[ZenEga 15]

4.7K 489 109
                                    


Note Author!

Budayakan klik 🌟 sebelum membaca dan Comment setelah selesai membaca.

Seorang penulis akan mencintai para pembacanya, jika kalian mau menghargai hasil karyanya :)

BAB 15

"Jika mencintaimu adalah sebuah kesakitan, mengapa melupakanmu adalah hal menyulitkan?"

'ZENEGA'

Zena melangkah memasuki ruang perpustakaan. Suasana di dalam sana sepi, sebab seluruh siswa telah dibubarkan sejak 15 menit lalu karena seluruh guru sedang mengadakan rapat mendadak di ruang kepala sekolah.

Saat ini hanya tersisa beberapa anak eskul basket yang sepertinya akan melakukan latihan di lapangan sekolah. Dan juga beberapa siswi lainnya, yang mungkin ingin menemani kekasih mereka berlatih atau hanya sekedar menjadi penonton biasa, karena status jomblo.

Untuk yang satu ini biarkan para jomblo berimajinasi dan membayangkan kalau salah satu diantara pemain basket itu adalah kekasihnya.

Zena memilih duduk di kursi paling ujung dekat jendela yang tertutup gorden hijau. Tempat itu adalah tempat favoritnya untuk menyendiri sekaligus tempat ternyaman untuknya di sekolah ini.

Dalam kesunyian yang melingkupi ruang itu, Zena bergerak mengeluarkan diary bersampul ungu miliknya dari dalam tas, serta sebuah pena dengan tinta hitam dari tempat pensilnya.

Kembali, gadis itu menggoreskan sebuah kisahnya di sana. Sebuah kisah tentang dirinya yang mencintai seseorang tanpa bisa ia ungkapkan secara langsung, dan hanya mampu memendam perasaan itu hampir lima tahun.

Bodoh!

Aku pikir...setelah menghajar si berengsek itu, ia akan memelukku dan mengucapkan beribu kata terima kasih. Tetapi aku salah! Sebab pada kenyataannya dia justu murka dan marah besar terhadapku.

Hati ini berteduh luka, ketika ia mengatakan membenciku. Rasanya seperti ada pedang tak kasat mata, yang menghunus jantungku, ketika itu.

Sungguh sangat menyakitkan.

Andai, aku bisa menghilangkan perasaan ini. Mungkin aku tidak akan pernah merasakan, apa itu sakitnya cinta.

Tuhan

Aku sangat membenci diriku, karna mencintai dia. Aku merasa begitu bodoh, memiliki perasaan terlarang ini.

Bisakah, engkau hapus rasa ini Tuhan?

Aku akan sangat bersyukur, jika engkau mau mengabulkan permohonanku.

Sungguh, aku lelah mencintainya Tuhan. Ingin rasanya aku lari dari dunia ini, dan menghilang selamanya. Jika itu, mampu membuatku lupa tentang dia, serta luka di hati.

Tuhan

Ya engkau Tuhanku, bolehkah aku tetap berharap? Jika suatu hari nanti, mungkin engkau mengabulkan permohonanku? Karena saat ini, aku hanya bisa pasrah dengan takdir yang telah engkau berikan.

Zena menghembuskan nafas. Entah mengapa saat menulis diary ini, dadanya terasa begitu sesak seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Mata gadis itu pun kini mulai berkaca-kaca dan ketahuilah, Zena benci terhadap dirinya yang begitu rapuh ini.

Lalu gerakan tangan gadis itu terhenti ketika samar-samar terdengar langkah kaki beberapa orang memasuki ruang perpustakaan. Buru-buru Zena menutup diarynya dan baru akan bergerak untuk menyimpannya ke dalam tas. Namun lagi-lagi gerakan tangannya berhenti, saat mendengar percakapan dari ketiga siswi itu.

ZenEgaWhere stories live. Discover now