49. cemetery

49.8K 10.1K 5.7K
                                    

"Yakin mau ikut? Masih agak panas loh," Mark menempelkan punggung tangannya di jidatku. "Lagian bisa-bisanya cuaca cerah gini kena flu?"

"Ketiduran di bathtub dua hari yang lalu," jawabku.

"What?" Mark tertawa. "Ada-ada aja. Masa mandi juga harus ditemenin? Kan nggak mungkin."

"Ih pikirannya ya," aku memukuli lengannya.

"Loh, di mana salahnya? Pikiran kamu aja tuh," balas Mark. "Diem-diem ternyata mesum juga."

Mark tertawa jahil, menyebalkan.
"Liv masih di rumah Eri?" aku mengalihkan topik.

"Iya. Makanya, ayo mulai sekarang. Mumpung dia belum dateng," Mark duduk di sebelahku.

"Nggak mau. Aku takut."

"Takut apa sih?"

"Kamu nanti ngamuk ke Jaemin."


Ya, Mark terus mendesakku untuk menceritakan semua kelakuan Jaemin saat mencampakkanku. Setidaknya kurasa sekarang aku sudah sanggup bercerita.
Sejak pertemuan di rumah sakit kemarin, aku mati rasa. Tahap paling parah dari kesedihan, mungkin?

Dasar patetik.


Mark mendengus.
"Ya kalau dia pantas diamuk, kenapa enggak?"

"Tuh kan..." ujarku. "Jangan ribut dong, nggak menyelesaikan masalah."

"Okeㅡ aku janji nggak akan berbuat apa-apa. Aku bakal pura-pura nggak tau sampai Jaemin sendiri yang bilang," kata Mark akhirnya, walaupun tampak setengah hati.

Aku ragu.
"Convince me."

"Sumpah, janji. Ayo dong, nanti keburu Liv dateng," desak Mark.

"Okay," aku menghela nafas, mempersiapkan diri untuk mengingat.
"Hari senin, dua minggu yang lalu, Jaemin ajak aku keluar rumah seharian."

"Kemana? Ngapain?"

"Ke banyak tempat. Beli buku, boneka ini, main sepeda," aku menunjuk kelinci Alice yang duduk manis di dekat TV. Sengaja tidak kutaruh di kamar, terlalu mengundang kepedihan.

"And then he walked me home, and that's all. Game over," lanjutku.

Mark yang tadinya sedang membolak-balik boneka Alice, langsung bengong.
"Setiba-tiba itu?"

"Yeah."

"Dia pasti punya alasan. Apa katanya?"

Aku menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab.
"Aku membosankan, katanya. Terus dia suka sama orang lain," ujarku.
"Katanya orang itu juga alasan dia sering menghilang selama ini. Dia bilang selama ini dia sering bohong. Diaㅡ"

Melihatku tidak bisa melanjutkan, Mark menggeram kesal. Dia meletakkan Alice di tempatnya lalu menghampiriku.
"How dare him," gumamnya, menatap wajahku yang tertunduk.
"Apa ternyata selama ini aku menyerahkan kamu ke orang yang salah?"

Apa?
Lagi-lagi Mark membuatku salah tingkah.

"Tapi... ada yang aneh. Habis itu kan aku ketiduran di luar karena kunci rumah error, dan ternyata Jaemin nggak langsung pergi. Dia yang bawa aku masuk rumah."

"What? How did you know?"

"Selain penghuni rumah, cuma dia yang tau kode kunci pintu-nya. Karena dia sendiri yang set ulang password waktu rumah ini habis kebakaran dulu," jawabku pedih.

"Jadi kode-nya ulang tahun Jaemin?"

"Kok tau?" tanyaku heran.

"Aku kenal dia udah super lama," Mark terkekeh.

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang