lelah seketika seakan sudah di-charge secara penuh. Ia melihat Adel tengah berdiri di depan toko. Hujan mengguyur Jakarta sejak sore dan baru mulai berhenti sedikit demi sedikit dari sekarang. Daryl tahu Adel pasti menunggu hujan reda, namun Daryl tidak tahu kalau sedaritadi Adel berdiri di sini untuk menunggu hujan reda.

            "Adel?" Daryl menghampiri Adel yang kini tampak kedinginan. Senyum gadis itu langsung membuncah dan sukses membuat Daryl ikut tersenyum. "Kamu nunggu hujan reda daritadi?"

            Adel mengangguk. "Tadi saya baru jalan bentar, tiba-tiba hujan. Jadi saya lari lagi ke sini buat berteduh. Nggak taunya ujannya lama banget."

            "Kenapa gak masuk aja dulu ketemu saya? Seenggaknya kan saya bisa kasih kamu tempat duduk sama teh anget."

            "Tadinya saya mau begitu, tapi gak enak, soalnya kamu keliatan lagi sibuk banget."

            "Ya ampun Adel," ujar Daryl. "Sesibuk-sibuknya saya pasti saya bakal luangin waktu kok buat kamu."

            Adel tersenyum. Ucapan sederhana Daryl selalu sukses membuat gadis itu tersenyum. "Ya udah gak pa-pa Ryl, lagian juga ujannya udah mulai berhenti nih."

            "Saya anter pulang ya?" jantung Adel langsung terasa jatuh dari tempatnya. Adel tahu ini berlebihan karena ia juga sudah pernah diantar Daryl pulang dengan selamat sampai di rumah. Adel juga tidak mengerti, mengapa setiap pergerakan Daryl selalu membuat jantung cewek itu bekerja di luar batas wajar.

Untold FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang