Part 47 : The Truth (Part 3)

Start from the beginning
                                    

Giselle pun sudah ikhlas dengan segala kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sambil terus berdoa agar dirinya selamat. Semakin lama, ilalang itu bergoyang semakin kencang dan ternyata muncullah sosok Tio dari balik ilalang bergoyang itu.

"Kak Tio, what are you doing in he-" Belum selesai mengucapkan kata-katanya, Giselle sudah terlebih dahulu jatuh ke pelukan Tio. Pelukan Tio kali ini benar-benar erat seakan tidak ingin kehilangan sosok Giselle.

"What are you thinking, Sell? Lari keluar bangunan itu tanpa arah? Please, jangan lagi lo buat gue jantungan kayak tadi. Cukup kali ini aja. But, are you okay? Wait, lo nangis lagi? Lo kenapa? Ada yang sakit atau-"

"Kak Tio, calm down, okay? I'm fine. Aku tadi lari karna ga kuat liat anak-anak cowo berantem apalagi tonjok-tonjokkan kayak tadi."

"Huft, syukur deh lo gapapa. Tapi, why lo ngumpet disini? Lo lagi ngumpet dari siapa?" Mendengar pertanyaan Tio, membuat Giselle seketika teringat bahwa dibalik sana ada Rio yang sedang terkapar.

"Kak, Rio kak. Rio ada diluar sana. Aku gak sanggup liatnya. Kar-karna dia keliatan lemes banget bahkan tangannya diiket tali. Kak Tio, aku takut," kata Giselle dengan suara bergetar. Tio kembali memeluk Giselle untuk menenangkan gadis itu.

"Sssttt, jangan nangis, Sell. Gue yakin Rio bakal baik-baik aja kok. Lo tau kan, Rio itu cowok yang kuat. Tenang aja, Sell, gue yakin sahabat gue itu kuat." Giselle pun mengangguk dalam pelukan Tio.

"Okay, sekarang lo harus tenang ya? Don't panic. Kita berdoa semoga Rio benaran gapapa. Yaudah sini lo istirahat dulu. Gue tau hari ini tenaga lo pasti terkuras hebat." Tio mempersilakan Giselle untuk menyandarkan kepalanya dibahunya. Giselle yang memang butuh sandaran, seketika kepalanya langsung mendarat dibahu Tio dengan nyaman.

Melihat badan Giselle yang gemetar, Tio pun menyelimuti Giselle dengan jaketnya dan menggenggam tangan mungil gadis itu agar Giselle merasa lebih hangat.

"Tidur sebentar. Biarkan bebanmu lepas sejenak," bisik Tio ditelinga Giselle.

Melihat Giselle yang sudah masuk ke alam bawah sadar membuat Tio tersenyum kecil. Setidaknya untuk sebentar saja, gadis ini hidup dengan tenang. Tiba-tiba otaknya mengingatkannya pada Rio. Tio baru ingat bahwa Giselle tadi sempat menyinggung soal Rio yang ada di luar sana.

Jujur, Tio ingin sekali melihat keadaan Rio namun apa daya gadis disebelahnya ini sedang membutuh ketenangan sejenak darinya.

Saat tidur seperti ini, wajah Giselle terlihat lebih tenang meskipun Tio tahu pikiran gadis itu belum sepenuhnya tenang karena Rio masih belum selamat dari siapapun yang menahannya. Tio pun menghembuskan nafas kasar.

Dirinya benar-benar tidak menyangka bahwa akhir masa SMA-nya akan jadi seperti ini. Awalnya, ia mengira bisa jalan-jalan ke Bandung bersama teman-temannya dengan tenang dan damai. Namun, takdir berkata lain. Ia harus pergi ke Bandung bersama teman-temannya dengan keadaan serumit dan sebahaya ini.

*****

Hembusan nafasnya mulai kembali teratur. Kelopak matanya mulai kembali terbuka. Namun, ketika melihat sekelilingnya yang benar-benar gelap, orang itu meronta. Meski sudah berusaha meronta berkali-kali, kain hitam yang menutupi pandangannya itu tetap tidak bisa terlepas.

Ingin rasanya untuk kedua tangannya membuka kain hitam tersebut namun ia tidak bisa melakukannya. Pasalnya, kedua tangannya diikat seutas tali dengan sangat kencang. Orang yang meronta itu tak lain adalah Rio.

Karena terus meronta, akhirnya terdengar derap langkah mendekat. Tapi, begitu sampai dihadapannya, derap langkah itu berhenti. "Hey! Gue tau lo lagi di depan gue sekarang. Tapi apa lo bisa bantu gue buat lepasin kain item ini?"

My Lovely Sister (S1) [COMPLETE]Where stories live. Discover now