43. Pertolongan dari Daryl

Start from the beginning
                                    

            "Kamu gak pa-pa?"

            Adel tersentak. Ia menoleh ke cowok yang menjulang tinggi jauh darinya. Jujur saja, Adel rindu suara itu. Adel ingin sekali tersenyum riang dan memanggil nama Daryl, memberitahunya betapa ia merindukannya. Namun Adel tidak ingin. Andai saja Daryl lebih cepat dari Reno saat itu, pasti Adel tidak perlu merasakan sakit hati untuk saat ini.

            "Gak pa-pa," jawab Adel dingin.

            "Yakin?"

            "Hm."

            Walau Adel tampak dingin, tak dapat dipungkiri kalau ia sedang memikirkan sesuatu. Daryl mengintip ponselnya. Aplikasi taksi online terpampang di layar ponsel gadis itu. Pasti permasalahannya tidak jauh-jauh dari sana.

            "Ada masalah sama taksi online-nya?"

            Adel mendengus. Ia tidak bisa berkata tidak apa-apa kali ini. "Ya gitu deh. Dia ada di depan kampus, padahal saya udah tulis di note kalau pick up di lobi aja. Tapi kayaknya dia gak baca, jadi dia nungguin saya di depan. Saya mau ngasih tau dia tapi gak ada pulsa, dia juga gak ngehubungin saya. Saya jadi bingung."

            "Oh," sahut Daryl. "Ya udah, saya anter ke depan." Cowok itu membuka jaket yang ia kenakan, lalu ia rentangkan jaket itu di atas kepalanya dan kepala Adel. "Yuk."

            Jantung Adel berdegup kencang, namun ia tetap terlihat dingin. Mereka pun berjalan bersama menuju depan kampus. Sebenarnya bisa saja Daryl memberikan pulsanya pada Adel untuk menelepon sopir itu. Tapi, Daryl rasa itu tidak cukup membantu menambah kedekatan antara Daryl dengan Adel.

            "Kayak di drama-drama Korea gitu, ya," ujar Daryl, tanpa sadar meloloskan tawa dari mulut Adel. Dan Adel menyesal melakukan itu.

            "Iya." Adel berdeham.

            "Kalo mau ketawa, ketawa aja sih. Kenapa harus ditahan-tahan gitu?"

            "Apaan sih." Daryl tersenyum. Adel terlihat lucu di mata Daryl.

            Akhirnya mereka sampai di mobil yang sudah dipesan Adel.

            "Makasih ya Ryl." Adel tersenyum kecil.

            "Sama-sama." Daryl membukakan pintu untuk Adel, lalu gadis itu cepat-cepat masuk. "Besok saya jemput ya ke kampus." Seakan tidak menerima penolakan, cowok itu langsung menutup pintu mobil, dan mobil itu pun melaju. Daryl tersenyum, menatap mobil yang semakin menjauh itu sambil berdoa untuk keselamatan Adel.

***

Daryl kini sudah berada di depan rumah Adel pagi ini. Cowok itu mematikan mesin motornya lalu memencet bel rumah Adel. Tak lama, Mama Adel pun keluar dari rumah dan membuka pagar.

            "Eh, Daryl."

            "Pagi Tante. Saya ke sini mau jemput Adel ke kampus."

            Wajah Mama tampak khawatir. Ia menoleh ke arah rumah, lalu kembali menatap Daryl. "Masalahnya, si Adel sekarang sakit Ryl." Mata Daryl sedikit membulat. "Badannya panas. Makanya Tante juga bingung ninggalin dia sendirian gimana. Tante ada pertemuan dia pengadilan hari ini, jadi harus ninggalin Adel." Mama menggigit bibir bawahnya, terlihat sangat bingung.

            "Ya udah, saya aja yang jaga Adel." Sebuah harapan tampak muncul di wajah Mama. "Dia tidur sekarang?"

            "Iya, dia tidur. Tapi ... kamu ada kuliah kan? Masa kamu bolos?"

            "Gak apa-apa, sekali aja. Biar saya aja yang jaga Adel, Tante."

            Mama tersenyum. "Makasih banyak ya Daryl. Masukin aja motor kamu, langsung samperin aja Adel di kamarnya di lantai atas. Pokoknya pintu kamar Adel yang gak ada sticker-nya sama sekali. Kamu kalo mau makan apa, langsung ambil aja ya di kulkas. Anggap aja rumah sendiri."

            "Iya Tante, gampang." Daryl tersenyum. "Saya masukin motor ya, Tante."

            "Iya. Makasih ya Daryl, makasih banyak. Kalo gitu, Tante tinggal sekarang, ya."

            "Iya Tante." Setelah Mama benar-benar pergi dari rumah dan Daryl menutup pagar rumah Adel, ia pun memasuki rumah Adel dan menuju kamar gadis itu. Perasaan khawatir juga memenuhi hati Daryl. Ia pun mendapati kamar Adel, dan membuka pintu kamar gadis itu.

            Kamarnya begitu rapih, bernuansa putih, dan rak bukunya juga dipenuhi buku-buku yang tersusun rapih. Ini pertama kalianya Daryl memasuki kamar Adel dan sukses membuat cowok itu tersenyum. Entah mengapa, ia suka dengan gadis yang memiliki kamar rapih dan menyusun segalanya sesuai dengan tempatnya.

            Daryl menghampiri Adel yang sedang tidur di atas ranjang. Punggung tangan Daryl memegang kening Adel, memang badan Adel lumayan hangat. Daryl pun menarik kursi meja belajar Adel ke dekat kasur, duduk di sana, dan menunggu sampai gadis itu bangun.

****

Untold FeelingsWhere stories live. Discover now