31. Takut Akan Risiko

558 62 9
                                    

Adel dan Reno keluar dari salah satu studio bioskop setelah menikmati film horror terkenal berjudul Insidious. Adel bukan orang pemberani, namun juga bukan berarti dia penakut berlebih. Adel takut, namun rasa penasarannya dan ketertarikannya kepada film-film horror membuatnya tidak pernah ketinggalan menonton film horror ternama di bioskop. Walau pulangnya ia harus menerima risiko tidak bisa tidur nyenyak, ia tetap nekat dan mengulang melakukan itu.

            "Tapi menurut gue gak serem-serem banget ah," ucap Adel seraya makan sisa pop corn yang belum habis. "Hantunya kayak monster, bukan kayak 'hantu' yang kayak normalnya. Kesannya animasi dan dibuat-buat banget. Beda sama Conjuring."

            "Gila. Conjuring mah film horror the best deh bagi gue," sahut Reno sambil tangannya ikut-ikutan mengambil pop corn.

            "Heran gue, padahal produser Insidious sama Conjuring sama, lho. Si James Wan itu. Tapi kok Insidious kurang mantep ya? Pokoknya Insidious 1 sama 2 sih, paling the best."

            "Ya, mungkin kalo Conjuring kan berdasarkan kisah nyata, jadinya kerasa banget real-nya."

            "Iya. Insidious terlalu dibuat-buat," balas Adel. "Atau mungkin demon yang asli penampakannya kayak gitu lagi jangan-jangan?"

            Reno terdiam, wajahnya berubah serius. "Coba liat ke depan sekarang, Del," ujarnya halus, membuat jantung Adel berdegup kencang dan seketika ia merasa ketakutan. "Liat ke cermin yang ada di sana."

            Adel mengangguk kecil. "K-Kenapa?"

            "Yang lo liat di cermin, itulah wujud demon yang sebenarnya."

            Adel menahan tawa dan langsung memukul-mukul tubuh Reno. "Nyebelin lo! Jadi maksud lo, gue iblis gitu?"

            "Ya, bisa buat kesimpulan sendiri, kan?"

            "Nyebelin banget ih!" Adel melemparkan dua butir pop corn ke wajah Reno sambil tertawa, Reno juga tertawa lepas selama bersama Adel.

            Namun di saat mereka tertawa bahagia, mereka tidak tahu ada yang menatap mereka penuh kekecewaan.

            Siapa lagi kalau bukan Daryl.

            "Seharusnya kita gak usah ke sini," ucap Daryl pada teman-temannya tetapi matanya masih terpaku pada Adel.

            "Kenapa emangnya? Kan tadi lo yang ngajak, gila," sahut Daniel.

            "Iya, rada nyesel gue sekarang."

            Kemal mengikuti arah tatapan Daryl. "Lo ngiri liat couple itu?" tanya Kemal seraya menunjuk Adel dan Reno. "Lebay bet lo jir. Gue aja udah jomblo sekitar...," Kemal menghitung, "dua sampe tiga tahunan gitu, gak sesedih itu kalo liat orang lagi pacaran. Segitu ngirinya lo Ryl?"

            Daryl menatap Kemal malas. "Itu Adel."

            "Hah?!" kompak mereka berdua, lalu menolehkan kepala mereka ke belakang, menatap Adel sekali lagi yang sudah berjalan jauh darinya.

            "Ho iya, cakep, gila," ujar Daniel tak dapat memalingkan tatapannya dari Adel.

            "Iya yak. Bukan tipe cewek cantik yang mencolok, sih, tapi mukanya apa ya ... ada seni-seninya gitu."

            "Ngomong apa sih lo Mal."

            "Gak tau."

            "Udah ah," sela Daryl. "Ribut amat lo pada."

Untold FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang