48. the truth untold

Start from the beginning
                                    

Dengan panik aku berdiri, mulai mengejar kertas yang beterbangan. Terdengar pekikan pelan, rupanya kertasku menabrak seseorang tepat di bagian wajah. Hatiku berdesir tidak nyaman saat postur yang sangat kukenal itu menyingkirkan esaiku yang menutup mukanya.


"Aㅡ alice..." ucap Jaemin, hampir tak terdengar, dengan mata membulat kaget.


Sakit.

Itu hal pertama yang kusadari saat mendengar namaku disebut. Oleh orang yang kurindukan sekaligus paling tidak ingin kutemui. Aku bergeming, literally bingung harus bagaimana. Kebetulan macam apa lagi ini?

Jaemin tampak salah tingkah. Ia tadinya mau langsung berbalik pergi, tapi kemudian  setengah hati memunguti kertas di sekitarnya. Sementara aku memperhatikannya ㅡjeans-nya, kemeja putihnya, rambutnya, punggungnya... Aku berusaha tidak bernafas supaya bau parfum Jaemin tidak terhirup saat dia berjalan canggung ke arahku.
Tanpa berkata apapun, Jaemin mengulurkan lembaran esaiku dengan satu tangan.




"J-jaeminㅡ tunggu," aku menahan lengannya.

Jaemin tampak tidak senang, aku langsung melepasnya dengan canggung.
"Apa lagi sih?"

"K-kamu sakit apa?" tanyaku, menatap bahu kurusnya. Mata Jaemin tampak lebih cekung.

"Bukan urusan kamu," jawab Jaemin dingin.

Dia benarㅡ bukan urusanku. Dari berlembar-lembar kertas di tangannya yang satu lagi, dugaanku dia tidak hanya berurusan dengan satu spesialis. Rasa cemas merayapiku.


"Iya, tapiㅡ kamu sakit apa?" ulangku bodoh.

Alih-alih menjawab, Jaemin berbalik lalu berjalan pergi. Dia mengabaikanku.
"Bukan apa-apa," jawabnya singkat sambil berjalan tergesa.




Aku menatap punggungnya yang menjauh dengan perasaan campur aduk. Seolah punya keinginan sendiri, kakiku berlari mengejar menyusul Jaemin.
"Na Jaemin!" panggilku.


Perbuatan bodoh, suaraku bergema di sepanjang koridor yang sepi. Jaemin menoleh dengan muka masam. Aku menyusulnya dengan nafas terengah.

"Apa lagi?" tanya Jaemin.

Tanganku reflek menyentuh pipi kurusnya.
"Kamu baik-baik aja? Kamu sakit apa?"

Jaemin menepisku.
"Aku udah bilang, bukan apa-apa."

"Terus itu berkas siapa?" aku menunjuk kertas di tangan Jaemin. "Ngapain kamu ada di rumah sakit?"

"Ckㅡ ini kan tempat umum. Kamu sendiri ngapain di sini?" tanya Jaemin.

"Akuㅡ akuㅡ tapiㅡ" gagapku.



Tanpa menggubrisku lagi, Jaemin lanjut berjalan dengan langkah lebih cepat. Dengan bodohnya aku mengejar Jaemin lagi. Rasa cemas dan penasaranku mengalahkan logika. Aku takut Jaemin sakit, aku harus yakin dia baik-baik saja.


"Na Jaemin, tunggu," aku menarik lengan Jaemin.
Dengan panik dia menjauhkan kertas-kertas di tangannya dari jangkauan mataku.

"Keras kepala," desis Jaemin kesal. "Alice, tolong, aku mau pulang."

"Jawab dulu Jaemin, kamu sakit?" tanyaku untuk kesekian kali.

Sejenak Jaemin diam menatapku. Perlahan dia melepaskan cengkeraman jari-jariku di lengannya.
"Aku udah bilang, ini bukan urusan kamu."

"Tapiㅡ apa susahnya jawab pertanyaan itu sih?" aku bersikeras.

Selama sepersekian detik aku merasakan kesedihan yang misterius dari sorot mata Jaemin. Tapi sesaat kemudian alisnya bertaut kesal.
"Bisa nggak sih nggak ikut campur urusan orang? Lebih baik kamu pergi."

Setelah mengatakan itu, Jaemin melanjutkan berjalan ke pintu menuju lahan parkir. Kata-kata Jaemin menusukku, membuatku sulit bergerak. Kenapa dia kasar? Na Jaemin yang kukenal tidak seperti itu...









"Kenapa?" tanyaku walaupun Jaemin mungkin mengabaikan. "Kenapa sikap kamu berubah tiba-tiba? Kenapa kamu nggak jujur dari awal kalau kamu nggak nyaman? Kenapa?"

Jaemin menghentikan langkahnya. Ia tampak mengatur nafas. Aku menyusulnya dengan kepala dipenuhi harapan kosong.

"Na Jaemin..." aku mencengkeram bagian depan kemejanya. "Aku mau tau alasan yang sejujurnya. Waktu itu kamu bohong, kan? Please, bilang semuanya itu bohong..."

Dia menatapku nanar dengan sorot mata yang sulit dijelaskan, bibirnya terkatup rapat. Tangan Jaemin terangkat, bergerak menuju tetesan air yang berlarian di pipiku. Tapi kemudian urung, tangan itu mendorong pundakku menjauh.

"Aku rasa semua udah cukup jelas," kata Jaemin. "Jangan kejar aku lagi, tolong."

Aku tidak melepaskan cengkeramanku di kemejanya semudah itu.
"Terus kenapa kamu masih peduli? Kenapa kamu bawa aku masuk rumah segala? Jawab!"

Jaemin tertegun sejenak sebelum dengan gugup berkata; "Bukan aku. Mungkin kamu mimpi."

Nonsense!


"Jangan bohong, Jaemin. Cuma kamu yang tau kode kunci pintunya!" tukasku. "Jawab, kenapa kamu masih peduli? Jawab, Na Jaemin!"

"Alice, cukup!" Jaemin menepis tanganku dengan tidak sabar. "Mau kamu apa sih?"

Aku terlonjak kaget karena perlakuannya.
"J-jaemin?" ucapku terbata.

Jaemin menatapku tajam.
"Apa harus diperjelas lagi? Kamu udah dibuang, Alice," ucap Jaemin lirih.








Dibuang.

Dibuang.

Dibuang.











"Jaeminㅡ kamuㅡ"

"Jangan kejar aku lagi," kata Jaemin. "Jangan tanya apapun lagi. Ahㅡ kalau kebetulan ketemu lagi, anggap kita nggak pernah kenal."









Aku speechless.








Perlahan Jaemin berbalik, tanpa interupsi dia berjalan menuju pintu keluar yang tinggal beberapa langkah lagi. Angin berhembus dari luar pintu, setetes air menabrak punggung tanganku.
Apa di luar hujan?

Aku berlari ke luar, kalau hujan Jaemin pasti akan berteduh. Setidaknya aku bisa melihatnya dari jauh sedikit lebih lama lagi...

Tapi di luar aku tidak menemukan siapapun, langit juga terang walaupun cuaca cukup berangin. Aku mulai takut pertemuanku dengan Jaemin tadi hanya halusinasi.


Tapi tidak mungkin.
Rasa sakitnya terlalu nyata.










Dengan langkah diseret aku kembali ke bangsal rumah sakit, pikiranku kacau luar biasa. Belum habis pertanyaan tentang keanehan dalam diri Jaemin, sekarang muncul pertanyaan baru. Aku bisa gila.

Ponsel dalam saku rok-ku bergetar, ada sebuah pesan masuk. Di group chat Secret Swagger rupanya ㅡLivia Byun. Ada secercah kelegaan yang menguar dalam dadaku saat membaca isi pesan dari Liv.



L. Byun
Ketemu! Jurnalnya ada di rumah singgah musim dingin ibuku waktu muda.

We have to meet
ASAP

ㅡtbc

ㅡtbc

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Vacancy ✔ [revisi]Where stories live. Discover now