6. Tidak Cinta Bukan Berarti Benci

849 99 4
                                    

Daryl tersenyum pada cewek yang akhirnya datang setelah ia tunggu. Cewek berambut panjang dengan segelas minuman di tangannya, tersenyum manis, dan duduk di hadapan Daryl. Bella, gadis itu kini menjadi alasan mengapa jantung Daryl berdetak cepat, namun dengan mudahnya, Daryl menjinakan detak jantungnya. Bella, bukanlah siapa-siapa lagi bagi Daryl.

            "Sorry gue lama. Lampu merah sana tau lah, lama." Bella terkekeh, Daryl pun juga ikut tertawa kecil.

            "Iya, santai aja." Sempat terjadi keheningan di antara mereka, setelah mereka lama tidak berjumpa. "Ada apa Bel, tiba-tiba mau ketemu gue?"

            Kini senyum Bella berubah menjadi senyum kecut. Daryl menyadari itu, tapi tetap menunggu sampai gadis itu angkat bicara. "Gue mau ketemu lo buat minta maaf, Ryl."

            "Minta maaf? Buat apa?"

            Pertanyaan Daryl semakin mencekik Bella. "Ya ... tentang setelah apa yang udah gue lakuin ke lo. Gue udah ninggalin lo gitu aja dan maki-maki lo. T-Tapi, lo harus tau, gue sebenernya gak sejahat itu pengen maki-maki lo."

            Daryl tertawa kecil. "Gue tau, kok. Lo maki-maki gue, maupun secara personal, ataupun di depan orang, karena lo pengen buat gue benci sama lo, kan? Supaya gue bisa lupain lo?"

            Bella meringis, tak berani menatap Daryl. "Iya, Ryl. Gue selalu cari cara supaya lo bener-bener bisa lupain gue."

            "Sebenernya lo gak perlu repot-repot maki-maki gue, Bel."

            "Soalnya ... lo udah benci sama gue?"

            Daryl lagi-lagi tertawa kecil. "Enggak. Karena gue ngehargai lo. Kalo lo minta gue menjauh, gue akan menjauh. Tapi, lo tau kan, melepaskan nggak semudah itu. Waktu itu, gue cuma butuh waktu buat nyesuain diri, makanya gue masih suka ngusik kehidupan lo. Tapi gue tau kok, nantinya gue bakal ninggalin lo sepenuhnya. Seharusnya lo gak perlu serepot itu sampai menghina gue." Daryl tersenyum kecil. "Gue minta maaf udah sempet bikin hidup lo gak nyaman waktu itu."

            Bella menggeleng cepat. Ia benar-benar tidak mengerti seorang Daryl. Bagaimana bisa jelas-jelas Daryl yang tersakiti di sini tapi dia tetap minta maaf? "Ini sama sekali bukan salah lo, Ryl. Siapapun yang denger kisah kita waktu itu, pasti tau siapa yang salah."

            "Udahlah Bel, itu udah lewat juga. Kita gak perlu bahas ini. Mungkin, waktu itu kita sama-sama belum dewasa."

            Bella mengangguk. "Iya, sorry gue bahas ini lagi. Gue cuma mau minta maaf secara face to face, kok. Gue mau gentle."

            "Iya, Bella. Gak apa-apa."

            Tanpa mereka sadari, seorang gadis tetap menatap mereka dengan sebuah kekecewaan tersirat di mata gadis itu. Adel tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari Daryl dan Bella. Ingin pergi dari kafe ini, ia enggan. Entah mengapa ia masih ingin melihat Daryl dan juga ia merasa tidak enak dengan Putri kalau ia tiba-tiba pulang seenaknya.

            "Udahlah, Del. Kok bisa-bisanya lo sakit hati sama cowok yang namanya lo gak tau, sih?"

            Adel mendengus. "Iya, ya. Sebodoh itu gue. Mungkin ini emosi dan perasaan sesaat, sih. Paling nanti-nanti juga biasa aja."

            "Makanya, lain kali kalo liat pelayan cogan kayak dia, langsung liat name tag-nya. Seenggaknya bisa lo cari-cari di internet tentang dia."

            "Ih, gue gak sesuka itu kali sama dia."

            Putri mengangguk. "Iya, sih. Lagian dia udah ada cewek, mau ngarep apa lagi?"

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now